Zaken Kabinet yang akan ditempuh Prabowo-Gibran telah mengundang banyak pihak untuk bersuara, sebelumnya terdorong oleh wacana revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang tidak boleh lebih dari 34 kementrian dan telah disetujui untuk disyahkan menjadi undang-undang.
Kendati jumlah Menteri (zaken) kabinet Prabowo belum ada kepastian, apakan lebih 40 seperti yang telah disimulasikan oleh ketua harian DPP Gerindra Sufmi Dasco tetap saja kita harus menunggu pengumuman dari presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran rakabuming raka setelah dilantik MPR pada 20 oktober 2024 mendatang.
Kemenangan Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024 kemarin disokong politik mayoritas yang harus dijadikan modal besar dan legitimasi dalam menjalankan pemerintahan baru yang stabil, kuat dan berwibawa, terlebih konsolodasi keluar dalam bentuk lawatan luar negeri sebagai presiden Indonesia terpilih, hal ini bisa mengurangi pihak luar meluaskan tuturan miring hasil pilpres 2024 yang dituduhkan penuh curang.
Harapan dan koreksi dilontarkan beberapa elemen warga negara atas zaken kabinet yang sedang hangat diperbincangkan. Seperti dari akademisi menyampaikan, itu sulit dibentuk karena yang dipertimbangkan menambah jumlah (kuantitatif) bukan memastikan kapasitas (kualitatif) personal yang mengisi kabinet.
Tepat penghapusan pembatasan jumlah Kementerian oleh DPR RI karena perubahan-perubahan kualitatif hanya dapat terjadi jika ada penambahan kuantitatif atau pengurangan kuantitatif atas sesuatu (Kabinet). Selain memastikan kualitatif yang lebih penting itu adalah memastikan individu yang menduduki jabatan harus jelas rekam jejak keberpihakannya pada rakyat dan tanah air.
Perubahan kuantitif dalam kabinet kedepan selaras dengan yang disampaikan Prabowo Subianto pada 13 Agustus 2023, saat itu masih Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) cikal bakal Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang menegaskan bahwa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi syarat utama untuk membawa Indonesia ke arah yang dicita-citakan bersama rakyat, yakni Indonesia maju, sejahtera dan bermartabat syarat kuncinya adalah persatuan seluruh bangsa Indonesia.
Pasca Pilpres penambahan kuantitatif anggota KIM terus berlangsung seperti terkonsolidasinya PKS, PKB, PPP, Perindo dan Nasdem sampai menjadi opini politik kearah kualitatif koalisi menjadi KIM Plus. Keadaan ini dapat sambutan dari Puan Maharani dengan menyebut tidak menutup kemungkinan PDI Perjuangan bergabung mendukung pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka,harus menunggu hasil pertemuan Megawati dengan Prabowo menjelang pelantikan presiden pada 20 Oktober mendatang.
Saat Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) PDI Perjuangan Ke-5 Megawati Soekarnoputri menyebut tidak ada koalisi dan oposisi dalam system ketatanegaraan Indonesia yang menganut sistem presidensial. Realisasi adalah demokrasi terpimpin, tepat untuk Indonesia saat ini yang menganut Presidensial, dimana presiden sekaligus kepala negara yang dipilih bersama wakilnya oleh rakyat lewat Pemilu.
Untuk sementara Prabowo Subianto sosok yang tepat ditengah situasi internasional dan kawasan yang berpotensi mengarah ke perang dunia ketiga, kemudian situasi dalam negeri yang butuh kepeloporan dan kepemimpinan (kolektif) yang kuat lewat koalisi dalam mengambil keputusan politik, ekonomi sosial dan budaya.
Partispasi aktif rakyat sebagai kontrol dapat disampaikan lewat organisasi massa (ormas) yang ada pertaliannya dengan partai politik, sedangkan yang tidak memiliki pertalian dipersatukan oleh lembaga pemerintah (Kemendagri) dengan harapan merealisasikan persatuan Indonesia sebagi kunci Indonesia adil makmur.
Demikian.


