Pertahanan Nasional Tidak Bisa Lepas Dari Teknologi Digital

Nasib negara dan peradaban sering ditentukan oleh perbedaan dalam teknologi terutama dalam peperangan dan pihak yang lemah (kalah) tidak bisa mengimbanginya. Sepanjang abad ke-15, bahkan sampai sekarang, bangsa yang dapat melebarkan kekuasaanya seperti Tiongkok yang menyaingi Amerika Serikat teridentifikasi dengan teknologi yang lebih unggul jika dibandingkan dengan negara lain. Dalam hal ini, Indonesia menempati peringkat ke-49 secara global, sedangkan di kawasan Asia Tenggara: peringkat ke-5 setelah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.

Bulan lalu, Pusat Data Nasional diserang. Implikasi dari serangan siber yang terjadi pada 20 Juni tersebut mengacaukan sejumlah layanan publik yang masih belum pulih. Misalnya layanan digital Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek ) yang terkait Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, beasiswa kuliah bagi calon mahasiswa dari keluarga tak mampu. Akibatnya calon mahasiswa khawatir gagal memperoleh KIP Kuliah. Kemendikbudristek merupakan satu dari 239 instansi pemerintah yang terdampak serangan siber itu. Adapun pemerintah mengaku: serangan disebabkan oleh penggunaan kata sandi yang sembarangan. Namun, pernyataan pemerintah itu disangsikan kebenarannya oleh pemerhati keamanan siber.

Faktor geografis, sumber daya alam dan kemampuan industri memberikan arti penting kekuatan suatu negara yang menunjang kesiagaan pertahanan dan keamanan. Kesiagaan tersebut membutuhkan dukungan politik: dalam dan luar negeri, yang mau tidak mau harus ditempuh dengan memajukan kualitas inovasi teknologi dan kepemimpinan nasional yang tangguh. Selain pemakaian inovasi teknologi, kualitas kepemimpinan selalu memiliki pengaruh atas kekuatan nasional. Kekuatan Rusia dan Tiongkok saat ini merupakan cerminan kecerdasan kepemimpinan nasional yang berinovasi.

Pasca Indonesia dilanda serangan siber, kini ada gangguan internet pada sistem komputer berbasis Windows di Amerika Serikat. Eropa, Jepang, Inggris, Selandia Baru, Jepang, India, Italia, hingga Australia terdampak terutama pada bidang penerbangan, bank, situs berita, dan pusat perdagangan. Indonesia tidak terdampak, namun haruslah belajar dari Estonia yang di tahun 2007 pernah mengalami serang siber dan mengalami kelumpuhan. Layanan daring (online) seperti perbankan lumpuh. Begitu juga dengan situs beritanya.

Kini Estonia menjadi negara dengan sitem keamanan yang handal. Pasca serangan siber, Estonia membangun pasukan siber yang massif di bawah Menteri Pertahanan; membangun satu lembaga yang memiliki otoritas mengidentifikasi serangan; menangani dan melakukan langkah antisipasi, yang memiliki otoritas informasi; selanjutnya Estonia menerapkan standar keamanan informasi sebagai langkah pendekatan ekosistem digital dan juga memassifkan pendidikan melek serangan siber pada warga negaranya.

Indonesia tentu tak harus menunggu serangan Siber yang mematikan seperti yang dialami Estonia dan baru membangun sistem pertahanan siber yang canggih. Jebolnya Pusat Data Nasional kemarin sudah cukup menjadi pelajaran!

[post-views]