Dalam empat bulan terakhir, wilayah yang dinaungi oleh Otoritas Palestina, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat, diguncang oleh protes dan perlawanan massal.
Sebagian besar digerakkan oleh pemuda yang sudah lelah menyaksikan pendudukan Israel. Mereka juga kecewa negosiasi antara Otoritas Palestina dengan Israel yang tidak kunjung membawa hasil. Alih-alih menghentikan pendudukan, pemukiman Israel makin banyak di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
“Ini adalah tanah kami. Kami harus melakukan apa saja untuk bebas dari pendudukan,” kata Mahmoud, 26 tahun, dari kamp pengungsi al-Azzeh di tepi barat, seperti dikutip Electronic Intifada.
Mahmoud bukan nama sebenarnya. Namanya disamarkan karena Israel gencar menangkapi pemuda Palestina yang terlibat dalam perlawanan.
Dia kerap terlibat dalam demonstrasi menentang pendudukan Israel. Dalam aksi-aksi itu, pemuda Palestina menghadapi militer Israel hanya dengan batu dan kadang-kadang molotov. Tetapi militer Israel membalas aksi protes ini dengan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam.
Sejak awal Oktober 2015, seiring meningkatnya konfrontasi menentang pendudukan, lebih dari 160 orang Palestina dan dua lusin tentara Israel tewas. Pengawas dari PBB mencatat ada 1000 orang Palestina yang luka-luka per minggunya di tangan militer Israel dalam kuartal terakhir 2015.
Sepertiga dari dari orang Palestina yang terbunuh, ataupun yang terluka, karena ditembak peluru tajam ketika terlibat atau berada di sekitar aksi protes.
Resiko Perjuangan
Setiap pemuda yang ikut melawan tentara Israel tahu resiko yang mesti mereka ambil.
“Perasaan saya bercampur saat bentrokan. Kadang-kadang takut mati,” kata Mahmoud.
Mahmoud sudah menikah dan punya dua anak. Kadang dia diliputi rasa gelisah ketika akan ikut berjuang.
“Di malam hari, aku berpikir tentang mereka, apa yang mereka lakukan jika aku tidak pulang. Tetapi selama bentrokan, aku berusaha tidak memikirkan itu,” jelasnya.
Protes itu dipimpin oleh anak-anak muda. Kadang tanpa kehadiran partai politik tertentu.
Khaled, seorang mahasiswa berusia 21 tahun dari Ramallah, mengatakan bahwa Otoritas Palestina berusaha menghentikan mereka.
“Peran mereka adalah menurunkan semangat rakyat. Tidak mendukung kami,” katanya.
Intifada Ketiga?
Massifnya protes pemuda Palestina, yang makin tidak puas terhadap keadaan, telah mengundang para analisis untuk menyimpulkannya sebagai kebangkitan “intifada ketiga”.
Untuk diketahui, Intifada yang berarti “perlawanan” adalah kebangkitan perlawanan rakyat Palestina. Intifada pertama terjadi tahun 1987-1993. Sedangkan intifada kedua terjadi antara tahun 2000-2005.
Tetapi pemuda-pemudi palestina tidak ambil pusing dengan istilah-istilah itu. “Intifada pertama, intifada kedua, itu tidak penting. Intifada berhubungan dengan pendudukan,” kata Mahmoud.
Yang jelas, bagi dia, perlawanan akan terus berlanjut.
Berikut ini adalah foto-foto perlawanan pemuda Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dalam 4 bulan ini. Juga kutipan dari dua pemuda yang diwawancarai di atas. Tetapi mereka tidak ada dalam foto-foto ini.
Foto-foto ini diambil oleh fotografer Activestills: Anne Paq di Bethlehem, Ezz Al-Zanoon di Jalur Gaza, Mohannad Darabee di Ramallah, dan Oren Ziv di Betlehem dan Ramallah. Foto diedit oleh Shiraz Grinbaum.
Dan kami meminta maaf kepada para fotografer Activestill karena telah mengedit lagi dan mengubah ukuran foto-foto yang ada di Electronic Intifada untuk disesuaikan dengan website kami. Semoga bisa dimaklumi. Dan tidak semua foto di Electronic Intifada ditampilkan di sini.
Activestills adalah sebuah kolektif independen yang berbasis di Palestina/Israel dan menggunakan fotografi sebagai alat untuk memperjuangkan perubahan sosial.
Berikut foto-fotonya:














