Warga Bukit Duri Ajukan ‘Class Action’ Terhadap Pemprov DKI

Kawasan kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan akan segera digusur dan direlokasi pada akhir bulan Mei ini, berdasarkan sosialisasi relokasi di Kecamatan Tebet  oleh Walikota Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Vera S.W. Soemarni, kuasa hukum dari warga, dalam sebuah acara konferensi pers di Sanggar Ciliwung Kamis (12/5/2016) mengatakan, “warga menolak penggusuran Kampung Bukit Duri terhadap rencana pembangunan Trace Kali Ciliwung dari Pintu Air Manggarai sampai Kampung Melayu. Warga Bukit Duri meminta haknya dipenuhi. Mereka meminta tanah diganti tanah, rumah diganti rumah.”

Menurutnya, kompensasi dalam bentuk rusun tidak setimpal dengan barang atau hak milik warga yang digusur paksa Pemprov DKI Jakarta. “Pembangunan rusunawa itu tanpa adanya pertimbangan aspek sosial, ekonomi dan kemanusiaan dan tidak melibatkan masyarakat setempat. Tiba-tiba kami harus merobohkan rumah tanpa ada kompensasi yang jelas,” lanjut Vera.

Di tempat yang sama, Ketua Sanggar Ciliwung Ignatius Sandyawan Sumardi mengatakan, warga dan komunitas Ciliwung Merdeka sudah melakukan pendataan untuk menunjukkan bahwa warga mempunyai bukti surat-surat kepemilikan atas tanah mereka. Dari data tersebut, penggusuran akan mengorbankan 384 keluarga, yang terdiri dari 1.275 jiwa dan lahan seluas 17.067 meter persegi.

“Warga dengan segala kemampuannya sudah mengumpulkan surat-surat bukti kepemilikan tanah, ada yang berbentuk sertifikat, hak guna bangunan, girik, atau surat bukti jual beli tanah. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah pemilik sah atas tanah yang mereka tempati. Sementara Pemprov DKI selama ini hanya mengklaim bahwa tanah yang akan digusur milik negara tanpa pernah dapat menunjukkan bukti surat kepemilikan, “ tegas Sandyawan Sumardi.

Atas dasar itulah warga Bukit Duri mengajukan Class Action, yakni memasukkan gugatan atas perbuatan melawan hukum Pemprov DKI Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat  pada 10 Mei lalu. Warga Bukit Duri menuding pemprov DKI Jakarta melanggar hukum dan ingkar janji jika tetap melakukan penggusuran. Sebab, Joko Widodo saat menjadi Gubernur telah berjanji tidak akan menggusur dan hanya ingin menata kawasan Bukit Duri dengan membangun kampung susun manusiawi Bukit Duri (KSM-BD).

“Saat itu dijanjikan bahwa Bukit Duri akan dibangun secara manusiawi, jaraknya lima meter dari sungai dan akan dilakukan pelebaran sungai hanya 20 sampai 35 meter,”  jelas Romo Sandyawan.

Namun setelah menjadi Presiden, Jokowi tidak menepati janjinya terhadap warga Bukit Duri. Bahkan Ahok sebagai Gubernur pengganti juga lepas tangan. Yang lebih memprihatinkan, kata-kata kasar Ahok sekarang sudah menular sampai ke tingkat pemerintahan di bawahnya.

“Ketika sosialisasi di sini beberapa waktu yang lalu, kata-kata Walikota persis seperti Ahok, “Bodoh sekali kamu, tidak mau menerima rusun Rawa Bebek. Kamu itu dulu ke sini cuma membawa tas, kita ini mau mengenyangkan perut kamu, menebalkan dompet kamu, mau mengisi otak kamu,” papar aktivis yang terkenal dengan julukan Romo Pemulung menirukan ucapan pejabat Walikota Jakarta Selatan.

Sandyawan mengusulkan agar ganti ruginya berupa tukar guling lahan. Karena prinsip relokasi itu seharusnya kondisi kehidupan sesudah direlokasi lebih baik daripada sebelumnya.

“Kalau kualitas hidupnya semakin hancur, yang tadinya punya lahan disuruh menyewa rusunawa di Rawa Bebek, apakah ini memanusiakan warga?” tanya Sandyawan.

Siti Rubaidah

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid