Tapasi, Perempuan di Garis Depan Menghadang Invasi

Sebelum Keumalahayati bertaruh nyawa mempertahankan tanah air melawan  invasi pada 1599, jauh sebelumnya, tiga abad sebelum Keumalahayati membunuh Cornelis de Houtman itu, Tapasi dikirim ke garis depan yaitu Campa yang menjadi benteng pertama membendung pengaruh kekuasaan Kublai Khan. Misinya adalah mempererat persatuan Singasari-Campa. Tentunya, berita atau kabar-kabar tentang serbuan tentara Mongol ke Annam dan Campa antara tahun 1280 dan 1287 M, sampai juga ke telinga Raja Singasari:Kertanagara (1268-1292).

Sejauh dari pembacaan yang ada, Dewi Tapasi kadang disebutkan sebagai salah satu saudara perempuan Kertanagara walau ada juga yang menulis sebagai salah satu putri Kertanagara.  Informasi  penting lainnya adalah berkaitan dengan nama “Tapasi” itu sendiri yang membuat Berg mengingatkan, kata itu berarti  jogini dan berpendapat bahwa pengirimannya ke Champa dihubungkan dengan upacara Bhairavanya Kertanagara. Puteri itu merupakan saktinya yang diexport ke suatu daerah yang kena ancaman Mongol. (Hall, 1988;78) Sementara itu, “Dalam prasasti Poh-sa tahun 1306 M,  menyebutkan bahwa salah seorang permaisuri Raja Campa adalah putri Jawa yang bernama Tapasi. Raja Campa ini adalah Jaya Singhawarman III, yang memerintah Campa antara tahun 1288-1307 M. (Suwardono,2017;53).

Campa merupakan kerajaan tua dan sudah dikenal sejak permulaan abad masehi. Narasi persatuan dan persahabatan antara Campa dan Singasari itu tampak juga terus bertahan lama hingga keruntuhan Majapahit di  abad ke 16. Legenda atau cerita tentang Putri Campa tidak bisa dilepaskan dari Majapahit dan peralihannya ke Demak. Sementara itu Bunga Campaka adalah juga bunga yang populer di Nusantara. Tidak tanggung-tanggung juga dalam buku Kepustakaan Djawayang disunting Poerbatjaraka dan Tardjan Hadidjaja, dinyatakan: “Hal jang dapat dianggap pasti ialah bahwa bangsa Indonesia itu dahulu pernah berkumpul dalam satu negeri jakni negeri Tjampa.”

Misi yang diemban Tapasi itu dianggap cukup berhasil yaitu membuat Campa berpihak pada Singasari:“….angkatan laut Cham membayang-bayanginya untuk mengetahui bahwa tidak ada usaha untuk mendarat di Champa. (Hall,1988;176). Dengan cara itu, berharap bisa menguras energi armada Mongol yang hendak menghukum Kertanagara. Dan, misi membangun persatuan pun semakin erat bila mengikuti alur pikir seperti ini:

“Yang keempat yang dikatakan isteri  yang tersayang raja adalah puteri Cham bernama Gayatri, yang menjadi ibu dari dua puteri, yang tertua menggantikan Jayanegara sebagai Ratu Majapahit tahun 1328. Beliau dibawa ke Jawa oleh utusan yang dikirim Kertanagara ke Champa tahun 1291 atau awal 1292 dengan seorang puteri Jawa untuk Jayasimhavarman III, dan tiba setelah keberangkatan pulang  armada Mongol. (Hall, 1988;78)

Pengiriman seorang perempuan di garis depan menghadapi musuh dalam narasi Nusantara bukanlah hal baru. Inspirasi pengiriman Tapasi ke garis depan menghadapi musuh setidaknya didapat dari tokoh perempuan seperti Srikandi yang dikirim ke garis depan untuk berperang menghadapi Bisma. Misinya pun berhasil yaitu  menghentikan sepak terjang Bisma di medan laga Kurusetra. Karena itu tentu pengiriman Tapasi ke Campa bukanlah dalam iringan gending dan lagu yang berwatak misoginis: seperti “dikawinkan dengan raja Campa”, yang seakan sebagai hadiah atau upeti penyerahan seorang putri  sebagai pelicin mendapat proyek atau demi kelancaran program. Juga bukan sebagai pengetahuan atas Srikandi yang menjadi “korban” poligini, karena kita sering lupa bahwa pemahaman atas Srikandi menjadi korban poligini Arjuna tidak diimbangi dengan kenyataan sebaliknya yaitu praktek poliandri Drupadi.

AJ SUSMANA, Wakil Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid