Nihma dan Kenikmatan Dunia Literasi yang Terus Mengalir

JAM DUA BELAS lebih sedikit, Nihma bersama anaknya yang berusia dua tahun pulang lebih awal dari kantor, dengan menumpang motor ojek dari tempatnya bekerja.

 “Hari ini pulang lebih awal lantaran harus menyiapkan materi agar tampil sebagai narasumber dalam pertemuan virtual yang digelar oleh Direktur Jenderal PAUD, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Nihma.

Hari itu, dia memang sudah meminta izin pada atasannya untuk pulang lebih awal.

Nihma adalah pegawai salah satu instansi Pemerintah Kota Tual, Maluku. Dia dikenal sebagai pegiat literasi untuk anak-anak. Dia menyediakan rumahnya sebagai perpustakaan.

Di teras rumahnya hari itu nampak dua anak sedang membaca buku, sementara di ruang tamu tampak sepi. Di pojok ruangan itu terdapat rak berisi buku dan majalah yang tersusun rapi. Di samping rak ada meja kaca yang di atasnya juga penuh dengan buku dan majalah.

“Saban sore beberapa anak-anak akan berkumpul membaca buku, bermain atau belajar bersama di sini,” kata Nihma seraya menunjuk ke halaman rumah.

Sudah setahun ini Nihma mulai menekuni dunia literasi yang direncanakan bersama suaminya sebelum menikah. Mula-mula, mereka hanya mengoleksi beberapa buku sastra dan filsafat. Setelah memiliki anak, Nihma mulai menyediakan bahan bacaan anak, terutama buku ber-genre petualangan anak dan buku mata pelajaran.

Di rumahnya, Nihma memulai semuanya. Dia menyulap ruang tamu dengan menempatkan rak buku dan meja buku agar mudah dijangkau. Sebelumnya, dia mendatangi rumah-rumah tetangga dan menawari anak-anak buku bacaan. “Lambat laun anak-anak mulai berdatangan kesini,” katanya.      

Nihma mengaku kesulitan harus membagi waktu antara mengurus taman baca, mengasuh anak, dan bekerja di kantor. Apalagi suaminya sedang bekerja di kota lain. Namun hal itu bisa teratasi lantaran anak sulungnya yang berusia 9 tahun sudah bisa menggantikannya memandu taman baca setiap hari. Ia akan memandu kegiataan di taman baca pada hari libur, yakni Sabtu dan Minggu.

Aktivitasnya mengurus taman baca perlahan mulai mendapat tanggapan positif. Beberapa temannya di kantor mulai menyumbangkan rak buku dan alat belajar. Selain itu, dia juga mendapatkan bantuan buku dari beberapa donatur asal Jakarta dan dari Perpustakaan Kota Tual.    

Kegiatan taman baca sedikit terhambat di awal masa pagebluk. Anak-anak tidak berani keluar rumah apalagi pergi belajar di taman baca. “Sekira dua hingga tiga bulan tidak ada aktivitas di sini,” kata Nihma.

Dia lalu memutar otak agar anak-anak tetap belajar di rumah. Dia mengajak ketiga anaknya menawarkan buku dari rumah kerumah dengan tetap menjaga aturan kesehatan.  

Nihma mengilhami orang lain. Beberapa tahun terakhir taman baca mulai tumbuh seperti jamur di musim hujan. Terbilang adal ima hingga enam taman baca baru di Tual. Agar menjaga semangat ini, para penggiat literasi itu biasa berkumpul setiap dua bulan untuk mendiskusikan hal-hal penting menyangkut perkembangan dunia literasi.

“Kegiatan literasi ini berangkat dari keresahan atas maraknya penggunaan gadget maupun telepon pintar yang sudah ada pada tahap sangat mencemaskan,” kata Nihma. “Setiap hari anak-anak seperti kecanduan, berkumpul di lokasi jaringan internet hanya untuk bermain game hingga larut malam.”

Keprihatina nitulah, kata Nihma, yang mengilhaminya untuk membuka taman baca dan perpustakaan kecil di rumahnya. Dia rela membagi waktu di tengah kesibukannya.

“Kerja merupakan cinta yang terejawantah,” kata Nihma, sambil mengutip potongan sajak Khalil Gibran, pujangga Lebanon yang terkenal.***

ABDUL GANIE RENUAT 

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid