MAUMERE (BO)– Sedikitnya 1500-an orang rakyat Sikka, Nusa Tenggara Timur, menggelar aksi massa di kantor Bupati setempat, 24 Oktober 2011. Mereka menagih sejumlah janji Bupati Sikka saat kampanye pemilihan kepala daerah.
Massa ini diorganisir dan dipimpin oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Ribuan massa itu memulai aksinya di lapangan kota baru Maumere.
Menurut Laurens Ritan, pimpinan aksi ini, salah satu janji Bupati Sikka, Drs Sosimus Mitang, adalah soal pemberantasan korupsi. “Dulunya ia berjanji akan memberantas korupsi, tapi rupanya ia justru adalah pelaku korupsi,” kata Laurens, yang juga dikenal sebagai staff biro politik KPK PRD Sikka.
Laurens pun mengungkapkan sejumlah data terkait dugaan korupsi bupati, diantaranya: dugaan korupsi dana Bansos sebesar Rp19,7 milyar, korupsi pengadaan alat kesehatan, korupsi dana pembangunan Puskesmas, dan dugaan korupsi dana Poskedes.
Selain soal korupsi, Laurens juga menyebut penginkaran janji bupati yang lain, seperti janji pembangunan desa yang tidak jalan, janji memperbaiki pendidikan, perbaikan birokrasi, dan janji pembangunan kesehatan. “Semua janji itu hanya isapan jempol. Tak satupun yang dijalankan oleh Bupati,” tegasnya.
Dalam perjalanan dari lapangan kota baru menuju Kantor Bupati, massa sempat singgah di depan Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Sikka. Seorang aktivis dari GMNI menyampaikan tuntutan agar Kejaksaan menghentikan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dana Bansos.
Pasalnya, menurut aktivis tersebut, Kejaksaan tidak serius untuk mengusut kasus tersebut dan hanya menjadikan beberapa kasus korupsi sebagai alat memeras. “Rakyat sudah tidak percaya lagi dengan Kejaksaan. Ada baiknya kasus ini segera diserahkan kepada KPK,” ujar aktivis GMNI itu.
Menjelang siang hari, massa yang tergabung dalam Laskar Pemuda Pelopor Perubahan ini sampai di halaman Kantor Bupati. Massa pun bergantian menyampaikan orasi, yang intinya menyampaikan kegagalan Bupati dalam memimpin. “Ada banyak janji kampanye yang tidak dilaksanakan. Padahal, masa berkuasanya sudah tiga tahun,” tegasnya.
Beberapa saat setelah menyampaikan orasi dan tuntutan, massa pun melakukan penyegelan terhadap kantor Bupati dengan memasang tali. Selain itu, 6 orang aktivis menggelar aksi mogok makan sebagai bentuk keprihatinan atas meluasnya praktek korupsi di Sikka.
Akan tetapi, menjelang sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB, kericuhan mulai terjadi. Kericuhan pertama terjadi saat Polisi melarang massa aksi memasang tenda di halaman kantor Bupati. Kemudian, tiba-tiba muncul 15 orang preman yang langsung mengintimidasi peserta mogok makan. Diantara preman itu bahkan ada yang mengancam membunuh para aktivis satu per satu.
Kejadian itu kontan mengundang kemarahan massa aksi. Beruntung, pimpinan massa berhasil menenangkan anggotanya yang mulai marah dan mengamuk. Massa pun kembali tenang dan duduk kembali.
Akan tetapi, beberapa saat kemudian, Polisi kembali melancarkan provokasi dengan mengarahkan water-canon ke arah massa. Polisi juga memaksa massa aksi membubarkan diri atau dibubarkan.
Untuk menghindari bentrokan fisik, pimpinan aksi pun memerintahkan massa untuk mundur dan mempersiapkan aksi besar berikutnya.