PRD: Bangun Persatuan dan Solidaritas Menghadapi Pandemi Korona

Mengawali tahun 2020 ini, dunia direpotkan dengan munculnya virus baru yang kini disebut virus Korona: COVID-19. Virus Korona yang berawal dari Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok, pada akhir 2019 ini telah menjangkiti ratusan negara di dunia.

Merujuk data real-time yang dilansir oleh Center for Systems Science and Engineering (CSSE) John Hopkins Kasus Virus Korona COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai 156.396. Dari angka itu, 73.966 di antaranya telah dinyatakan sembuh (15/03). Namun, menurut catatan gisanddata.maps.arcgis.com, angka kematian Virus Korona COVID-19 secara global juga tercatat sebanyak 5.833 jiwa.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mengumumkan kasus Covid-19 sebagai pandemi, pada Rabu (11/3/2020) malam. Status Pandemi mengacu pada penyebaran virus atau penyakit dalam skala besar ke berbagai wilayah atau negara di dunia.

Di Indonesia, dua kasus pertama positif terpapar virus Corona diumumkan pada Senin (2/3).  Pengumuman ini di tengah ketidaksiapan pemerintah dan simpang siur informasi menganai keberadaan virus korona di Indonesia. Tak ayal kepanikan publik terjadi.

Dampak COVID -19 di Indonesia

A. Kesehatan

Kasus korona di Indonesia terus bertambah, hingga 17 Maret 2020 telah mencapai 1138 orang suspect (terduga) yang diperiksa. Dari jumlah itu terdapat 172 orang dinyatakan positif, 8 orang sembuh dan 7 orang meninggal. Jumlah  ini dipercaya akan terus bertambah seiring dengan contact-tracking dari setiap pasien yang positif korona. 

Selain dampak korban terinfeksi, wabah korona ini juga berdampak pada kesehatan psikis ditingkatan masyarakat, yaitu kepanikan massal, takut keluar rumah, dan penghentian berbagai aktivitas publik, yang menyebabkan kekhawatiran terganggunya akses warga terhadap sumber-sumber penghidupan sehari-hari.

B. Ekonomi

Dampak yang teramat dikhawatirkan oleh pemerintah adalah pada sektor ekonomi. Kegiatan perdagangan (ekspor-impor) menjadi lesu. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Yunita Rusanti, mengakui bahwa Covid 19 ini mempengaruhi kegiatan ekspor impor antara Indonesia dan Tiongkok serta dengan negara-negara lain.  Hal tersebut dikarenakan negara-negara mitra dagang kita melakukan aksi lockdown dan berbagai pembatasan lainya yang berdampak pada terhentinya kegiatan ekonomi dan perdagangan.

Dengan Tiongkok penurunannya cukup siginifikan,  yaitu kapasitas ekspor  turun 11,63 persen dan impor turun 49,63 persen. Dari data BPS, penurunan ekspor non-migas dari China tercatat 245,5 juta dollar AS untuk jenis besi dan baja, tembaga, pulp dan kayu.

Dengan India turun 128,5 juta dollar AS dengan jenis lemak dan minyak, pupuk dan bahan kimia anorganik.  Kemudian Taiwan turun 58 juta dollar AS penurunan terjadi untuk bahan bakar dan mineral.  Dengan negara-negara Eropa juga demikian, misalnya dengan Belanda juga mengalami penurunan ekspor sebesar 26,1 juta dollar AS. Jerman juga turun 34,8 juta dollar AS karena penurunan ekspor lemak, minyak hewan nabati. Terakhir Ekspor-Impor terganggu

Efek domino pada sektor ekonomi adalah turunya nilai tukar rupiah hingga mendekati 15.000 rupiah ter dollar AS. Lalu diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, turunnya harga minyak sebagai akibat rendahnya permintaan, cadangan devisa akan tergerus meski pada awal tahun ini mengalami peningkatan menjadi 131,7 miliar dollar AS.

Terganggunya aktivitas ekonomi global juga berdampak pada aktivitas ekonomi nasional dalam bentuk  lesunya investasi.

Yang tak kalah penting adalah turunya produktifitas nasional mengingat sebagian besar Industri dalam negeri masih bergantung pada sumber bahan baku impor. Akibatnya, terjadi gelombang efisiensi tenaga kerja, baik melalui pengurangan jam kerja/hari kerja dan pemutusan hubungan kerja.

Dampak  dan beban ekonomi nasional yang semakin dalam ini disebabkan oleh karakter atau corak produksi nasional yang sangat bergantung pada pada rantai produksi dunia (global supply chain). Hubungan perekonomian nasional dengan ekonomi global tidak diletakkan dan dibangun pada pondasi kemandirian ekonomi nasional.

C. Politik

Seperti diketahui, respon pemerintah Indonesia terhadap wabah korona dinilai sangat lambat. Penilaian itu bukan saja dari dalam, tetapi juga dari luar negeri. Di dalam negeri, sikap pemerintah sudah cukup membuat gundah di beberapa kalangan. Maka begitu diumumkan kasus pertama positif COVID-19, kepanikan massal dan simpang siur informasi terjadi. Perburuan masker, hand sanitizer, disinfektan terjadi dibanyak tempat. Lonjakan harga berbahan herbal dan seterusnya.  Hal ini diperparah dengan belum adanya informasi yang jelas untuk mengedukasi masyarakat terkait virus korona.

Selain itu, wabah virus korona juga membangkitkan virus politik golongan sisa-sisa pilpres, yang disertai dengan menyebaran berita hoaks, menggunakan isu korona untuk saling menyerang antar kelompok lalu menimbulkan polemik yang menjebak masyarakat untuk bersikap tidak produktif.  Akibat selanjutnya, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin menurun.

Keterlambatan respon pemerintah juga mengakibatkan tidak adanya tindakan konkrit dan terukur melalui garis koordinasi yang terpusat dan terpimpin secara khusus. Hal ini menyebabkan  adanya tindakan yang tidak sinkron antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Terjangkitnya Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, oleh virus korona akan berdampak pada terganggunya jalan roda pemeirntahan apalagi jika ada menteri lain juga terpapar.

D. Tindakan Negara

Dalam situasi global yang genting virus korona dan was-wasnya masyarakat dalam negeri, sikap negara masih cenderung memilih untuk menutup informasi yang dianggap penting untuk diungkapkan ke publik, misalnya soal daerah dan klaster yang menjadi pusat sebaran virus beserta protokol khusus untuk menyikapinya.

Respon negara yang seperti itu didorong oleh ketakutan akan dampak ekonomi, yang ditandai dengan disusunnya paket kebijakan ekonomi. Pemberian subsidi pada sektor pariwisata dan pendanaan buzzer juga membuktikan hal itu.

Sementara Satgas penanganan korona dibentuk tanpa adanya protokol yang baku yang dapat mengkoordinasikan seluruh jajaran dari pusat hingga daerah dalam satu kesatuan kerja yang terkoordinasi dan terpimpin dalam menghadapi korona. Terbukti, ada beberapa pemerintah daerah yang mengambil inisiatif kebijakan sendiri-sendiri. Yang terlihat, pemerintah daerah cenderung tidak terpimpin dari pusat sehingga terjadi misleading yang berakibat pada kesalahan dalam pengambilan kebijakan.

Posisi Partai Rakyat Demokratik

A. Negara harus cepat, tepat dan terpimpin dalam menghadapi Darurat Nasional Pandemi Korona.

Melihat situasi belum adanya tanda-tanda virus korona mereda di tingkatan global, dan terus meningkatnya kasus positif korona di dalam negeri, kami menilai sudah cukup dijadikan dasar bagi negara untuk  menyatakan status Darurat Nasional. Memastikan protokol yang sudah ada (sesuai WHO) dapat dijalankan secara nasional dan integratif melalui satgas yang sudah terbentuk. Maka Satgas harus berorientasi nasional. Hal ini penting agar tindakan aksi dari Pusat hingga Daerah bisa terkoordinir dan solid.

Informasi dan setiap perkembangannya harus disampaikan melalui satu pintu secara jelas dan terang-benderang untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat. Pemerintah jangan menutup-nutupi informasi yang seharusnya diketahui oleh publik agar dapat melakukan antisipasi secara mandiri.

Pemerintah harus lebih cerdas dalam mengambil tindakan terkait kasus ini dengan mengedepankan sisi kemanusiaan dan keselamatan serta kesehatan rakyat, sesuai mandat Pembukaan UUD 1945: melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia. Paket stimulus ekonomi harusnya difokuskan pada aspek pemenuhan kebutuhan pokok, obat-obatan, dan alat-alat kesehatan. Sektor ekonomi masyarakat (UMKM) justru menjadi penting untuk didukung sebagai antisipasi krisis global. Pengalaman membuktikan bahwa sektor UMKM yang menopang enonomi nasional saat terjadi goncangan.

B. Membangun Posko Tangkal Korona (POSTAKOR) yang berbasis pada partisipasi masyarakat terlatih.

Negara harus memobilisasi Rakyat semesta untuk menghadapi Pandemi Korona ini. Untuk negara, perlu melatih sebanyak-banyak relawan terkait pengetahuan praktis dan tindakan awal pencegahan Korona. Kemudian, di setiap lingkuan (RT/RW), dibentuk Posko. Posko ini dipimpin oleh tenaga kesehatan yang kompeten, yang terkoordinasi dengan Pemerintah dan fasilitas kesehatan yang diperuntukkan untuk pasien Korona. Posko juga berfungsi sebagai alat untuk mengedukasi warga terkait korona.

C. Pemeriksaan, Tes, dan Perawatan Gratis untuk Setiap Warga Negara Indonesia yang mengalami gejala terindikasi korona.

Setiap Puskesmas dan Rumah Sakit harus diberi arahan dan dibekali kemampuan untuk mengenali, mendeteksi, melakukan pengecekan/tes, dan merawat pasien virus korona. Untuk itu peralatan medis untuk mendektesi, mengetes, dan merawat pasien perlu diadakan oleh pemerintah. Selain itu, pemeriksaan, tes, dan perawatan pasien Korona harus digratiskan. Agar setiap warga Negara, termasuk yang paling miskin sekalipun, tidak canggung untuk mendatangi fasilitas kesehatan guna memeriksakan diri.

D. Pastikan Cadangan logistik Aman

Untuk mengantisipasi kondisi darurat yang parah, maka negara harus memastikan cadangan logistik, terutama pangan dan obat-obatan, tetap aman. Untuk ini dibutuhkan  regulasi setingkat Keputusan Presiden untuk memastikan :

  1. Industri makanan, minuman serta obat-obatan tetap berjalan dengan baik dengan sistem distribusi yang terkontrol.
  2. Menjamin penghasilan pekerja yang bekerja di rumah atau diliburkan di semua sektor tetap diberikan oleh perusahaan atau tempat kerjanya.

E. Hentikan Pembahasan Omnibus Law

Dalam situasi nasional yang darurat ini, sudah seharusnya proses legislasi Omnibus Law dihentikan. Disamping karena masih menuai polemik dan protes dari masyarakat, tak elok bagi pemerintah dan DPR tetap melanjutkan proses ini di tengah situasi bencana.

Selain itu, karena konsentrasi menghadapi korona, perhatian publik terhadap Omnibus Law juga berkurang. Aksi demonstrasi sebagai bentuk partisipasi Warga Negara untuk memberi masukan terkait RUU juga dibatasi seiring dengan kebijakan pemerintah terkait pembatasan sosial. Tidak ada situasi kemendesakan untuk memaksakan proses pembahasan Omnibus Law tetap dilanjutkan.

F. Menutup sementara perbatasan darat dan laut

Untuk melandaikan proses penyebaran Korona, agar jumlah pasien korona tidak melampaui daya tampung fasilitas kesehatan dan tenaga medis kita, maka pemerintah perlu mengambil langkah untuk pembatasan sosial, termasuk menutup sementara akses perbatasan darat dan laut. Hal ini untuk menghentikan potensi tersebarnya virus korona dari dan ke luar negeri.

Namun, diatas segalanya, poin-poin diatas hanya dapat dilakukan dengan syarat tidak ada lagi polemik, berita hoax dan saling serang antara golongan atau kubu politik. Kini saatnya nilai-nilai Pancasila kita praktekkan dalam memerangi virus korona. Untuk itu kami juga menyerukan: Bangun Persatuan dan Solidaritas Menghadapi Pandemi Virus Korona – COVID19.

*Pernyataan ini resmi dikeluarkan oleh Komite Pimpinan Pusat-Partai Rakyat Demoktatik (KPP-PRD)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid