Sedikitnya 50-an petani Tanjung Medang, kecamatan Kelekar, Kabupaten Muara Enim, mendatangi Kantor Mahkamah Agung di Jalan Merdeka Utara, Jakarta. Kedatangan para petani ini terkait dengan kasus kriminalisasi dua orang petani Tanjung Medang, Junaedi dan Kosim.
Sebelumnya, karena tuduhan pengrusakan pohong sawit, Junaedi dan Kosim ditahan oleh pihak kepolisian dan disidang di Pengadilan Negeri (PN) Muara Enim. Namun, berkat perjuangan petani dan bantuan hukum dari Pemerintah provinsi, akhirnya Junaedi dan Kosim divonis bebas oleh PN Muara Enim pada bulan April lalu.
Akan tetapi, pihak jaksa dan pengusaha menyatakan akan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Untuk itulah para petani Muara Enim datang ke Jakarta dan berharap agar pihak hakim MA bisa bersikap netral terhadap kasus tersebut.
“Kami berharap hakim MA bisa bersikap netral. Jangan sampai mereka dibeli oleh pihak pengusaha. Nanti, rakyat Tanjung Medang yang menjadi korban,” kata Sibawahi, salah seorang aktivis Front Pemerintahan Rakyat Miskin (FPRM) saat melakukan orasi.
FPRM merupakan gabungan dari berbagai organisasi, diantaranya, Partai Rakyat Demokratik (PRD), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Serikat Tani Nasional (STN), PB.Frabam, Front Rakyat Menggugat (FRM), dan Front Perjuangan Rakyat (FPR).
MA Belum Menerima Berkas Perkara
Menurut Humas Mahkamah Agung (MA), Edi Yulianto, pihaknya belum menerima berkas perkara kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Muara Enim. “Berkas masih ada di PN Muara Enim,” katanya.
Yulianto meminta petani untuk juga terlibat mengecek langsung berkas perkara itu di Pengadilan Negeri Muara Enim. “Kemudian, kalau dibilang sudah dikirim, minta nomor pengantarnya ke Mahkamah Agung.”
Sementara itu, Junaedi, yang diberi kesempatan langsung berbicara dengan humas MA, menjelaskan bahwa pihaknya mendengar kabar mengenai upaya kasasi oleh PN Muara Enim dan pengusaha.
Junaedi juga meminta MA membatalkan kasasi tersebut. “Kami datang jauh-jauh dari Muara Enim ke Jakarta untuk berjuang. Saya hanya korban kriminalisasi. Itu terjadi karena saya membela rakyat Tanjung Medang dari kesewenang-wenangan pihak pengusaha.”