Perjuangan Kaum Perempuan Hari Ini

Hari ini kita rayakan Hari Perempuan Sedunia atau International Women Day (IWD). Telah lebih dari satu abad, perayaan ini menjadi tradisi pergerakan progresif di seluruh dunia. Sejarah IWD merupakan peringatan atas kemenangan hak politik perempuan, dan kemudian membawa misi pembebasan perempuan dari berbagai belenggu sosial; ekonomi, politik, dan budaya. Hari ini, hak-hak kaum perempuan mungkin telah diakui secara formal, atau di atas kertas, tapi dalam kenyataan masih begitu banyak ketimpangan dan diskriminasi. Oleh karena itu arti penting peringatan Hari Perempuan Sedunia perlu diuraikan dalam kenyataan sosial saat ini.

Kaum perempuan masih dibelenggu oleh kebudayaan feodal yang bertalian dengan tata masyarakat kapitalisme. Kedua-duanya, baik feodalisme di lapangan budaya maupun kapitalisme di lapangan ekonomi-politik, menggandeng cara pandang patriarki yang merendahkan kaum perempuan dari posisi mulianya. Cara pandang ini menempatkan perempuan terpenjara pada urusan domestik atau kerumahtanggaan, tanpa disadari bahwa rumah tangga merupakan unit ekonomi terkecil dari keseluruhan tata kehidupan masyarakat.

Akibatnya, tidak saja ketika keluar dari lingkungan domestik tenaga kerja perempuan dihargai lebih murah. Kaum perempuan kemudian mulai dipaksa mengikuti berhala konsumsi sebagai syarat bagi “kehidupan” sosialnya. Hermawan Kertajaya, seorang pakar marketing ternama, pun menyebut kaum perempuan sebagai sasaran pasar yang paling potensial. Produk kosmetik, pakaian dan perhiasan, alat-alat perlengkapan rumah tangga, sampai produk untuk anak-anak, menjadikan perempuan sebagai sasaran pembeli. Seakan perempuan tidak dapat hidup sebagai selayaknya perempuan bila tidak memiliki atau mengkonsumsi berbagai produk tersebut.

Paksaan kapitalisme, terutama dalam fase neoliberalisme sekarang, untuk konsumsi tersebut terjadi di tengah kondisi perempuan yang masih terdiskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan lain. Pada bidang pendidikan, jumlah anak perempuan yang putus sekolah sepuluh persen lebih tinggi dari anak laki-laki. Dalam bidang ekonomi, jumlah pekerja perempuan yang tidak dibayar lebih banyak dari laki-laki. Pun bagi yang dibayar tetap menghadapi diskiriminasi dan ancaman PHK saat harus melalui masa kehamilan dan melahirkan. Sementara yang merantau sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) misalnya, kerap menghadapi ancaman kekerasan dan penipuan tanpa perlindungan negara. Kaum perempuanlah, karena domestifikasinya, yang pertamakali merasakan beban ketika ekonomi keluarga memburuk. Apalagi peran di lapangan politik, selain kuota bagi politisi perempuan yang sering dibicarakan, kita dapat melihat peran perempuan yang masih sangat minim dalam berbagai lapangan politik lain, baik dalam organisasi-organisasi politik, lembaga pemerintah di berbagai tindakan, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Masih banyak deretan masalah lain yang dapat disebutkan.

Dalam deretan masalah tersebut, ada hal yang diketahui bersama, bahwa penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan terjadi di tengah penindasan dan diskriminasi terhadap rakyat miskin secara keseluruhan. Konsekuensinya adalah agenda perjuangan kaum perempuan harus bertemu dalam satu barisan dengan perjuangan rakyat secara keseluruhan. Dalam proses ini langkah-langkah afirmatif (diskriminasi positif) tentu sangat diperlukan, tidak saja oleh pemerintah, tapi oleh seluruh masyarakat, dalam organisasi-organisasi sosial dan politik. Namun yang terpenting adalah upaya dari kaum perempuan sendiri untuk melepas diri dari belenggu diskriminasi dan mengambil bagian dalam tiap-tiap perjuangan rakyat. Karena partisipasi politik perempuan dalam perjuangan melawan neoliberalisme akan menentukan pembebasannya. Selamat Hari Perempuan Sedunia!

Leave a Response