“Manusia Perahu” Potret Pembangunan Yang Abai Orang Miskin

Sudah sepekan ratusan warga korban penggusuran Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, hidup di atas perahu. Banyak yang menyebut mereka “manusia perahu”.

Mereka adalah warga korban gusuran yang menolak direlokasi ke rumah susun (Rusun) Rawa Bebek dan Marunda. Sebab, lokasi rusun tersebut sangat jauh dari laut. Padahal, sebagian besar warga ini bekerja sebagai nelayan atau buruh pelabuhan Pasar Ikan.

Menyikapi nasib “manusia perahu” ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta berpendapat, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta telah melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).

“Merujuk pada Pendapat Umum PBB Nomor 4 Tahun 1991 tentang Perumahan yang Layak, pemerintah harus menjamin bahwa relokasi korban penggusuran harus memerhatikan akses mereka terhadap mata pencaharian,” kata Alldo Fellix Januardy, pengacara publik LBH Jakarta, melalui siaran pers di Jakarta, Senin (18/4).

Aldo menambahkan, penolakan “manusia perahu” direlokasi ke rusun menandakan bahwa Provinsi DKI Jakarta tidak pernah melakukan proses musyawarah atau dialog yang baik dengan warga saat merencanakan penggusuran.

Namun, bukan kali ini saja Pemda DKI Jakarta melakukkan penggusuran tanpa dialog. Merujuk pada hasil penelitian LBH Jakarta, dari 113 kasus penggusuran di Ibukota, 84 persen adalah penggusuran paksa yang tidak didahului dengan dialog.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga kerap menggunakan kekerasan dengan melibatkan aparat tak berwenang. Faktanya, sebanyak 57 persen dari 113 penggusuran di DKI Jakarta tahun 2015 melibatkan TNI dan Polri.

“Padahal, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang POLRI dan Undang-Undang TNI,” jelas Alldo.

Lebih jauh, Alldo mengingatkan, Pemprov DKI Jakarta juga harusnya patuh pada hukum dengan memberi kesempatan kepada warga menguji kepemilikan mereka atas tanah.

Dia merujuk pada asas rechtsverwerking Pasal 1963 jo. Pasal 1967 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang memberikan hak kepemilikan kepada mereka yang sudah menguasai tanah selama lebih dari 20 tahun.

“Menggusur tanah mereka secara sepihak sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga tidak memiliki sertifikat Hak Pengelolaan sama saja dengan menerobos hukum,” tegasnya.

Disamping itu, lanjut dia, Undang-Undang Perbendaharaan Negara juga mewajibkan pemerintah melakukan sertifikasi Hak Pengelolaan terhadap lahan yang diklaim sebagai miliknya. Faktanya, mayoritas kasus penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta tidak dapat menunjukkan bukti tersebut.

Risal Kurnia

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid