“Kami Berbaris di Sini, demi Jaminan Kesehatan Rakyat Semesta!”

Sinar matahari tak begitu terik, awan hitam tipis terus berarak seakan menemani para pendemo sepanjang aksi berjalan. Meskipun waktu menunjukan beranjak menuju siang, namun terik matahari tak terasa saat itu.

Tepat sekitar jam 11.00 siang, sekitar 300 massa dari Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRM), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), dan Aksi Perempuan Indonesia (API) Kartini berkumpul tepat di depan Patung Kuda Indosat di Jalan Merdeka Barat.

Yel-yel pun berkumandang. “BPJS Gagal, Wujudkan JAMKESRATA,” demikian yel-yel mereka. Tak berselang lama, menjelang matahari tegak di atas kepala, massa aksi bergerak menuju Taman Aspirasi, di depan Istana Negara.

Kali ini, gabungan rakyat miskin, buruh, mahasiswa dan aktivis perempuan ini hendak menggugat penyelenggaraan jaminan sosial oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS).  Sekaligus untuk menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang kenaikan iuran peserta mandiri BPJS sebesar 100 persen.

“Sejak diberlakukannya BPJS pada 31 Desember 2013 di jaman Pemerintahan SBY, kita tahu dan kita melihat bahwa lembaga ini sebetulnya telah menyalahi prinsip Pancasila, ” kata Syamsudin Saman dari corong mobil komando.

Syamsuddin Sama, pengurus Eksekutif Nasional (Eksnas) LMND, ditunjuk selaku Korlap Aksi. Uniknya, ia ditemani oleh koleganya dari LMND juga, yang namanya sama: Samsuddin. Bedanya, yang belakangan ejaan namanya tidak pakai huruf Y.

“Kesehatan adalah Hak setiap warga. Karena itu, Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak sesuai dengan Pasal 34 butir ketiga UUD 1945,” katanya mengagitasi massa aksi.  

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Pasal 28 H butir kedua UUD 1945,” lanjutnya. 

Saat Korlap mulai melantangkan orasi, beragam poster dan bendera mulai teracun di tengah-tengah barisan aksi. Juga spanduk berisi tuntutan aksi. Puluhan Bendera Merah Putih, dikawal oleh oleh bendera dari SRMI, LMND, FNPBI, dan API Kartini, turut berkibar.

Sebuah spanduk besar berukuran lebar 1,5 meter dan panjang 4,5 meter membentang pada barisan terdepan tepat di belakang Mobil Komando, dengan tulisan: “BPJS GAGAL, BUBARKAN. WUJUDKAN JAMKESRATA.”

“Segera rapatkan dan rapikan barisan,” ujar Wakorlap Samsuddin.

“Kita akan memulai aksi damai kita hari ini. Kita akan menyuarakan keberatan terhadap rencana pemerintah menaikan iuran keanggotaan mandiri BPJS sekaligus memberikan solusi alternatif atas defisit dan carut marutnya sistem pelayanan kesehatan yang ada sekarang,” katanya.

Setelah barisan terlihat rapi, Korlap dan Wakorlap mulai menyerukan pada peserta aksi untuk mempersiapkan diri menuju istana.

Massa pun mulai bergerak menyusuri jalan Medan Merdeka Barat menuju Istana. Sepanjang jalan, massa aksi tak berhenti meneriakkan yel-yel: “BPJS GAGAL . . . BUBARKAN. WUJUDKAN JAMKESRATA”.

Perjalanan dari kawasan Patung Kuda menuju Istana yang kurang lebih berjarak 700 meter ditempuh peserta kurang lebih tiga puluh menit. Aparat kepolisian turut mengatur lalu-lintas, sehingga barisan massa aksi tidak begitu mengganggu arus lalu-lintas di sepanjang jalan Merdeka Barat.

Selayaknya payung hitam raksasa, awan mendung yang terhampar diatas awan berupa kumpulan uap air yang mencapai titik jenuh diciptakan oleh alam untuk memberikan keteduhan bagi siapapun mahluk ciptaan Tuhan yang ada dibawahnya. Termasuk meneduhkan massa aksi dari terik matahari.

Begitu sampai di Taman Aspirasi, yang tepat berada di samping kanan Istana Negara, sebagian massa aksi—terutama ibu-ibu yang lansia dan yang punya balita—mencari tempat untuk beristirahat sejenak.

Sementara Korlap dan Wakorlap Duo Sam mulai merapikan barisan. Menyerukan peserta aksi untuk berkumpul disekitaran Mobil Komando sambil menunggu orasi dari masing-masing perwakilan organisasi.

“Sesungguhnya persoalan kesehatan sudah menjadi perhatian penguasa semenjak Kolonialisme Belanda mulai bercokol ditanah Nusantara,” ujar Lukman Hakim, Ketua Umum FNPBI, ketika memberi orasi paling pertama.

“Dan sejak pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949, melalui Prof. G.A. Siwabessy selaku Menteri Kesehatan pada saat itu telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 tahun 1968 dengan membentuk Badan Penyelenggaran Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK). Namun sayang, peraturan pemerintah itu hanya mencakup para PNS dan penerima pensiun beserta keluarganya,” tuturnya.

“Selanjutnya, pada tahun 1984, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 dengan membentuk BUMN Perum Husada Bhakti (PHB) untuk menggantikan BPDPK guna memperluas jangkauan cakupan hingga para Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya,” tambahnya.

“Dan pada tahun 1992, Perum Husada Bhakti diubah statusnya menjadi PT Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1992. Keanggotaan PT Askes (Persero) pun diperluas hingga mencakup para karyawan BUMN,” tambahnya lagi.

Menurut Lukman, hingga di masa pemerintahan SBY, muncul program Asuransi Kesehatan Rakyat Miskin (Askeskin) Askeskin kemudian berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Hingga 2010, program ini berhasil meng-cover 76,4 juta rakyat Indonesia.

“Terlepas dari kelemahannya, program Jamkesmas yang kemudian diperkuat di daerah dengan Jamkesda, jauh lebih baik bagi rakyat ketimbang BPJS sekarang ini,” kata Lukman.

Ia pun menagih komitmen Jokowi untuk menerapkan sistim jaminan sosial yang selaras dengan mandat konstitusi, yang tidak membebani rakyat dengan iuran dan tidak diskriminatif.

Sementara orasi-orasi berlangsung, Ketua Umum SRMI Wahida Baharuddin Upa dan Ketua Umum FNPBI Lukman Hakim dipanggil untuk berdialog dengan Kantor Staf Presiden (KSP).

Diterima oleh Staff Deputi IV KSP, Johanes Joko, Wahida menjelaskan alasan aksi yang dilakukan siang hari itu sekaligus memberikan dokumen sikap Organisasi berkaitan dengan carut marut pelaksanaan BPJS selama ini.

Sementara di depan Istana Negara, para orator terus menyemangati para peserta aksi. Kini giliran Ketua Umum API Kartini, Diena Mondong, memberikan orasinya.

Dia bicara tentang perlunya jaminan kesehatan yang terjangkau (affordable) dan mudah diakses bagi perempuan. Dia bercerita tentang angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia yang masih sangat tinggi, yakni 305 per 1000 kelahiran hidup.

Dia juga menyinggung perawatan kesehatan reproduksi yang harus rutin bagi perempuan. Sebab, sistem dan organ reproduksi yang tidak sehat sangat rentan terhadap beragam penyakit, mulai dari Vaginitis hingga kanker.

“Kanker serviks dan payudara adalah pembunuh nomor satu bagi perempuan di Indonesia,” katanya.

Karena itu, dia menegaskan, layanan kesehatan menjadi kebutuhan dasar yang sangat penting bagi perempuan.

Giliran Ketua Umum LMND, Mohamad Asrul, naik ke panggung memberikan orasinya. Ia menegaskan soal hubungan Pancasila dan kesehatan sebagai hak dasar rakyat.

“Persoalan kesehatan adalah persoalan pokok dan mendasar dari yang namanya Hak warga negara. Semua warga negara, tanpa pandang bulu kaya atau miskin, tanpa memandang tua atau muda, di dalam negara yang katanya Pancasila tidak boleh ada lagi diskriminasi perlakuan kesehatan. Tidak boleh ada lagi kita mendengar adanya anak bayi yang meninggal karena Rumah Sakit tidak mau menerima dikarenakan orang tuanya tidak bisa menunjukan identitas kepesertaan BPJS,” katanya dengan berapi-api dari atas mobil komando.

“Pancasila harus dimaknai bahwa tidak boleh lagi anak bangsa ini mengalami busung lapar seperti yang menimpa saudara-saudara kita beberapa waktu lalu di Papua,” ujarnya.

“Selama masih ada kemiskinan, selama masih ada kelaparan, dan selama masih ada anak putus sekolah dikarenakan ketiadaan biaya, maka selama itu pula sebetulnya Pancasila hanya sebatas kata-kata. Karena itu, Pancasila harus kita menangkan, agar menjadi norma perilaku dan kebijakan ber-Negara,” tegasnya.

Menurutnya, jika rakyat tetap dipersulit mengakses layanan kesehatan, bahkan didiskriminasi, maka Pancasila yang digaungkan penguasa hanyalah tameng belaka.

Di tengah-tengah aksi, sambil menunggu hasil audiensi dengan KSP, DPP API KARTINI merayakan Ulang Tahunnya sambil meniup lilin diatas Roti Tart. Organisasi yang berdiri sejak Desember 2014 ini genap berusia lima tahun.

Tak lama kemudian, Wahida dan Lukman sudah kembali dari dialog dengan KSP. Keduanya langsung naik ke mobil komando, mengambil corong, dan mengumumkan hasil pertemuan.

“KSP siap menggelar FGD (Focus Group Discussion) untuk membahas sistem jaminan sosial yang tepat ke depan untuk rakyat Indonesia,” kata Wahida.

Usai pengumuman singkat itu, massa mulai bergegas meninggalkan Istana Negara. Mereka melanjutkan aksi ke kantor Kementerian Kesehatan RI di jalan HR Rasuna Said.

Mobil aksi yang mengangkut peserta pun dipersiapkan. Beberapa metromini dan Angkot. Perjalanan memakan waktu kurang dari setengah jam.

Sesampai di depan Gedung Kementerian Kesehatan, Perwakilan Kemenkes sudah bersiap-siap menyambut kedatangan massa aksi. Mereka siap berdialog dan berdikusi tentang masa depan layanan kesehatan di Indonesia.

Korlap pun menggelar orasi tepat di depan pintu masuk kantor Kementerian yang mengurus kesehatan seluruh rakyat Indonesia itu. Sementara massa berbaris tepat di mulut pintu.

“Rakyat jangan dipersulit untuk mengakses kesehatan. Kalau tak bayar iuran, terus dikejar-kerja, bahkan diancam mau dicabut hak layanan publiknya,” tegas Wahida.

Harusnya, kata dia, dengan modal KTP sebagai bukti warga Negara, setiap rakyat Indonesia bisa mengakses layanan kesehatan di mana saja mereka berdomisili.

“Itu prinsip yang kami perjuangkan lewat program yang kami sebut Jaminan Kesehatan Rakyat Semesta atau disingkat Jamkesrata,” kata Wahida.

Usai orasi dari Ketua Umum SRMI itu, 10 perwakilan massa aksi diterima berdialog dengan pejabat Kementerian Kesehatan. Tak hanya berdialog, perwakilan massa aksi juga menyerahkan draft konsep Jamkesrata.

“Ini solusi sekaligus sumbangsih pikiran kami untuk kemajuan kesehatan rakyat Indonesia,” kata Wahida saat menyerahkan draft tersebut ke pejabat Kemenkes RI.

Bersamaan dengan aksi di Jakarta, Senin (16/12), sejumlah kota dan kabupaten di Indonesia juga melangsungkan aksi, seperti di Palu dan Luwuk Banggai di Sulawesi Tengah; Kaltara; NTB; Malang, Tuban dan Surabaya di Jawa Timur;  Larantuka, Ende; Kupang di NTT; Garut dan Kabupaten Bogor di Jawa Barat; Serang dan Pandeglan di Banten; Makasar dan Palopo di Sulawesi Selatan.

Kelik Ismunanto

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid