Lima puluh dua tahun lalu Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) dan Tentara Pembebasan Rakyat lahir. Kekuatan ini muncul di tengah dunia yang penuh ancaman terhadap gerakan sosial yang berkomitmen terhadap kesetaraan dan melawan intervensi asing.
Saat ini FARC-EP memiliki 13.892 anggota yang terdiri dari 6.382 kombatan dan 7.510 anggota yang menjadi bagian dari jaringan pendukung.
Sekarang proses perdamaian antara FARC-EP dan pemerintah Kolombia sedang menjalani masa puncaknya sehingga menjadi perhatian dunia. Terkait itu berikut kami turunkan tulisan mengenai beberapa fakta penting FARC-EP yang disarikan dari Telesur dan sumber lainnya.
1. Awal mula: Dalam Perburuan
FARC-EP diluncurkan tahun 1964 oleh kelompok petani, setelah ratusan ribu orang terbunuh dalam periode paling penuh kekerasan dalam sejarah Kolombia yang dikenal dengan “La Violencia.”
Pemerintah Amerika Serikat coba untuk menghancurkan gerakan dan kekuatan Kiri di seluruh kawasan Amerika Latin dan Karibia pada dekade 1960-an.
Setiap ungkapan kerakyatan yang menginginkan reformasi system ekonomi, sosial dan politik dipandang sebagai ancaman komunis yang harus dimusnahkan.
Di sisi yang lain, Kolombia menjalani salah satu momentum paling berat dalam sejarahnya. Kepemilikan lahan condong memihak golongan kaya dengan subsidi kepada pemilik tanah besar yang mengorbankan rakyat miskin. Ribuan petani digusur dari tanahnya.
2. Politik: Kekuasaan untuk Rakyat
Tujuan utama dari FARC-EP adalah merebut kekuasaan politik di negeri tersebut melalui jalan pemberontakan dan perjuangan bersenjata.
Mereka melawan kapitalisme, imperialism, neoliberalisme, perang, penghancuran lingkungan hidup, patriarki dan segala bentuk diskriminasi. Mereka percaya pada integrasi kawasan Amerika Latin dan Karibia, serta hak menentukan nasib sendiri bagi semua bangsa.
3. Kekuatan Asing
Amerika Serikat dan Kolombia menganggapnya sebagai organsiasi teroris, tapi bagi sebagian negara Amerika Latin mereka bukan teroris, termasuk Ekuador, Brasil dan Venezuela. Mendiang Presiden Hugo Chavez meminta penguasa Kolombia untuk mengakuinya sebagai sebuah kekuatan militer dalam rangka memulai penyelesaian konflik.
Amerika Serikat mengkritik keras kelompok ini terutama atas penggunaan taktik kekerasan, namun sama sekali diam atas keberadaan kekuatan paramiliter (sayap kanan) di Kolombia dan kekejaman mereka. Di akhir 1990-an pemerintah Amerika Serikat dan Kolombia meluncurkan program Plan Colombia, sebuah rancangan pembiayaan AS untuk menyingkirkan kekuatan-kekuatan Kiri di Kolombia.
4. Kekuatan Perempuan
Sekitar 40 persen dari anggota FARC-EP adalah perempuan. Mereka adalah petarung yang tangguh. Bahkan setelah menderita cedera dalam pertempuran mereka tetap mengabdi dalam FARC-EP.
Sejumlah perempuan telah menjadi komandan atas dasar kapasitas dan kecakapan mereka. Pimpinan FARC-EP berulangkali menyatakan bahwa perempuan masuk ke dalam kekuatan ini di bawah syarat yang sama dengan laki-laki.
Mereka juga menjadi asset penting dalam proses perdamaian dengan pemerintah Kolombia. Mereka memimpin negosiasi-negosiasi resmi dalam beberapa topik mulai dari integrasi politik sampai dengan partisipasi perempuan serta sector-sektor tertindas lain dalam masyarakat.
5. Proses Damai
Tahun 2011 FARC-EP dan pemerintah Kolombia setuju untuk memulai pembicaraan damai di Havana, Kuba, untuk mencapai kesepakatan damai termasuk mengenai gencatan senjata dan pelucutan senjata.
FARC-EP dan kelompok-kelompok hak asasi di Kolombia berulangkali mengatakan bahwa perdamaian tidak dapat dicapai apabila pemerintah tidak mengakui keberadaan paramiliter sayap kanan dan mengambil langkah kongkrit untuk melucuti mereka.
Perjanjian damai akhir ditandatangani tanggal 26 September 2016 mencakup persoalan reformasi agraria, partisipasi politik, obat terlarang, hak-hak korban, keadilan transisi dan implementasi.
6. Referendum
Tanggal 2 Oktober 2016 pemerintah Kolombia menyelenggarakan referendum untuk meminta persetujuan rakyat Kolombia terkait kesepakatan damai tersebut. Dalam referendum yang hanya diikuti oleh 40% pemilih ini kubu pro-perdamaian kalah tipis dibandingkan yang menentang. Tercatat 50,23% menolak dan 49,76% menerima pakta perdamaian tersebut.
Kubu yang menolak perdamaian dipimpin oleh mantan presiden sayap kanan, Alvaro Uribe, yang mengkapitalisasi sentimen pemilih melaui butir kesepakatan tentang amnesti bagi mantan gerilyawan FARC-EP.
Namun hasil referendum ini bersifat tidak mengikat. Baik pimpinan FARC-EP, Timoleon Jimenez, maupun Presiden Juan Manuel Santos, menyatakan tetap berkomitmen terhadap isi kesepakatan damai.
Dominggus/Telesur