Inilah 10 Klub Sepak Bola yang Terpengaruh Kiri

Lapangan hijau bukan hanya palagan untuk memperebutkan piala. Juga bukan sekedar lahan bagi para pemodal untuk berebut keuntungan. Sejarah membuktikan, lapangan hijau juga menjadi palagan pertarungan politik.

Sudah sedari dulu, sepak bola menjadi ruang memperjuangkan ekspresi politik. Dari paling kiri hingga paling kanan. Bahkan, tak sedikit klub sepak bola berdiri untuk tujuan politik.

Nah, bicara politik kiri, sepak bola tak kering dengan kisahnya. Mulai dari sejarah klub, pelatih, pemain, hingga suporternya.

Di sini, kiri berarti keberpihakan pada mereka yang lemah dan tertindas (kelas pekerja, kelompok minoritas, dan bangsa-bangsa yang masih terjajah). Kiri juga berarti keberpihakan pada kesetaraan dan solidaritas kemanusiaan.

Berikut ini, saya beberkan 10 klub sepak bola di atas muka bumi ini yang terpapar ide-ide dan politik kiri:

AS LIVORNO (ITALIA)

Livorno adalah salah satu kota di Italia yang paling kaya dengan sejarah kirinya. Di kota inilah, Partai Komunis Italia berdiri tahun 1921. Sejak itu, gambar palu-arit dan bandiera rossa (bendera merah) tak pernah hilang di kota ini.

Warga Livorno punya klub sepak bola yang tak kalah kirinya. Namanya: Associazione Sportiva Livorno Calcio (AS Livorno). Berdiri sejak 1915, faham kiri dalam AS Livorno tak pernah lekang oleh waktu.

Berusia sudah lebih seabad, poster dan bendera bergambar Che Guevara, Lenin, Antonio Gramsci dan Fidel Castro masih terus berkibar di tribun suporter stadion Armando Picchi. Tak ketinggalan Bandiera Rossa dan Palu Arit.

AS Livorno punya barisan suporter fanatik. Dari komunis hingga anarkis. Salah satunya: Brigate Autonome Livornese 99, yang berdiri tahun 1999.

Selain suporter, AS Livorno punya pemain legendaris yang tak kalah kirinya. Dia adalah Cristiano Lucarelli. Bukan sekedar agitator komunisme, Lucarelli termasuk striker paling berbahaya di Seri A. Di musin 2004-2004, dia menjadi Top Scorer dengan koleksi 24 gol.

Uniknya, setiap mencetak gol di gawang lawan, Lucarelli akan lari ke arah suporternya, lalu menunjukkan kaos bergambar Che Guevara. Ini dilakukan tak hanya saat membela AS Livorno, tapi juga saat membela Italia di Piala Dunia.

AS Livorno juga bukan klub ecek-ecek. Di Seri A, AS Livorno pernah jadi runner-up dua kali. Hanya saja memang, untuk musim 2018-19 ini, AS Livorno harus berlaga di Seri B.

HAPOEL TEL-AVIV (ISRAEL)

Bicara Israel, mungkin bayangan anda hanya zionisme. Tunggu dulu, di Israel, tradisi dan gerakan kiri juga cukup kuat loh. Dari partai komunis, partai buruh, hingga kiri-tengah.

Nah, pengaruh kiri ini hadir juga di lapangan hijau. Dan itu lewat klub di kota terbesar di Israel, Tel Aviv. Nama klub itu: Hapoel Tel Aviv. Berdiri sejak 1923, Hapoel sangat dekat dengan kelas pekerja. Hapoel sendiri berarti “pekerja”. Kiri banget, kan?

Selain identik dengan merah (the reds), suporter Hapoel juga kerap mengerek bendera bergambar Karl Marx dan Che Guevara. Mereka menentang rasisme dan zionisme. Secara politik, Hapoel Tel Aviv dekat dengan partai kiri.

Hapoel Tel Aviv berlaga di liga elit Israel: Israel Primer League (IPL). Sayang, di musim ini, posisi Hapoel Tel Aviv agak terpuruk di papan bawah.

Di IPL, Hapoel Tel Aviv punya rival abadi: Beitar Jerussalem F.C. Berbeda dengan Hapoel, Beitar Jerussalem jusru sangat fasis dan rasis. Mereka tak pernah mau menerima pemain keturunan Arab. Pernah, di tahun 2013, klub ini memasukkan dua pemain muslim. Supoternya langsung protes keras.

Nah, kalau Hapoel justru sebaliknya. Mereka klub yang terbuka bagi semua bangsa dan agama. Mereka anak semua bangsa.

Tak hanya kiri di stadion, suporter Hapoel juga kerap ikut berdemonstrasi di jalanan bersama gerakan buruh, feminis, gerakan lingkungan dan partai-partai kiri.

FC ST. PAULI (JERMAN)

Di kota Hamburg, Jerman, ada klub sepak bola berhaluan kiri. Namanya: FC St. Pauli. Berdiri sejak 1910, FC St. Pauli termasuk klub tua di tanah Jerman.

Terpapar ide-ide kiri, FC St. Pauli menjadi klub pertama di Jerman yang secara terbuka menentang segala yang berbau kanan di kandang mereka: stadion Millerntor.

Di setiap pintu masuk stadion mereka tertulis kata-kata: “Tidak ada tempat untuk: Homophobia, Fasisme, Sexisme, dan Rasisme.”

Uniknya, seluruh suporter fanatik klub ini bernaung di bawah simbol yang unik: tengkorak dan dua tulang yang saling menyilang.

Sayang, FC St.Pauli hanya berlaga di Bundesliga II. Itu pun, di musim ini, posisinya agak terpuruk di papan bawah.

AC OMONIA (SIPRUS)

Di Siprus, negeri yang dekat dengan Yunani, berdiri sebuah klub sepak bola berhaluan kiri. Namanya: AC Omonia. Klub ini didirikan oleh kaum komunis.

Klub yang berdiri sejak 1948 ini dianggap wakil kelas pekerja di lapangan hijau. Sebuah survei menunjukkan, lebih 80 persen suporter klub ini adalah pendukung Partai Progressif Rakyat Pekerja (AKEL).

AC Omonia bermain di Divisi Utama Siprus. Di liga elit Siprus itu, AC Omonia punya seteru abadi: APOEL. Berbeda dengan AC Omonia, APOEL berhaluan kanan.

Di musim ini, prestasi AC Omonia di liga cukup bagus. Mereka sementara ini menduduki peringkat ke-2.

RAYO VALLECANO (SPANYOL)

Jika Real Madrid dikenal sebagai klub kanan. Bahkan raksasa Spanyol ini dulu menjadi klub kebanggan Diktator fasis Jenderal Franco.

Maka, di kota Madrid juga, ada klub kiri. Namanya: Rayo Vallecano. Selain sangat anti-fasis, klub sepak bola yang berdiri sejak 1924 ini juga sangat kiri. Klub ini sering menyebut diri sebagai corong kelas pekerja dan rakyat tertindas.

Pernah terjadi, di tahun 2014, seorang lansia bernama Carmen Martinez Ayudo (85 tahun) diusir paksa dari rumahnya. Ia terjebak kredit perumahan. Kejadian itu heboh di media. Klub dan suporter Rayo Vallecano tergerak.

Usai laga melawan Celta Vigo, yang dimenangi oleh Rayo Vallecano, klub dan suporter mendatangi rumah nenek Carmen. Selain mengumpulkan uang untuk rumah baru, suporter dan tim juga membentangkan spanduk: “Penggusuran oleh Negara Sakit, Solidaritas Rakyat Pekerja.”

Jadi, tak hanya membentangkan spanduk dan bendera bergambar Che Guevara, klub ini terlibat langsung dalam membela hak-hak pekerja dan warga di lingkungannya.

CELTIC FC (GLASGOW)

Celtic FC, klub sepak bola yang bermarkas di kota Glasgow, Skotlandia, boleh jadi salah satu klub tertua di dunia. Klub ini berdiri 1887 atau sudah berusia 132 tahun.

Celtic punya sejarah mulia. Klub ini berawal dari empat. Ya, empati. Jadi, di tahun 1880-an itu, banyak pengungsi Irlandia yang terlunta-lunta di kota Glasgow. Bahkan banyak yang tercekik kelaparan.

Terpanggil oleh keadaan itu, klub ini berdiri. Tujuannya untuk menggalang dana, agar bisa menolong orang-orang yang terlunta-lunta dan kelaparan. Mulia sekali.

Sebagai klub yang lahir dari empat, tak salah jika DNA Celtic memang kiri. Mereka menentang imperialisme Inggris. Mereka selalu bersuara untuk bangsa-bangsa tertindas, termasuk Palestina.

Salah satu kelompok suporter mereka, Brigade Hijau (Green Brigade), mengambarkan dirinya sebagai “front luas bagi semua suporter yang menentang fasisme, rasisme, sektarianisme dan imperialisme.”

OLYMPIQUE DE MARSEILLE (PERANCIS)

Marseille, kota terbesar kedua di Perancis dan sekaligus titik temu beragam manusia dan budaya, menjadi rumah bagi salah satu kesebelasan tertua di Perancis: Olympique de Marseille.

Berdiri sejak 1899, Olympique de Marseille tak hanya kaya prestasi, tetapi suporternya terkenal sangat anti-fasisme. Ultras Marseille, barisan fanatik suporter Marseille, merupakan musuh bebuyutan suporter fasis dan rasis di Perancis maupun Eropa. Mereka sangat benci Hooligan.

Seteru utama Marseille adalah Paris Saint Germain (PSG). Sementara PSG dianggap mewakili pemodal dan ultra-kanan, Marseille mewakili kelas pekerja dan rakyat jelata.

Kalau suporter bisanya hanya membangun aliansi antar suporter dari sebuah klub, suporter Marseille punya aliansi segitiga bersama dengan AS Livorno (Italia) dan AEK Athena (Yunani).

BEŞIKTAŞ (TURKI)

Besiktas adalah satu dari tiga raksasa sepak bola Turki: Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray. Sementara Fenerbahce dan Galatasaray mewakili kanan, maka Besiktas mewakili kiri.

Besiktas sering disebut halk takim, yang berarti “tim rakyat”, sudah berdiri sejak 1903. Di website resminya, Besiktas menjelaskan manifestonya sebagai “tim rakyat”:

  • Kami selalu berpegang pada kesopanan;
  • Kami tidak akan melakukan diskriminasi ras, bahasa, agama, warna kulit, status, maupun gender. Kami bergaul dengan semua orang dengan toleransi;
  • Kami tahu betapa bernilainya kerja keras dan kelas pekerja;
  • Kami peka terhadap isu sosial. Kami berdiri menentang ketidakadilan.

Besiktas punya barisan suporter yang disebut Carsi. Mereka sebagian besar berasal dari latar-belakang kelas pekerja dan mahasiswa radikal. Tak hanya hadir di tribun, mereka juga kerap terlibat aksi demonstrasi, termasuk peringatan Hari Buruh Sedunia.

AEK ATHENA (YUNANI)

AEK Athena berdiri tahun 1924, dari tangan para pengungsi. Dalam perkembangannya, klub ini semakin dekat dengan kelas pekerja.

AEK Athena punya asosiasi suporter bernama “Originale 21”. Slogan mereka: “Fuck Modern Football”. Kelompok ini terjalin dalam front dengan suporter dari klub Eropa lainnya yang berhaluan kiri, seperti AS Livorno, Olympique de Marseille, dan FC St. Pauli.

Karena itu, selain terlibat menyikapi isu-isu sosial di yunani, kelompok suporter ini juga kerap terlibat dalam aksi-aksi anti-globalisasi di Eropa.

Mereka juga kerap bersimpati pada bangsa-bangsa dunia ketiga yang sedang berjuang, seperti Palestina. Pernah, ketika berhadapan dengan klub dari Israel, AEK Athena menolak mengibarkan bendera Israel.

Di tribun penonton, suporter AEK Athena justru mengibarkan bendera Palestina dan milisi Hezboullah. Ini juga yang terjadi ketika AEK Athena meladeni Ajax Amsterdan.

Tahun 2013, seorang pemain muda yang sedang naik daun di AEK Athena, Giorgios Katidis, bikin gempar. Dia memberi salam hormat ala NAZI usai mencetak gol ke gawang Veria.

Aksi Katidis bukan hanya membuat Federasi Sepak Bola Yunani marah besar, tetapi juga suporter AEK Athena. Meski dibela oleh sang pelatih,  Ewald Lienen, yang bilang aksi Katidis tak lebih aksi anak kemarin sore yang tidak mengerti politik, tetapi kemarahan suporter AEK Athena tak terbendung.

LIVERPOOL FC (INGGRIS)

Melihat Liga Utama Inggris, dengan segala gemerlapnya, yang terbayang adalah kapitalisme sepak bola. Namun, siapa sangka, politik kiri maupun kanan juga berusaha berebut pengaruh dalam klub-klub elit Inggris.

Dan bicara politik kiri, lihatlah Liverpool. Sebuah riset yang menganalisa peta suara elektoral dari 1983 hingga 2015 menyimpulkan, 80 persen pemilih di kota ini selalu memberikan suara untuk Partai Buruh dan 20 persen untuk Konservatif (Tory).

Ini diakui oleh CEO Liverpool FC, Peter Moore. “Liverpool adalah kota sosialis, dengan tradisi kelas pekerjanya, yang terkait dengan pelabuhan,” kata dia.

Jadi, jangan heran, selalu ada koneksi antara kehidupan politik warga Liverpool dan klub sepak bola kebanggaannya. Tahun 1997, ketika buruh-buruh pelabuhan Liverpool melakukan mogok, Robbie Fowler mengenakan kaos bertuliskan dukungan untuk pemogokan buruh.

Dalam sebuah wawancara dengan koran Spanyol El Pais, tanggal 9 Oktober lalu, Peter Moore terang-terangan bilang bahwa kunci keberhasilan Liverpool adalah jiwa sosialistik.

Meskipun, di wawancara itu Peter Moore buru-buru mengklarifikasi, bahwa sosialisme yang dimaksud bukan dalam arti politik, melainkan jiwanya: rasa solidaritas, kerjasama, dan lain-lain.

Tetapi, kedigdayaan Liverpool memang tak lepas dari buah tangan orang-orang sosialis. Mari kita kenang jasa Bill Shankly, seorang sosialis dari Skotlandia yang menjadi manager Liverpool selama 15 tahun (1959-1974).

Shankly menanamkan nilai-nilai sosialisme, seperti kesetaraan, persaudaraan, kerjasama, solidaritas, persatuan, dan lain sebagainya, ke dalam jiwa klub yang berdiri sejak 1892 ini.

“Persatuan adalah kekuatan”, kata yang kerap muncul dalam baliho suporter Liverpool, adalah kata-kata Shankly. Dia percaya, kolektivisme, inti terpenting sosialisme, adalah kunci keberhasilan. Termasuk juga diterapkan di sepak bola. Dan itu diterjemahkan Shankly dalam prinsip: oper dan bergerak. Jangan mengusai bola seorang diri.

“Sosialisme yang saya percayai, adalah setiap orang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang sama dan setiap orang saling berbagi apa yang didapatkannya. Itulah bagaimana saya melihat sepak bola, serta bagaimana saya melihat hidup,” begitu ucapan Bill Shankly yang terkenal.

Dan sekarang, Liverpool di tangan seorang sosialis Jerman, Jurgen Klopp. Dia menjadi pelanjut teknik dan ide sosialisme yang diwariskan oleh Bill Shankly.

Dalam buku Rafael Honigstein, Klopp: Bring the Noise, Klopp dengan tegas mengakui dirinya kiri. Dia bilang begini:

“Saya adalah kiri, tentu saja. Lebih ke kiri ketimbang tengah. Saya percaya pada Negara Kesejahteraan (Welfare State). Saya tidak punya asuransi swasta. Saya tidak akan pernah memilih Partai yang berjanji akan menurunkan tarif pajak tertinggi. Pemahaman politik saya adalah: Jika saya melakukannya dengan baik, maka saya juga ingin orang lain melakukannya dengan baik. Jika ada sesuatu yang tidak pernah saya lakukan dalam hidupku, itu adalah: memilih partai kanan.

Jadi, Liverpool mungkin tak sosialis murni. Tak sesuai standar sosialis ala kaum kiri mentok. Apalagi, kepemilikan Liverpool tak bercorak sosialis. Liverpool dimiliki perusahaan kapitalis: ‎Fenway Sports Group (FSG).

Namun, seperti ditegaskan Peter Moore, bos FSG tak mengambil keuntungan apa pun dari Liverpool, layaknya bos-bos pemilik klub yang lain.

“Pemilik kami tidak mengambil sepeser pun. Mereka tak pernah mengambil deviden dan tak pernah mengumpul keuntungan. Semuanya diinvestasikan ke klub,” kata Moore.

Mungkin Moore naïf. Tapi, ada fakta yang terbantahkan: tangan-tangan sosialis, termasuk warga Liverpool yang menjadi suporternya, berpengaruh besar terhadap Klub raksasa Inggris ini.

Raymond Samuel

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid