Upaya mendorong peran politik perempuan, salah satunya dengan memperbanyak porsi perempuan di pemerintahan dan parlemen, terus digalakkan. Di Amerika Latin, ada dua negara yang paling maju untuk hal itu, yakni Kuba dan Nikaragua.
Kawasan Amerika Latin dan Karibia, plus Amerika Serikat, menempati urutan pertama dalam hal representasi perempuan di parlemen (22,7%), menyusul negara-negara Eropa (22,3%).
Namun, khusus di negara-negara Nordik, partisipasi perempuan merupakan yang paling tinggi di dunia, yaitu 42%. Di Amerika Latin, baru Kuba dan Nikaragua yang masuk dalam 10 besar negara dengan partisipasi politik perempuan tertinggi di parlemen.
Kuba sendiri menempati urutan ketiga di dunia, dengan tingkat tertinggi legislator perempuan di Majelis Nasional, pada Desember 2011, mencapai 45,2%. Sedangkan Nikaragua telah meningkat kembali sejak kemenangan Sandinista beberapa tahun lalu dengan angka legislator perempuan di parlemen mencapai 40,2%.
Kelompok 10 besar lainnya adalah Rwanda (56.3 persen), Andorra (50 persen), Kuba (45,2 persen), Swedia (44,7 persen), Republik Seychelles (43,8 persen), Finlandia (42,5 persen), Afrika Selatan (42,3 persen), Belanda (40,7 persen), Nikaragua (40,2 persen) dan Islandia (39,7 persen).
Amerika Serikat—negeri yang dianggap demokratis—hanya menempati urutan ke-78, dengan tingkat legislator perempuan di parlemen hanya 16,8 persen di Lower Chamber dan 17% di senat.
Dari seluruh gambaran itu, terdapat perhitungan bahwa satu dari lima kursi atau anggota parlemen di dunia adalah perempuan. Namun, seperti yang diakui Sekjend Inter-Parliamentary Union, Anders B. Johnsson, angka-angka itu terkadang tidak berkolerasi dengan tingkat pembangunan manusia di masing-masing negara.
Hanya di negara-negara yang sosialis, yang didalamnya ada proses transformasi sosial yang radikal, tingkat partisipasi perempuan berjalan beriringan dengan perbaikan kualitas pembangunan manusia.
RAYMOND SAMUEL
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid