Di Tahun 2015, Trisakti Masih Sebatas Jargon

Tidak ada yang memungkiri kampanye Trisakti yang dikumandangkan oleh Jokowi-JK saat Pilpres 2014 ternyata menuai banyak dukungan luas dari rakyat Indonesia. Setelah sekian lama bangsa ini asing dengan kata-kata “Trisakti”, Jokowi hadir dengan gagasan politik yang populer di era Bung Karno itu.

Hasil yang didapatkan ternyata positif. Jokowi-JK memenangkan pertarungan dan berhasil terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. Harapan besar dari rakyat Indonesia pun mengemuka seiring kemenangan pasangan ini.  Trisakti yang selama ini begitu asing ditelinga rakyat Indonesia kembali menjadi sarapan ideologis yang senantiasa didengar saban hari lewat banyak macam media.

Satu keyakinan pasti dari Jokowi manakala kampanye Trisakti menjadi semboyan utama pada saat Pilpres adalah keyakinannya terhadap situasi kebangsaan yang sangat jauh melenceng dari cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Penolakan terhadap kolonialisme model baru (baca : Neoliberal) sebagai satu aspek yang mendorong Jokowi-JK mengusung Trisakti sebagai jalan keluar atas persoalan bangsa Indonesia saat ini/

Problemnya, sepajang tahun 2015 lalu, Trisakti yang dikenal hebat sejak zaman Bung Karno dan menjadikan bangsa ini disegani oleh negara lain ternyata hanya menjadi jargon semata. Berbagai macam kebijakan yang bertentangan dengan Trisakti justru banyak dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Sebutlah, misalnya, soal penumpukan utang luar negri kita. Per April 2015 seperti yang dirilis oleh Bank Indonesia, jumlah utang luar negri Indonesia tercatat sebesar USD 299,84 atau setara dengan Rp. 4.133 Triliun. Padahal, dalam beberapa kesempatan berkampanye saat Pilpres 2014 lalu, Jokowi-JK berjanji akan menolak utang luar negri.

Kemudian soal kabinet pemerintahan Jokowi-JK. Cerminan kampanye Trisakti ternyata tidak kelihatan dalam struktur kabinet Jokowi-JK yang dinamakan Kabinet Kerja. Tidak sedikit menteri-menteri yang ada dalam kabinet masih berpikiran neoliberal dan membebek pada asing. Belum lagi seringnya silang pendapat antar menteri yang satu dengan menteri yang lain atau bahkan silang pendapat antara Menteri dengan Presiden atau Wapres.

Ujian terbesar Trisakti Jokowi ditahun 2015 lalu adalah saat bangsa ini ribut soal PT Freeport Indonesia. Komitmen untuk melaksanakan Trisakti mendapatkan momentumnya ketika kasus “Papa Minta Saham” begitu banyak menyita perhatian rakyat Indonesia. Dan lagi-lagi Trisakti yang digembar-gemborkan oleh Jokowi-JK tidak hadir sebagai garda terdepan untuk menegaskan bahwa bangsa ini masih punya kedaulatan.

Ditahun 2016 ini, Trisakti Jokowi akan semakin di uji dengan hadirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Banyak yang beranggapan dengan berlakunya MEA ditahun 2016 akan menjadikan rakyat di Asia Tenggara bisa hidup makmur bersama. Hal yang pernah diimpikan oleh rakyat Yunani ketika memutuskan untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Satu yang pasti bahwa agenda utama dari MEA adalah liberalisasi. Dan saat inilah Trisakti Jokowi kembali mendapatkan momentumnya untuk di uji. Mampukah Trisakti bertahan? Kita tunggu jawabannya 11 bulan kedepan.

Alif Kamal, Wakil Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid