Budi Arie Setiadi: Tahun 2021, Tambang Freeport Harus Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Isu perpanjangan kontrak Freeport masih bergulir. Presiden Joko Widodo (Jokowi) konsisten tidak akan berbicara soal perpanjangan kontrak Freeport sebelum tahun 2019.

Namun, seperti kita ketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah memberi lampu hijau untuk perpanjangan kontrak Freeport pada Oktober 2015 lalu. Kemudian, pada awal Desember lalu, Wakil Presiden Yusuf Kalla juga memberi lampu hijau bagi keberlanjutan kontrak Freeport.

Sepintas kita lihat, di tubuh pemerintahan sendiri seolah terbelah soal Freeport ini. Padahal, isu Freeport ini adalah salah satu tolak ukur untuk melihat konsistensi pemerintahan Jokowi dalam menegakkan Trisakti dan Nawacita.

Nah, kita ingin tahu juga soal sikap relawan pendukung Jokowi terkait isu tersebut. Sebab, kita tahu, relawan pendukung Jokowi adalah sebuah kekuatan sosial yang signifikan dan berkontribusi besar dalam memenangkan Jokowi-JK dalam Pilpres tahun 2014 lalu.

Untuk itu, Hendri Kurniawan dan Willy Soeharly dari Berdikari Online sudah mewancarai Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo), Budi Arie Setiadi.  Projo adalah salah satu organisasi relawan yang turut memenangkan Jokowi-JK di Pilpres lalu. Berikut petikan wawancaranya:

Apa pendapat Bung soal Perpanjangan Kontrak Freeport?

Yang pertama, memang kasus Freeport adalah persoalan nasional, persoalan yang sangat penting dan sangat genting. Karena magnitude dari Freeport ini kan mencakup martabat nasional kita, martabat bangsa kita. Jadi soal Freeport ini harus kita lihat sebagai sebuah keputusan politik untuk memastikan bisa memberikan kebaikan dan kemanfaatan bagi rakyat Papua dan Bangsa Indonesia. Freeport sudah hampir lima puluh tahun beroperasi di Indonesia. Sehingga saya menyarankan bahwa soal Freeport ini harus dibuka secara transaparan dibicarakan di publik, jangan ada lobi sembunyi-sembunyi. Jadi soal Freeport ini karena bukan apa-apa, kita berharap Freeport itu kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi di 2021. Jadi, posisinya jangan kita sebagai bangsa ini minder-inlander. Terbalik. Seolah-olah kita yang minta saham dari Freeport. Saya justru lebih mengeoreksi istilah divestasi itu.

Pada tahun 2021 semua kekayaan alam yang ada dikonsesi milik Freeport itu kan sudah jadi milik Pemerintah Indonesia. Jadi harus kita balik. Bukan Freeport yang kasih saham ke Pemerintah Indonesia, tetapi Pemerintah Indonesia yang ngasih saham ke Freeport kalau yang bersangkutan mau menjadi operator tambang itu. Jadi posisinya di balik. Makanya saya bilang, ini soal martabat bangsa kita. Jangan di balik. Masak itu barang kita, kita yang minta-minta. Jadi posisi saya, pembicaraan soal kontrak Freeport setelah 2021.  Menurut peraturan, perundang-undangan itu 2 tahun sebelum masak kontrak Freeport baru dibicarakan, 2019.

Itu harapan dari Bung dan banyak orang. Namun kalau kita lihat, di lingkaran pemerintahan Jokowi-JK sendiri, banyak pernyataan yang justru berkontradiksi dengan skema itu?

Itulah saya bilang, saya berharap Pemerintahan ini atau unsur dari Pemerintahan ini mampu menerjemahkan amanat rakyat yang tercermin dalam pilpres 2014. Pilpres 2014 ini kan ada energi rakyat yang menghendaki perubahaan. Jadi janganlah praktek-praktek lama lagi (baca: neoliberalisme). Kekayaan alam Indonersia harus dikembalikan ke bumi pertiwi, digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jangan ada yang mencoba menggoreng ini ke sana-sini.  Cita-cita pemerintahan Jokowi kan pemerintahan bersih. Yang terbebas dari problem-problem masa lalu, jangan coba dikotori. Termasuk yang lebih penting adalah kepada semua pihak yang dalam Pemerintahan Jokowi supaya tegas: jangan coba bermain-main dengan harapan dan kerinduan rakyat akan perubahan.

Terkait beragam potensi konflik kepentingan yang ada disekeliling Jokowi, semisal kasus dua anggota keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu dengan Freeport. Bagaimana Bung melihat ini?

Ini juga kan soal ini loh, kalau keluarganya sejak dulu kan pengusaha, persoalannya apakah boleh atau tidak pengusaha bertemu pengusaha? Boleh. Kalau enggak, kacau juga. Persoalannya adalah apakah Freeport bertemu dengan keluarga pak Wapres ini karena posisi politik Pak Wapres. Begitu loh. Soal pengusaha ketemu pengusaha ,boleh saja. Nggak ada masalah. Nggak ada yang larang. Masak pengusaha ketemu pengusaha dilarang.

Persoalannya, publik melihat, dalam situasi kekisruhan ini kok tetap saja ada keluarga pejabat atau petinggi republik ini dalam game Freeport ini. Saya menghimbau, sudahlah jangan diikutkanlah. Biarin Freeport terbuka saja. Kalau pun ada orang yang mau bisnis soal Freeport ini, ya sudah dilakukan secara terbuka transparan dan akuntabel. Sudah gitu aja. Jangan coba-coba menggunakan kekuasaan dan politik untuk kepentingan bisnis.

Terkait kegaduhan politik yang terjadi saat ini, ada yang bilang, “ini provokasi Freeport”. Bagaimana menurut Bung?

Dia (Freeport) mencoba provokasi, apa untungnya buat dia. Justru ketika soal Freeport terbuka begini, sangat merugikan buat dia. Karena apa, perusahaan tambang di dunia itu jarang mau ribut dengan Pemerintah karena dia tahu, itu tempat dia beroperasi punya negara yang bersangkutan. Kapan saja negara bisa tendang. Itu prinsip pengusaha natural resources. Enggak mungkin dia mau konfrontatif. Mereka mau minyak mau tambang, dan lain-lain. Begitu dia ribut sama pemerintah atau negara yang dia tempati beroperasi, dia runyam dong.

Maksudnya begini. Di dalam Pemerintahan Jokowi ada beragam kekuatan. Termasuk di dalamnya ada kelompok pengusaha yang sarat dengan konflik kepentingan. Bagaimana itu?

Kalau teman-teman pakai istilah nawacita gadungan. Mereka ini dianggap pembajak dan pembegal nawacita.  Saya setuju. Dalam artian begini, dalam kondisi yang terbuka begini, jangan mencoba-coba membuat keruh. Kita akan tegas kok, Pemerintahan Jokowi ini akan tegas, bahwa Freeport berakhir di tahun 2021. Kekayaan alam harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kenapa mesti diintervensi oleh pihak asing. Yang menyedihkan, masak negara kita diatur oleh satu korporasi asing. Yang benar saja.

Nah, Presiden tidak akan melakukan apapun yang merugikan rakyat. Dan yakin bahwa Pemerintah akan mengambil alih Freeport. Tetapi Presiden baru ngomong soal Freeport di tahun 2019. Tidak ada pembicaraan soal Freeport sebelum 2019.

Sebagai salah satu kekuatan pendukung Jokowi, apa yang Bung dan kawan-kawan di Projo lakukan untuk mengawal itu?

Pokoknya kita sudah kunci, bahwa pernyataan terakhir saya, pembicaraan terkait Freeport adalah 2019. Prioritasnya adalah soal kedaulatan bangsa kita. Itu harus sesuai dengan UUD 1945: bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Landasannya dua hal itu.

Nah, kalau ada kekuatan yang mencoba menghalangi keinginan itu, tarulah kelompok pengusaha kabir atau komprador. Mereka berupaya mengganggu pemerintahan Jokowi agar tidak melakukan itu. Bagaimana menurut Bung?

Mereka mengganggu Jokowi, mereka akan dilibas oleh rakyat. Pemerintahan ini beda semangatnya dari pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan ini lahir karena rakyat ingin perberubahan. Jadi kalau ada pejabat yang seperti itu (maksudnya: Kabir dan Komprador), kita akan gilas. Nah, yang ketahuan akan kegilas. Kan makin terbuka, makin telanjang. Di depan publik orang makin tahu, oh ini anasir yang menggerogoti pemerintahan Jokowi, oh ini yang mau mencari-cari kesempatan, oh ini yang mau kerja, dan lain-lain, akan kelihatan. Rakyat sudah pintar, rakyat sudah tau kok mana yang nawacita gadungan, mana yang tulus dan ikhlas bekerja untuk rakyat.

Bagaimana relawan mengawal Jokowi-JK agar tetap konsisten dalam koridor Trisakti dan Nawacita?

Kita tetap tegas, pokoknya Pemerintahan Jokowi harus konsisten dengan nawacita. Yaa, sejauh ini masih on the track. Bahwa ada gangguan, itu biasa. Harus diingat, Presiden sekarang ini adalah Presiden yang mau mendengar. Presiden yang mau mendengar aspirasi rakyat. Jadi selama itu untuk kepentingan bangsa, selama itu untuk kepentingan rakyat, Presiden pasti akan dengar. Saya juga berani tegaskan berkali-kali: Presiden Jokowi akan selalu berada di garis rakyat. Karena itu janjinya Presiden kepada rakyat.

Apa bentuk konkret kerja yang dilakukan relawan untuk mengawal Jokowi-JK dalam melaksanakan Trisakti dan Nawacita?

Kita (relawan) harus mengorganisir diri, berkomunikasi dengan banyak pihak, melontarkan gagasan-gagasan diseluruh media dan lain-lain mengenai sikap kita. Termasuk melakukan aksi demonstrasi dan berbagai aksi-aksi lainnya. Itu semua cara. Tergantung situasi dan kondisi yang berkembang.

Soal wacana reshuffle kabinet, bagaimana pendapat Bung?

Sejak awal kita tidak mau mencampuri soal reshuffle Kabinet. Karena kita tidak mau mengurangi hak Presiden. Itu kan urusan Presiden. Berkali-kali saya bilang, soal kabinet, soal Pemerintahan, retooling kabinet dan lain-lain, itu hak dan wewenang penuh Presiden Republik Indonesia sebagai mandataris rakyat dalam proses Pilpres 2014.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid