Ribuan Rakyat Miskin Sulsel Tolak Liberalisasi Kesehatan

“Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang mengharuskan rakyat membayar iuran/premi, bukanlah sistem Jaminan Kesehatan, melainkan Asuransi Sosial.”

Sedikitnya 1200-an rakyat miskin di Makassar, Sulawesi Selatan, yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pasal 33 UUD 1945 (GNP-33 UUD 1945), menggelar aksi massa menolak pemberlakuan UU Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Aksi massa GNP 33 UUD 1945 ini dimulai dari bawah Jembatan Layang Tol Reformasi, lalu kemudian massa aksi berjalan kaki menuju kantor Gubernur Sulsel di jalan Urip Sumohardjo Makassar.

Dalam aksinya massa aksi rakyat miskin ini menilai UU SJSN dan UU BPJS telah mendorong liberalisasi sektor kesehatan di Indonesia. “UU SJSN dan UU BPJS ini telah mengalihkan tanggung-jawab negara terkait pemeliharaan kesehatan rakyat menjadi tanggung-jawab individu,” ujar Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Wahida Baharuddin Upa, saat menyampaikan orasinya di tengah-tengah aksi massa.

Menurut Wahida, di dalam UU SJSN pasal 17 ayat (1) disebutkan keharusan setiap orang yang menjadi peserta JKN membayar iuran yang besarannya ditentukan berdasarkan persentase upah atau nominal tertentu.

“Dengan UU Ini, setiap warga negara dipaksa membayar iuran kepada BPJS untuk mendapatkan layanan kesehatan. Itupun, jenis layanan yang didapatkan disesuaikan dengan besaran iuran yang dibayarkan,” tegasnya.

Wahida menjelaskan, dengan mengadopsi sistem Asuransi Sosial, dengan mengharuskan pesertanya membayar iuran/premin, sistem JKN sebetulnya tidak pantas disebut sebagai sistem jaminan kesehatan.

Pasalnya, kata dia, kalau konsepnya jaminan kesehatan, maka semua tanggungan atau biaya pemeliharaan kesehatan rakyat ditanggung oleh negara. Sementara dalam sistim JKN, kata dia, biaya pemeliharaan kesehatan ditanggung masing-masing pribadi atau individu.

Tak hanya itu, kata dia, dengan mengadopsi sistim asuransi sosial, sistem JKN ini sangat berorientasi keuntungan (profit). Akibatnya, urusan kesehatan rakyat dijadikan lahan bisnis dan korupsi oleh lembaga semacam BPJS.

“Mereka mengumpulkan dana dari rakyat. Dan kemudian nanti mereka bisa investasikan guna menggali keuntungan,” terangnya.

Dialog dengan Pemprov Sulsel

Aksi massa GNP 33 UUD 1945 ini diterima oleh Pemprov Sulsel, yang diwakili oleh Asisten III Bidang Kesejahteraan Rakyat Pemprov Sulsel, Dr Bambang Arya, dan Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Dr. dr. Rahmat Latief.

Dialog yang berlangsung di dalam kantor Gubernur ini menghasilkan tiga point kesepakatan: Pertama, Pemprov Sulsel akan tetap menjalankan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan tanggungan 4,2 juta jiwa.

Kedua, melalui program Jamkesda ini, Pemprov akan meningkatkan kualitas layanan dengan meningkatkan biaya tanggungan dari 6000 rupiah/orang sakit menjadi 10.000 rupiah/orang sakit.

Ketiga, Pemprov Sulsel akan membuat surat edaran ke semua RSUD dan RS Swasta di Sulsel terkait kebijakan melanjutkan program Jamkesda ini.

Mahesa Danu

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid