Chin Peng, bekas Sekretaris Jenderal Partai Komunis Malaya (PKM), meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Bangkok, Thailand, pada hari Senin (16/9/2013).
Chin Peng, yang sudah berusia 90 tahun, meninggal pukul 06.20 waktu setempat. Ia meninggal karena usia yang sudah tua. Tokoh pejuang kemerdekaan Malaya ini hidup puluhan tahun di pengasingan di Thailand.
Sejak tahun 2000 lalu, Chin Peng meminta izin untuk bisa kembali ke Malaysia. Namun, Pengadilan Tinggi Malaysia menolak permintaan tersebut. Namun, Chin Peng tidak menyerah. Ia terus berjuang untuk mendapatkan ijin pulang ke negerinya.
Namun, pemerintah Malaysia tetap bergeming. Bahkan, kendati sudah meninggal, abunya pun dilarang dibawa pulang ke Malaysia. Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Tun Razak, menyatakan tidak membiarkan abu Chin Peng dibawa pulang ke Malaysia.
“Pemerintah Malaysia tidak akan terlibat dalam penguburan pimpinan PKM ini dan kami percaya hal itu akan dilakukan di Thailand,” kata Najib, seperti dikutip The Star Online.
Najib mengatakan, Malaysia masih mengingat Chin Peng sebagai pimpinan teroris dari sebuah kelompok yang mengobarkan perang terhadap bangsa.
“Para teroris komunis, terutama di masa Darurat, menyebabkan kematian ribuan personel keamanan kami, sementara ribuan lainnya menderita luka-luka dan cacat,” tambah Najib.
Namun, tidak semua orang Malaysia setuju dengan pendapat Najib, yang juga pimpinan Barisan Nasional/UMNO. Banyak juga orang Malaysia yang menganggap Chin Peng sebagai pejuang kemerdekaan.
Dr Nasir Hashim, pimpinan Partai Sosialis Malaysia (PSM), mengatakan, Chin Peng harus diingat sebagai salah satu pelopor perjuangan kemerdekaan saat berjuang melawan penjajahan Inggris dan Jepang.
“Jika sejarah ditulis ulang, maka ia akan punya tempat dalam sejarah perjuangan negara ini untuk kemerdekaan,” kata Dr. Nasir, seperti dikutip The Nation.
Dalam sebuah artikel berjudul Disputed Legacy di The Star Online, Dr Nashir menegaskan bahwa perjuangan Partai Komunis Malaya (PKM) harus mendapat pengakuan. “Saya pikir, merekalah pejuang kemerdekaan yang asli. Mereka berjuang untuk kesetaraan,” ujarnya.
Memang, seperti juga di Indonesia, peranan kaum kiri dalam perjuangan kemerdekaan Malaysia dihapuskan. Padahal, pada kenyataan, orang-orang kiri-lah yang mempelopori perjuangan anti-kolonial. Mereka pula yang berkorban paling besar.
Chin Peng sendiri lahir di akhir Oktober 1924 di Sitiawan, negara bagian Perak, Malaya. Sejak tahun 1930-an, ia mulai terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Malaya. Ia menjadi anggota Partai Komunis Malaya pada tahun 1940-an.
Menurut Cheah Boon Kheng, penulis buku Red Over Star Malaya: Resistance and Social Conflict During and After the Japanese Occupation, 1941-1946’ (1983), penyebaran komunisme di Malaya tidak lepas dari andil tiga aktivis kiri dari Indonesia, yakni Tan Malaka, Alimin, dan Musso.
PKM mulai berdiri di tahun 1930-an. Saat itu sebagian besar anggotanya adalah keturunan Tionghoa. Namun demikian, PKM tetap menjadi momok menakutkan bagi kolonialis Inggris. Tak pelak lagi, banyak kader dan anggota PKM yang dibunuh oleh tentara Inggris.
Ketika Malaya diduduki oleh fasisme Jepang, PKM melakukan perjuangan bersenjata di bawah tanah. Mereka membentuk organisasi perlawanan bernama Malayan People‚s Anti-Japanese Army (MPAJA). Rakyat Malaya menyebutnya pasukan ‘bintang tiga’.
Selain PKM, ada juga organisasi nasionalis kiri yang berdiri di tahun 1930-an, yakni Kesatuan Melayu Muda (KMM). Organisasi ini sangat dipengaruhi oleh Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dan Soekarno. KMM juga aktif menentang kolonialis Inggris.
Pada tahun 1945, berdiri pula Partai Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM), yang juga berhaluan nasionalis kiri. Bersama dengan organisasi-organisasi massa, seperti Angkatan Pemuda Insyaf (API) dan Angkatan Wanita Sedar (AWAS), PKMM memperjuangkan kemerdekaan Malaya dari kolonialis Inggris.
Tahun 1948, pemerintah Inggris melarang seluruh organisasi kiri di Malaya, termasuk PKM, PKMM, API, AWAS, dan lain-lain. Puluhan ribu aktivis kiri ditangkap, dipenjara, disiksa, dan dihukum gantung oleh kolonialis Inggris.
Sementara UMNO (United Malayan National Organization), yang saat ini berkuasa di Malaysia, justru sibuk berunding dan berkolaborasi dengan Inggris. Pada tahun 1940-an, UMNO sangat pro-inggris dan menolak slogan Merdeka. “Dalam perjuangan kemerdekaan, tak satupun aktivis UMNO yang pernah ditangkap Inggris. Juga tak satupun kadernya yang mati di tiang gantungan,” ujar Shamsiah Fake, seorang pejuang PKM, dalam buku memoirnya (2004).
Sementara itu, gerakan kiri melakukan perjuangan bersenjata di tengah hutan. Mereka membentuk organisasi gerilya bernama Tentara Nasional Pembebasan Malaya (TNPM). Mereka berjuang di dalam hutan melawan kolonialis Inggris dan rezim bonekanya.
Perjuangan itu berlangsung hingga akhir 1980-an. Pada bulan Desember 1989, PKM menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Malaysia Hatyai, Thailand. Bekas pejuang PKM dan pejuang kiri lainnya kemudian tinggal di sebuah desa yang diberi nama “Kampung Perdamaian” di selatan Thailand.
Hingga hari ini, banyak pejuang kemerdekaan Malaya, seperti Chin Peng, Abdullah C.D., Ahmad Boestaman, Ishak Mohamad, Shamsiah Fakeh, dan lain-lain, tidak mendapat tempat dalam sejarah resmi.
Raymond Samuel
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid