Pergerakan Di Indonesia (1)

Pergerakan tentu lahir

Toh……..diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak; diberi pegangan atau tidak diberi pegangan; diberi penguat atau tidak diberi penguat, — tiap-tiap makhluk, tiap-tiap umat, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya berbangkit, pasti akhirnya bangun, pasti akhirnya menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu sekali merasakan celakanya diri teraniaya oleh suatu daya angkara murka! Jangan lagi manusia, jangan lagi bangsa,– walau cacing pun tentu bergerak berkeluget-berkeluget kalau merasakan sakit!

Seluruh riwayat dunia adalah riwayat golongan-golongan manusia atau bangsa-bangsa yang bergerak menghindarkan diri dari suatu keadaan yang celaka; seluruh riwayat dunia, menurut perkataan Herbert Spencer,[1] adalah riwayat “reactief verzet van verdrukte elementen”![2] Kita ingat pergerakan Yesus kristus dan agama Kristen yang menghindarkan rakyat-rakyat Yahudi dan rakyat-rakyat Lautan Tengah dari bawah kaki burung garuda Roma; kita ingat perjuangan rakyat Belanda yang menghindarkan diri dari bawah tindasan Spanyol; kita ingat pergerakan-pergerakan demokrasi kewargaan (burgerlijke democretie) yang menghindarkan rakyat-rakyat Eropa pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 dari bawah tindasan autokrasi dan absolutisme, kita menjadi saksi atas hebatnya pergerakan-pergerakan sosialisme yang mau menggugurkan takhta kapitalisme; kita mengetahui pergerakan rakyat Mesir di bawah pimpinan Arabi dan Zaglul Pasha[3] beserta pergerakan rakyat India dibawah pimpinan Tilak[4] atau gandhi melawan ketamakan asing; kita mengetahui perjuangan rakyat Tiongkok menjatuhkan absolutisme mancu dan melawan imperialisme Barat; kita telah bertahun-tahun melihat seluruh dunia Asia bergelora sebagai lautan mendidih menentang imperialisme asing, — tidakkah ini memang sudah terbawa oleh hakikat keadaan, tidakkah ini memang sudah terbawa oleh nafsu mempertahankan dan melindungi diri atau nafsu zelfbehound[5] yang ada pada tiap-tiap sesuatu yang bernyawa, tidakkah ini memang sudah “reactief verzet van verdrukte elementen” itu?

Rakyat indonesia pun sekarang sejak 1908 sudah berbangkit; nafsu menyelamatkan diri sekarang sejak 1908 sudah menitis juga kepadanya! Imperialisme-modern yang mengaut-ngaut di Indonesia itu, imperialisme-modern yang menyebarkan kesengsaraan di mana-mana itu, — imperialisme-modern itu sudah menyinggung dan membangkitkan musuh-musuhnya sendiri. Raksasa Indonesia yang tadinya pingsan seolah-olah tak bernyawa, raksasa Indonesia itu sekarang sudah berdiri tegak dan sudah memasang tenaga! Saban kali ia mendapat hantaman, saban kali ia rebah, tetapi saban kali pula ia tegak kembali! Sebagai mempunyai kekuatan rahasia, sebagai mempunyai kekuatan penghidup, sebagai mempunyai aji-pancasona dan aji-candrabirawa, ia tidak bisa dibunuh dan malah makin lama makin tak terbilang pengikutnya!

Amboi,– di manakah kekuatan duniawi yang bisa memadamkan semangat suatu bangsa, di manakahn kekuatan duniawi yang bisa menahan bangkitnya suatu rakyat yang mencari hidup, dimanakah kekuatan duniawi yang bisa membendung banjir yang digerakkan oleh tenaga-tenaga pergaulan hidup sendiri! Di manakah kebenaran jerita anggota-anggota dan sahabat-sahabat imperialisme yang mengatakan ini ialah bikinan beberapa kaum “penghasut”, yakni kaum “opruiers[6] kaum “raddraaiers”,[7]kaum “ophitsers[8] dan lain sebagainya dan yang oleh karenanya sama mengira bahwa pergerakan itu bisa dibunuh kalau “penghasutnya” semua dimasukkan bui, dibuang atau digantung? Puluhan, ratusan, ya, ribuan “penghasutnya” “opruiers” dan “ophitsers” sudah dibui atau dibuang,–tetapi adakah pergerakan itu berhenti, adakah pergerakan itu mundur, tidakkah pergerakan yang umurnya baru ± 20 tahun itu malahan semakin menjadi besar dan semakin menjadi umum?

“Man totet den Geist nicht”, begitulah Freiligrath menyairkannya,–“ orang tak bisa membunuh semangat”! Di dalam tahun 1900, yakni sebelum di sini ada “ophitsers”, sebelum di sini ada “raddraaiers”, Ir. Van Kol sudah mendengungkan peringatannya di dalam Tweede Kamer demikian:

“Teruslah……..sampai sekali waktu tiba akhirnya; sekali waktu, siapa tahu entah kapan, pasti meledak kekuatan rahasia”

Dan sesungguhnya, “kekuatan rahasia” itu sudah meledak! Seluruh dunia sekarang melihat bangkit dan bergeraknya kekuatan rahasia itu!

Seluruh dunia yang tidak sengaja membuta-tuli, mengertilah, bahwa kekuatan rahasia itu bukan bikinan manusia, tetapi bikinan pergaulan hidup yang mau mengobati diri sendiri. Seluruh dunia yang tulus hati mengertilah, bahwa pergerakan ini ialah antitesa imperialisme yang terbikin oleh imperialisme sendiri. Bukan bikinan “penghasut”  bukan bikinan “opruiers”, bukan bikinan “raddraaiers”, bukan bikinan “ophitsers”—pergerakan ini ialah bikinan kesengsaraan dan kemelaratan rakyat! Ir. Albarda di dalam Tweede Kamer memperingatkan: [9].

“Diantara mereka, yang berwajib atau merasa wajib membicarakan peristiwa-peristiwa zaman di muka umum, ada yang senang menggambarkan pergerakan Bumiputra dan perkembangannya sebagai hasil pikiran-pikiran revolusioner Barat dan yang mengira bahwa pergerakan itu  bisa ditindas dengan jalan menghadapinya dengan kebijakan pemerintah yang keras dan dengan mengerahkan polisi dan justisi melawan propagandis-propagandisnya. Pemandangan dan taktik yang demikian itu sangat dangkal dan menunjukkan bahwa mereka tidak punya pengertian sejarah dan tidak punya pengertian politik…. Pergerakan yang demikian itu terlahir dari keadaan-keadaan masyarakat dan dari perubahan-perubahan yang dialaminya. Pergerakan demikian itu juga akan lahir dan juga akan tumbuh, meskipun tidak pernah seorang Eropa yang revolusioner menjejakkan kakinya di Hindia. Pergerakan demikian itu, tumbuh terus, meskipun semua pemimpin dan propagandisnya dibasmi.

Seperti juga dalam abad ke-16 pergerakan kerkhervorming[10] tidak terhenti dengan memburu-buru kaum bid’ah, seperti juga dalam abad ke-19 demokrasi-sosial tidak bisa dihancurkan oleh politik penindasan dengan kekerasan oleh Bismarck, begitu juga dalam abad ke-20 pergerakan Bumiputra tidak bisa didorong ke belakang, bahkan tidak bisa diberhentikan oleh kebijaksanaan pemerintah yang reaksioner. Pergerakan itu tumbuh terus dan tidak usah diragu-ragukan, bahwa ia akan mencapai cita-citanya, yakni memerdekakan penduduk Hindia dari penjajahan asing!….”

Tuan-tuan Hakim barangkali berkata, “O, itu pemandangan kaum sosialis!”

Jika demikian, marilah kita dengarkan Dr. Kraemer, seorang yang bukan sosialis, menulis dalam Koloniale Studien[11]

“Di sinilah juga letaknya keterangan, mengapa oorang salah sangka sama sekali, apabila orang menyangka, bahwa apa yang disebut kebangunan dunia Timur itu atau di dalam lingkungan kita sendiri: pergerakan Bumiputra itu, hanya menjadi soal suatu lapisan Intelektuan yang tipis dan jumlahnya sangat kecil. Mau tidak mau “rakyat murba yang diam itu” juga ikut mendidih dalam kancah pergolakan itu”,

dan Prof. Snouck Hurgronje, yang juga bukan kaum dogma, yang toh juga bukan kaum pembuta-tuli mengikuti sesuatu kepercayaan, tempo hari berkata:

“Sumbernya”……dulu dan sekarang, bukan pemupukan beberapa ribu kaum intelektual, yang terlampau banyak mendapat pendidikan Barat dan tidak bisa ditampung oleh masyarakat Bumiputra, tapi rasa perlawanan di mana-mana terhadap penjajahan oleh orang-orang dari bangsa lain, rasa perlawanan yang kadang-kadang tampak keluar dan kadang-kadang tinggal terbenam……”[12]


[1] Herbert Spencer (1820-1893); Seorang filusuf Inggris penganut empirisme.

[2] reactief verzet van verdrukte elementen= perlawanan terhadap elemen yang menindas.

[3] Arabi dan Zaglul Pasha, adallah pendiri partai Wafd di Mesir tahun 1918, diteruskan Mustafa Nahas Pasha dari 1927.

[4] Tilak, Bal Gangdhar (1956-1920): Politikus India yang bersama-sama Gandhi memimpin Partai Kongres, kemudian diteruskan oleh nehru.

[5] Zelfbehound= menolong diri sendiri (mandiri).

[6] Opruiers= penghasut-penghasut

[7] Raddraaiers= biang keladi

[8] Ophitsers= penghasut-penghasut

[9] Ir. Albarda, seorang sosialis Belanda di Tweede kamer, memberi peringatan kepada pemerintahnya pada tanggal 19 desember 1919.

[10] Kerkhervorming= pembaharuan gereja (Protestan)

[11] Dr.Kraemer (1888-19-) seorang ahli orientalis yang berada di Indonesia antara tahun 1921-1937, kemudian menulis buku “Koloniale Studien”, hal.5.

[12] Dikutip dari ;Colijn over Indie” hal.12.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid