Penggusuran Warga Sungai Toge Pematangsiantar Diprotes

Pemerintah kota Pematangsiantar melalui Pejabat (Pj) Walikota Jumsadi Damanik melakukan penggusuran terhadap 22 kepala keluarga (KK) yang tinggal di Daerah Aliran Sungai Toge,
di jalan Nias belakang, kota Pematangsiantar pada tanggal 26 Mei 2016 lalu.

Dalam penggusuran itu Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pematangsiantar meratakan hunian masyarakat asli kota Siantar yang telah berdiri sejak lima dan empat lalu itu.

Namun, belakangan muncul polemik seputar penggusuran itu. Pasalnya, kebijakan pemerintah dalam meneggakkan Peraturan Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut dianggap “tebang pilih” dan diskriminatif.

Pasalnya, puluhan hunian dan bangunan milik pengusaha lokal di lokasi serupa masih beroperasi. Tidak hanya itu, usai melakukan penggusuran, Pemkot Pematangsiantar tidak memberikan tempat tinggal baru kepada korban penggusuran.

Alhasi, warga korban gusuran terpaksa hidup di atas puing-puing bekas rumah mereka. Mereka hanya mendirikan hunian darurat dari puing-puing bangunan yang sudah hancur. Kondisi mereka memprihatinkan.

Prihatin dengan kondisi warga, sejumlah organisasi yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Tertindas (PRT), yang meliputi Partai Rakyat Demokratik (PRD), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Lembaga Bantuan Hukum Ikatan Advokad Indonesia (LBH IKADIN) dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), menggelar aksi massa di kantor DPRD kota Pematangsiantar.

Mereka menuntut Pemkot Pematangsiantar menghentikan penggusuran terhadap rakyat miskin. Tidak hanya itu, mereka juga menuntut agar Pemkot menyediakan hunian baru kepada korban gusuran.

Dalam aksi tersebut, tuntutan massa aksi direspon langsung oleh Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Eliakim Simanjuntak. Sebanyak 10 orang perwakilan massa aksi berdialog langsung dengan Ketua DPRD Pematangsiantar.

“Harus ada solusi. Banyak yang salah, tapi harus ada soluasi. Apa konpensasi pemerintah. Mereka kan bukan mencari kekayaan di situ, mencari tempat tinggalnya,”ungkapnya.

Untuk itu, kata Eliakim Simanjuntak, pihaknya akan memanggil Pemko Siantar untuk mempertanyakan solusi terhadap penggusuran rumah di pinggiran Sungai Toge itu.

“Akan kita pangil pemko untuk menindaklanjutinya. Nanti diminta agar pemerintah memperhatikan korban penggusuran itu,” ujarnya.

Kordinator Aksi Persatuan Rakyat Tertindas Dofasep Hutahean mengatakan, perjuang menuntut hak hak masyarakat korban penggusuran akan terus dilakukan.

“Kami akan tetap mendampingi Korban penggusuran ini. Kami juga berharap seluruh masyarakat  kota pematangsiantar ikut berpartisipasi memberikan bantuan sosial materil dan dukungan karena  ini masalah kemanusian,” ujar Dofasep.

Aktivis LMND kota Pematangsiantar ini menilai, kebijakan Pemkot tidak manusiawi dan melanggar konstitusi, khususnya pasal 28 H ayat(1) berbunyi Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Teguh Pribadi

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid