Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarno Putri kembali mengeluarkan kritik pedas kepada rejim SBY-Budiono. Ia menganggap proses berjalannya pemerintahan saat ini seolah seperti “negara salah urus”. Pidato itu disampaikan saat Rapat Kerja Nasional I PDI Perjuangan di Bandung, kemarin (12/12/2011).
Megawati, yang juga menyinggung perjuangan Sondang Hutagalung, menganggap aksi mahasiswa Universitas Bung Karno itu sebagai protes atas pengelolaan politik yang jauh dari gambaran ideal generasi muda. Negara salah urus itu jelas bertentangan dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan.
Lebih lanjut, kata putri sulung Bung Karno ini, pengelolaan negara telah kehilangan semua dimensi politik dan ideologi. Bangsa seakan berhenti sebagai pemerintah atau rezim dengan durasi hidup lima tahunan dengan visi dan misi berbeda.
“Pengelolaan negara saat ini telah dilihat dari kacamata yang sangat teknokratik dan berjangka pendek, seakan sedang mengelola perusahaan. Proses depolitisasi dan de-ideologi negara dan bangsa ini, sangatlah berbahaya,” kata Megawati.
Pidato Megawati itu patut direnungkan. Beberapa hal yang dikatakannya sangat pantas untuk didiskusikan. Megawati, misalnya, mengeritik pengelolaan negara yang makin teknokratik dan menjauh dari dimensi ideologi-politik. Artinya, proses penyelenggaraan negara ini makin mengabdi kepada pragmatisme.
Tanpa pijakan ideologi dan politik yang jelas, maka bangsa ini tidak akan tahu mau berjalan dimana dan kemana. Pantas saja, Pancasila dan UUD 1945 tidak lagi menjadi pedoman dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Penyelenggara negara pun memilih tunduk pada dikte negeri-negeri imperialis.
Pembangunan ekonomi, misalnya, tidak lagi mengacu pada konsep ekonomi sebagaimana diatur dalam pasal 33 UUD 1945. Sebaliknya: sistim ekonomi kita makin tergelincir dalam susunan ekonomi neo-kolonialis dan kapitalis. Padahal, para pendiri bangsa sudah memperingatkan bahwa sistim ekonomi kapitalisme tidak akan bisa membawa bangsa Indonesia mencapai cita-cita nasionalnya: masyarakat adil dan makmur.
Kita bisa melihat kenyataan itu sekarang. Sudah satu dekade lebih sistem ekonomi kita berhaluan neoliberal. Dampaknya: perekonomian nasional kian terpuruk dan tergilas oleh modal asing. Ekonomi rakyat, yang tumbuh-kembangnya bergantung pada ekonomi nasional, juga turut tergilas dan hancur-lebur.
Bersamaan dengan itu, kesenjangan ekonomi juga makin menganga. Sebagian kekayaan nasional diangkut ke negeri-negeri imperialis, lalu receh-recehnya dibagi-bagi oleh segelintir kapitalis birokrat di dalam negeri. Maka jangan heran, ketika separuh penduduk setengah mati dengan pendapatan di bawah 2 USD perhari, ada 40 orang terkaya Indonesia mengumpulkan kekayaan Rp680 Triliun—melebihi separuh dari keseluruhan anggaran APBN kita.
Dengan hilangnya pijakan ideologi dan politik, negara juga seperti kehilangan “keberpihakannya” kepada rakyat. Padahal, sejak digagas oleh para pendiri bangsa, negara Indonesia ini dibangun untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. Nasionalisme Indonesia, yang disebut dengan sosio-nasionalisme, adalah nasionalisme yang berpihak; sosio-nasionalisme berpihak kepada kaum marhaen atau rakyat jelata.
Dalam prakteknya, penyelenggara negara tidak lagi punya keberpihakan kepada rakyatnya sendiri. Ada bisa memeriksa semua produk kebijakan pemerintah, berapa yang memihak kepentingan rakyat dan berapa yang memihak pada kepentingan pemodal (asing dan swasta nasional). Hampir semua kebijakan ekonomi-politik pemerintah selalu berlawanan dengan kepentingan rakyat. Anda bisa membuktikannya dengan bertanya langsung kepada setiap rakyat Indonesia.
Apa yang disampaikan Megawati ada benarnya. Akan tetapi, kita tidak mau terbuai hanya dengan pidato-pidato yang indah dan memukau. Kita ingin agar ada kesesuaian antara ucapan dan tindakan. Kita ingin agar ucapan Megawati itu menjadi sikap politik partainya dan dijalankan secara konsisten. Kritisisme memang diperlukan, tetapi kehadiran PDIP di tengah perjuangan massa jauh lebih diperlukan. Mari memperpanjang barisan anti-imperialisme!
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid