Puluhan aktivis yang tergabung dalam Front Solidaritas Anti Pembantaiaan Rakyat menggelar aksi solidaritas untuk rakyat Bima, kemarin (28/12). Mereka menggelar aksinya di depan Mapolresta Samarinda.
“Kekerasan Di Bima adalah buah dari kebijakan neoliberal SBY-Budiono. Demi pengamanan terhadap modal itu, rejim SBY-Budiono telah menggunakan apparatus negara untuk menindas rakyat,” kata Parsaoran Damanik, aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) Kaltim.
Menurut Parsaoran, rejim SBY-Budiono mestinya paling bertanggung jawab atas kekerasan di Bima dan berbagai kekerasan agraria di Indonesia. Ia menegaskan bahwa institusi Polri hanya menjalankan perintah dari kekuasaan rejim neoliberal.
Lebih jauh lagi, menurut Parsaoran Damanik, sebagian besar kebijakan neoliberal SBY-Budiono dibentengi oleh UU. Dengan UU itu, kata Parsaoran, rejim SBY sangat leluasa menggunakan aparatus negara untuk mensukseskan agenda neoliberalnya.
Karena itu, dalam orasinya aktivis PRD ini menyerukan pencabutan semua UU yang pro-neoliberalisme dan bertentangan dengan UUD 1945. Ia juga menyerukan agar pemerintah segera konsisten menjalankan pasal 33 UUD 1945 dan UU pokok agrarian (UUPA) tahun 1960.
Dalam aksinya, para aktivis menyerukan pembebasan seluruh aktivis dan rakyat yang ditangkap di Bima. Mereka juga menuntut agar kepolisian segera menghentikan kekerasan dan represi terhadap rakyat Bima.
Mereka juga menggelar aksi teatrikal untuk menggambarkan penindasan dan kekerasan yang dilakukan oleh aparatus negara terhadap rakyat.
Front Solidaritas Anti Pembantaiaan Rakyat merupakan gabungan dari Partai Rakyat Demokratik, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Pembebasan, Jaringan Anti Tambang (JATAM), Koma Progressif, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
SOFYAN SISWANTO
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid