Momentum Satu Mei Dimata Gerakan Buruh

Selama 32 tahun kekuasaan rejim Soeharto, perayaan May Day atau Hari Buruh Sedunia dilarang di Indonesia. Sejak orde baru ditumbangkan, perayaan May Day kembali semarak di Indonesia.

Sejarah Hari Buruh Sedunia tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan kelas. Di Indonesia, sejarah Hari Buruh Sedunia justru menjadi bagian dari sejarah perjuangan anti-kolonialisme.

Perjuangan buruh Amerika punya kontribusi besar terhadap sejarah May Day. Akan tetapi, beberapa puluh tahun kemudian, Federasi Buruh Amerika (AFL) berusaha menyangkal May Day sebagai Hari Buruh. Ketika McCarthyisme dan anti-komunisme berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1950-an, May Day benar-benar telah dipinggirkan.

Berbeda dengan Amerika Serikat, kaum buruh dan rakyat Indonesia justru selalu berjuang keras untuk mengembalikan May Day sebagai Hari buruh Sedunia dan Hari Libur Nasional. Sejak dirayakan pertama kali di tahun 1918, May Day dua kali mendapat pelarangan resmi di Indonesia: pertama, ketika pemerintah kolonial Belanda melarang May Day pasca pemberontakan 1926/27, dan kedua, ketika rejim Soeharto berkuasa.

Kini, setelah May Day kembali semarak di rayakan, gerakan buruh pun mulai berusaha melangkah lebih maju dalam melihat May Day. “May Day bukan sekedar seremonial belaka, tetapi momentum perlawanan,” demikian bait-bait pernyataan sikap dari berbagai organisasi gerakan buruh.

Bagi Rudy HB Daman, koordinator Front Perjuangan Rakyat, May Day adalah hari paling bersejarah bagi gerakan buruh, karena merupakan peristiwa bersejarah tentang kemenangan kaum buruh terkait tuntutan delapan jam kerja.

Momen bersejarah itulah yang menginspirasi gerakan buruh untuk terus bergerak. “Hari ini, di tengah krisis kapitalisme global dan rejim antek-imperialis SBY-Budiono, kaum buruh menjadikan May Day momen perlawanan,” kata Rudy HB Daman.

Nining Elitos, Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), juga mengatakan bahwa May Day bukan hanya seremonial belaka, tetapi ada soal perjuangan untuk pembebasan manusia.

Jika awalnya May Day dipicu oleh perlawanan untuk merebut delapan jam kerja, maka sekarang ini buruh diperhadapkan dengan masalah-masalah konkret di hadapannya seperti sistim kerja kontrak dan outsourcing. “Saya kira, kondisi buruh jaman sekarang masih sangat buruk. Mereka semakin tertindas di bawah kapitalisme neoliberal,” kata Nining.

Hal serupa juga diakui oleh Sari Putri, yang saat ini menjabat Ketua Serikat Pekerja British International School (SP-BIS). “Pada hari ini, di seluruh Indonesia dan seluruh dunia, kaum buruh turun ke jalan untuk memperjuangkan hak-hak mereka,” katanya.

Tetapi, ada hal penting lain dari bagaimana gerakan buruh di berbagai dunia, di sepanjang sejarahnya, dalam memandang May Day. “Kita di Indonesia, sejarah May Day tidak bisa dipisahkan dengan sejarah perjuangan anti-kolonialisme. Karena memang saat itu problem pokoknya adalah kolonialisme,” kata Lukman Hakim, ketua Umum FNPBI.

Lukman hendak menekankan bagaimana gerakan buruh menarik pelajaran dari perjuangan heroik May Day dalam konteks perjuangan buruh di negeri masing-masing.

Para pekerja jurnalis pun tidak mau ketinggalan. Sudah bertahun-tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) selalu turun ke jalan saat May Day. “AJI selalu merayakan May Day setiap tahun dan itu tidak dilakukan sendiri tetapi bersama dengan gerakan massa yang lain,” Winuranto Adhi, Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia.

Capaian Politik

Derap langkah kaum buruh dalam memperingati May Day telah membawa perubahan. Salah satunya, dari gerakan buruh yang paling awal, adalah kemenangan 8 jam kerja sehari.

Friedrich Engels, kawan karib Karl Marx, mengatakan bahwa “demonstrasi pada May Day pertama untuk 8 jam kerja sehari, pada saat yang sama, menentukan kemenangan klas pekerja dalam menghancurkan perbedaan kelas melalui perubahan sosial dan dengan demikian memasuki sebuah jalan, satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian seluruh masyarakat, perdamaian internasional..”

Mengenai capaian politik dari perjuangan May Day, Rudy HB Daman menjelaskan bahwa hari buruh ini sudah mulai dikenal luas oleh rakyat dan ada kesempatan di situ untuk menjelaskan mengenai problem pokok bangsa saat ini.

Di dalam bayangan Nining, salah satu capaian penting dari perjuangan buruh di setiap May Day adalah, jika sebelumnya masih sedikit yang memahami soal sistim kerja kontrak dan outsourcing, maka sekarang isu itu sudah meluas dan diangkat oleh berbagai gerakan buruh.

Lukman Hakim, yang pernah ikut peringatan May Day pertama kali di jaman Soeharto di Semarang, mengaku bahwa May Day telah menjadi sarana penting bagi konsolidasi gerakan buruh dan sekaligus mematangkan arah perjuangannya.

Terkait capaian, menurut Lukman, sekarang ini May Day mulai diakui kembali eksistensinya sebagai Hari Buruh Sedunia, meskipun belum ada keputusan resmi dari pemerintah.

Hanya saja, menurut Lukman, gerakan buruh masih harus menajamkan gerakan politiknya, tidak sekedar melalui slogan-slogan saat aksi atau material propaganda, tetapi melalui praktek nyata. (Ulfa Ilyas)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid