Kereta api dan Kemajuan Bangsa

Hari kereta api memperingati peristiwa pengambil-alihan perkereta-apian dari tangan penjajah Jepang oleh para pekerja yang tergabung dalam Angkatan Muda Kereta Api pada 28 September 1945. Peristiwa heroik tersebut bermaksud menegaskan bahwa perkereta-apian bukan lagi di tangan pihak asing dan penjajah melainkan dikembalikan kepada bangsa Indonesia. Ia juga perlu dimaknai sebagai bagian dari perjuangan untuk membalikan dan mengubah tatanan dan instrumen yang digunakan untuk menghisap bumi pertiwi dan rakyat nusantara, menjadi sesuatu yang digunakan sebesar-besarnya untuk membangun dan menyejahterakan bangsa.

Kini, 65 tahun kemudian, sungguh ironis untuk menemukan bahwa perkereta-apian di bawah PT Kereta Api turut menjadi sasaran tembak rencana privatisasi. Alasan para pendukung privatisasi bahwa kebijakan ini dapat memperbaiki kualitas pelayanan kereta api patut dipandang secara kritis. Pengalaman di negeri-negeri lain yang perkereta-apiannya maju seperti negeri Eropa Barat dan Jepang menunjukan bahwa kepemilikan negara atas jaringan kereta api dapat tetap mempertahankan kualitas pelayanan yang tinggi. Privatisasi justru berkecenderungan membentuk perkeretapian yang didasarkan semata-mata demi keuntungan swasta, bukannya sebagai infrastruktur transportasi yang melayani masyarakat dan kehidupan bangsa.

Peran jaringan kereta api dalam membangun suatu bangsa telah dicatat dalam sejarah berbagai negeri di dunia. Kereta api merupakan alat transportasi penting dalam revolusi industri yang berfungsi menghubungkan sumber bahan baku, tenaga kerja, pusat produksi, dan pasar hasil produksi. Lebih dari itu, kereta api membuka dan menghubungkan desa-desa dan kota-kota dan merangkainya menjadi suatu unit ekonomi nasional. Seiring kemajuan tenaga produktif ini tumbuhlah kesadaran di antara masyarakat yang tersentuh oleh jaringan kereta api bahwa mereka merupakan bagian dari suatu nasion.

Demikian pula pembangunan pesat jaringan kereta api di Indonesia, khususnya pulau Jawa. Jaringan kereta api yang dirintis sejak paruh akhir abad ke-19 tidak sekedar menggerakkan industri perkebunan dan gula, melainkan juga turut menciptakan produk sosial berupa kesadaran nasional di antara bangsa Indonesia yang terjajah. Sejarah bangsa mencatat peran penting Serikat Buruh Kereta Api dan Trem (VSTP dalam akronim bahasa Belanda) sebagai cikal bakal gerakan sosial modern – berbeda dengan gerakan sebelumnya yang berbasiskan kesukuan dan keagamaan – yang kemudian berkembang menjadi organisasi-organisasi politik yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Kemunduran yang dialami oleh perkereta-apian di Indonesia saat ini bukan disebabkan karena kepemilikan pemerintah, melainkan karena kebijakan pemerintah yang tidak bersifat publik, melainkan justru mirip swasta. Pemerintah tidak berpihak pada transportasi massal dan murah yang dibutuhkan mayoritas rakyat. Kebijakan transportasi pemerintah menganak-emaskan industri otomotif yang hanya dinikmati oleh segelintir rakyat, boros BBM dan sangat tidak ramah lingkungan.

Kami berpendapat bahwa pemerintah perlu meningkatkan investasinya dalam perkereta-apian dengan menambah jaringan rel, kapasitas angkut, dan meningkatkan kualitas pelayanan. Kebijakan transportasi semacam inilah yang dapat menunjukan keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat kebanyakan dan dengan demikian membuktikan komitmennya terhadap kemajuan bangsa ini.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid