Draft UU Polri Dinilai Mengkhawatirkan Masyarakat, LMND Banten Gelar FGD

Serang- Berdikari Online, Merespon isu revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri), Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Banten menggelar Focus Group Discussion (FGD).

EW-LMND Banten merasa isu ini sangat penting untuk dibahas karena telah mendapatkan perhatian dari banyak kalangan.
“Draft UU Polri yang telah beredar menciptakan kekhawatiran di setiap lini masyarakat, maka dari itu kami merasa hal ini sangat perlu untuk dibedah,” ucap Muhammad Abdullah Ketua EW-LMND Banten.

Berdasarkan hal tersebut, EW-LMND Banten, menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan mengangkat tema “Revisi UU Polri, Memperkuat atau Memperlemah Demokrasi?” pada Hari Kamis, 22 Agustus 2024 di Caffe The Zyta dengan menghadirkan banyak pihak mulai dari anggota DPR RI Komisi 3 Ahmad Dimyati Natakusumah, Perwakilan Polda Banten, Patiro Banten, LBH Pijar , Kominfo Banten hingga organisasi mahasiswa seperti BEM Nusantara, BEM Banten Bersatu, dan FAM Raya Serang.

Pada kesempatan yang diberikan, Ahmad Dimyati berharap kepolisian Indonesia dapat diperkuat mengingat banyaknya persoalan di Indonesia.

“Saya berharap kepolisian ini diperkuat. Kenapa diperkuat? Karena permasalahan banyak yang ada di Republik ini,” kata Dimyati. Meski begitu Dimyati juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap penguatan kewenangan polisi yang dimaksudkan dalam UU Polri tersebut.

“Kalau di Republik ini, di negara berkembang Indonesia ini kejahatannya banyak sekali maka diperlukan kewenangan polisi itu harus kuat tapi harus dikoreksi sama-sama begitu,” lanjut Dimyati. Dimyati juga mengapresiasi kegiatan FGD yang digelar EW-LMND Banten, yang menjadi salah satu bentuk pengawasan.
“Ini sebetulnya yang harus melakukan ini (FGD) Badan Legislasi, bukan tugas kalian, hebat kalian ini, tapi masyarakat juga bisa melakukan ini,” tutup Dimyati.

Sebagaimana diketahui, pembahasan tentang UU Polri ini dimulai pada Mei 2024 dalam rapat paripurna, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berinisiatif mengusulkan perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU POLRI), yang sebelumnya tidak masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024.

Sebagian isi dalam draf revisi UU Polri memiliki wewenang lebih jauh, sehingga menuai banyak kritik dari publik. Beberapa di antaranya seperti penambahan kewenangan Polri hingga terkait perpanjangan batas usia pensiun. Kemudian dalam draf revisi tersebut, Polri juga memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan, pemblokiran, hingga upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Reformasi kepolisian memang diperlukan, namun revisi UU Polri ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem hukum di Indonesia, sehingga pembahasannya harus dilakukan dengan sangat cermat dan hati-hati. Beberapa hal tersebut, sontak memicu kekhawatiran masyarakat sipil dari berbagai lapisan kalangan, pasalnya beberapa pasal yang tertuang dianggap mengindikasikan menodai demokrasi.

Sebagaimana diungkap oleh KontraS dalam rentang waktu 2020 – 2024 telah menghimpun praktik-praktik kekerasan yang melibatkan kepolisian di Indonesia. Sepanjang Juli 2020 – Juni 2021, setidaknya terdapat 651 kasus. Juli 2021 – Juni 2022 terjadi peningkatan mencapai hingga 677 kasus. Juli 2022 – Juni 2023 terdapat 622 kasus.

Kemudian sepanjang Januari hingga April 2024, tercatat 198 peristiwa kekerasan yang melibatkan aparatur kepolisian, dengan kategori pelanggaran berupa penembakan, penganiayaan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa, tindakan tidak manusiawi, penculikan, pembunuhan, penembakan gas air mata, water cannon, salah tangkap, intimidasi, bentrokan, kejahatan seksual, kriminalitas, hingga extrajudicial killing.

Abdullah juga mengatakan pihaknya telah melakukan jajak pendapat dari berbagai kalangan masyarakat Banten.

“Untuk menghimpun lebih banyak data kami, EW-LMND Banten, juga membuat jajak pendapat terkait kinerja kepolisian dan revisi UU Polri kepada 135 responden se-Banten satu minggu sebelum acara FGD digelar.”

Berikut hasil jajak pendapat yang telah dilakukan EW-LMND Banten

1. Kinerja Kepolisian

Sebanyak 41,5% menyatakan kinerja kepolisian masih buruk, sedangkan sebanyak 16,3% menyatakan kinerja kepolisian sudah baik, dan 42,2% menyatakan netral. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kinerja kepolisian masih belum memuaskan.

2. Pelayanan Kepolisian

Sebanyak 58,5% menyatakan kinerja kepolisian masih buruk, sedangkan sebanyak 14% menyatakan kinerja kepolisian sudah baik, dan 28,1% menyatakan netral, hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, pelayanan kepolisian masih belum memuaskan.

3. Biaya Layanan Kepolisian

Sebanyak 49,7% menyatakan kinerja kepolisian masih buruk, sedangkan sebanyak 15,3% menyatakan kinerja kepolisian sudah baik, dan 34,8% menyatakan netral. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, biaya pelayanan kepolisian masih belum memuaskan.

4. Keramahan Pelayanan Kepolisian

Sebanyak 25,2% menyatakan kinerja kepolisian masih buruk, sedangkan sebanyak 27,4% menyatakan kinerja kepolisian sudah baik, dan 46,7% menyatakan netral. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, keramahan pelayanan kepolisian cukup memuaskan.

Berdasarkan hasil jajak pendapat tersebut, didapat kesimpulan bahwa mayoritas masyarakat masih menilai kinerja kepolisian masih buruk dan mayoritas masyarakat menolak pasal-pasal kontroversial.

Abdullah juga mengatakan akan menindaklanjuti hasil yang didapat dari acara FGD yang diselenggarakan.

(Jul)

Leave a Response