Dinamika Baru Gerakan Tani

Sejak tanggal 12 Desember lalu, 40-an orang petani dari tiga tempat di Jambi, yakni Suku Anak Dalam (SAD) 113, Kunangan Jaya II (Batanghari), dan Mekar Jaya (Sarolangun), menggelar aksi jalan kaki dari Jambi menuju ke Jakarta.

Sementara itu, di depan kantor Kementerian Kehutanan RI di Jakarta, puluhan petani Jambi juga masih bertahan. Mereka sudah menggelar aksi pendudukan di tempat itu selama 50 hari lebih. Mereka menuntut “Tanah untuk Rakyat” dan penegakan pasal 33 UUD 1945.

Dan, pada 11 Januari mendatang, ratusan petani dari Blitar, Jawa Timur, juga akan menggelar aksi jalan kaki menuju Jakarta. Mereka akan menagih janji SBY terkait distribusi 8 juta hektar lahan ke petani. Tak hanya itu, mereka juga akan menyerukan penegakan pasal 33 UUD 1945.

Dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak rezim SBY, konflik agraria di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2012 lalu, ada 198 kasus konflik agraria di Indonesia. Artinya, dalam setiap dua hari terjadi satu konflik agraria. Dan, seperti dicatat Konsorsium Pembaruan Agraria, tiap konflik menyeret rata-rata 2000 KK.

Pada tahun 2012 lalu, beberapa kasus konflik agraria cukup menyedot perhatian kita, seperti kasus Bima (NTB), Mesuji (Lampung), dan Ogan Komering Ilir (Sumsel). Konflik sepanjang tahun 2012 ini menyebabkan 156 petani ditahan, 55 orang mengalami luka-luka dan dianiaya, 25 petani tertembak, dan tiga diantaranya tewas.

Perlawanan petani muncul di mana-mana. Namun, sebagian besar perlawanan itu masih bersifat bersifat lokalis, parokial, dan sektoralis. Sebagian besar perlawanan itu, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, tidak berhasil dikonsolidasikan dalam sebuah gerakan nasional.

Karena itu, gerakan petani dituntut harus bisa mengatasi kontradiksi antara perjuangan lokal dan nasional, tuntutan kasuistik dan politis, dan kesadaran klas versus etnis/lokalisme. Gerakan tani juga harus bisa menghubungkan diri dengan sektor-sektor sosial yang lain, seperti buruh, mahasiswa, kaum miskin kota, dan lain-lain.

Perjuangan petani Jambi berusaha menerobos rintangan itu. Dengan menggelar aksi longmarch dari Jambi ke Jakarta, yang melalui sedikitnya 20-an kota/kabupaten, petani Jambi berharap adanya konsolidasi gerakan yang bersifat luas.

Dan target itu cukup tercapai. Di Sumsel, aksi longmarch petani Jambi mendapat dukungan banyak organisasi. Di Mesuji, Lampung, petani Jambi juga mendapat sambutan luar biasa. Bahkan, sejumlah petani Mesuji menyatakan bergabung dengan aksi petani Jambi. Di Jakarta, sejumlah organisasi pergerakan sedang mempersiapkan penyambutan besar-besaran terhadap peserta long-march petani Jambi ini.

Kemudian, dengan aksi longmarch petani Blitar ke Jakarta, yang juga akan melalui sejumlah kota/kabupaten di Pulau Jawa, diharapkan ada konsolidasi-konsolidasi perlawanan di sepanjang daerah yang dilaluinya.

Dengan demikian, awal tahun 2013 telah dibuka dengan gerakan tani. Dan kita berharap, dengan konsolidasi-konsolidasi perlawanan melalui petani Jambi dan Blitar ini, respon terhadap berbagai konflik agraria di tahun 2013 bisa dilakukan secara bersama-sama.

Penyatuan gerakan tani memang mutlak dibutuhkan. Tanpa adanya penyatuan gerakan secara nasional, daya tekan gerakan petani untuk mengatasi konflik agraria tentu lebih kecil.

Selain itu, gerakan petani harus punya proyek politik bersama yang dibasiskan pada tujuan objektif. Untuk jangka pendek, misalnya, bisa difokuskan pada penciptaan sebuah mekanisme penyelesaian konflik agraria secara konprehensif.

Sedangkan untuk jangka panjang, gerakan petani harus muncul sebagai kekuatan politik yang diperhitungkan dan, dengan demikian, sanggup mendesakkan agenda-agenda mendasar, seperti reforma agraria dan pembangunan ekonomi pedesaan.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid