Aksi Massa Menolak Kenaikan SPP Diwarnai Pemukulan Seorang Mahasiswa

Rencana pihak Universitas Muhamadiyah Maluku Utara (UMMU), Ternate, untuk menaikan SPP mahasiswa, ditentang puluhan mahasiswa dengan menggelar aksi di gedung Rektorat Universitas pada senin (20/3/2011).

Sambil membagikan famplet dan membentangkan spanduk penolakan, juga mengibarkan bendera merah putih, massa yang tergabung dalam Forum Kajian Mahasiswa Teknik (FKMT-UMMU) Ternate juga meneriakkan yel-yel penolakan dan seruan bergabung pada mahasiswa lainnya.

Para mahasiswa mulai berkumpul di pintu gerbang kampus sejak pagi, sekitar pukul 07.00 WIT, lalu bergerak ke kantor Rektorat UMMM Ternate. Namun, belum juga berhasil merapat di depan rektorat, puluhan satpam Kampus dan staff pengajar berusaha menghadang barisan massa aksi. Akibatnya, mahasiswa saling dorong dengan Satpol PP dan para staff pengajar.

Dalam aksi dorong-dorongan itu, pembantu rektor I Universitas Muhammadiyah, Hasan Seknum, sempat melayangkan bogem mentah kepada seorang mahasiswa bernama Boy, tepat di bagian pelipisnya. Boy, mahasiswa teknik Unmu Ternate, mengalami luka lebam di pelipis kirinya tersebut.

Sesaat kemudian, pihak rektor Universitas Muhammadiyah, Kasman H. Ahmad, menyatakan bersedia membuka ruang dialog dengan massa mahasiswa. Dialog pun digelar antara perwakilan mahasiswa dan pihak rektorat.

Dalam dialog itu, mahasiswa langsung mempersoalkan keputusan rektorat untuk menaikkan biaya SPP bagi angkata 2009/2010. Menurut La Ode Tia, salah seorang perwakilan mahasiswa di Universitas Muhammadiyah, sekarang SPP untuk mahasiswa FISIP mencapai Rp875 ribu, sedangkan mahasiswa teknik diharuskan membayar Rp925 ribu.

Mahasiswa menuding kenaikan SPP ini sebagai gelagat yang menunjukkan bahwa kampus Universitas Muhammadiyah Ternate sedang menuju komersialisasi. “Jika terjadi komersialisasi pendidikan, maka orang-orang miskin tidak akan mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan di Universitas,” kata La Ode Tia.

Menentang Pungli

Selain mempersoalkan kenaikan biaya SPP, mahasiswa juga menyampaikan protes terkait maraknya pungutan liar oleh dosen. Diantara pungli yang ditarik dosen adalah kebutuhan laboratorium dan praktikum.

Untuk keperluan penggunaan laboratorium, pihak dosen menarik pungutan sebesar Rp250 ribu. Sedangkan untuk kebutuhan praktikum, mahasiswa diharuskan membayar Rp25 ribu per praktikum.

Masalah lain yang diangkat mahasiswa adalah minimnya perpustakaan, sehingga kurang menunjang proses perkuliahan.

Keaktifan tenaga pengajar juga dipersoalkan. Menurut pengakuan mahasiswa, rata-rata dosen menghadiri perkuliahan di bawah 30%, sedangkan dosen terbang dari kampus lain hanya mencari untung semata.

Di kampus Muhammadiyah ini, ada fasilitas internet yang sudah disiapkan, tetapi setiap mahasiswa harus merogoh Rp5 ribu rupiah untuk menggunakannya. “Uang pendaftaran untuk pemakai internet Rp25 ribu,” kata seorang mahasiswa.

Mahasiswa juga mempersoalkan kehidupan demokratis di kampus, khususnya kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan berekspresi. “Pihak universitas terus-menerus membatasi kegiatan kemahasiswaan,” kata Nelson Alba, salah seorang perwakilan mahasiswa saat berorasi.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid