Warga Tanah Merah, Plumpang, Jakarta Utara, menganggap sikap Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo memboikot Surat Edaran Mendagri soal KTP elektronik sebagai cermin rusaknya sistem pemerintahan di negara ini.
Menurut Muhammad Huda, Ketua Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu, pemboikotan oleh Foke tersebut akan menjadi preseden buruk bagi jalannya pemerintahan. “Ini bisa menjadi contoh bagi Gubernur lain di Indonesia. Dan, kalau ini dibiarkan, suatu saat Gubernur bisa mengabaikan arahan Presiden,” katanya melalui siaran pers yang diterima oleh Berdikari Online.
Lebih lanjut, Muhamad Huda mengatakan, alasan Foke untuk mengabaikan arahan Mendagri tersebut juga tidak tepat.
Foke beralasan bahwa pihaknya berpegang kepada peraturan yang lebih tinggi, yakni Undang-undang nomor. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di DKI Jakarta.
Akan tetapi, dalam pandangan Muhamad Huda, Surat Edaran Mendagri sama sekali tidak bertentangan dengan UU soal administrasi kependudukan itu. “Pada intinya, kedua ketentuan itu mengharuskan setiap warga mendapat perlindungan dan pengakuan berupa hak untuk mendapatkan pencatatan sipil,” katanya.
Bahkan, jika mau konsisten dengan UU Nomor 23/2006 itu, maka Gubernur Fauzi Bowo dan Walikota Jakarta Utara bisa mendapatkan sanksi karena telah menghambat pengurusan dokumen kependudukan.
Muhamad Huda juga mempertanyakan keengganan Pemda DKI untuk menerbitkan KTP elektronik dan mengesahkan pembentukan RT/RW di wilayah Tanah Merah. Padahal, warga tanah merah sudah berdomisili di tempat itu sekitar 30-an tahun, dan terlibat dalam proses-proses politik seperti Pemilu dan Pilkada.
Huda menuntut agar Pemda DKI menjalankan kewajiban sebagaimana amanat Undang-Undang untuk memberikan ‘hak atas status kependudukan’ kepada warga Tanah Merah, dengan mengesahkan RT/RW di wilayah tersebut dan menerbitkan KTP/KK/Akte Kelahiran berdasarkan domisili (factual).
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid