(Siaran Pers) PRD: UU Cipta Kerja Mengangkangi Pancasila dan UUD 1945

Pada 5 Oktober 2020, jelang tengah malam, RUU Cipta Kerja resmi ketok palu. Pengesahan tengah malam itu telah menjungkirbalikkan banyak sekali pencapaian perjuangan hak-hak rakyat sejak reformasi 1998.

Mulai dari perlindungan hak-hak buruh, lingkungan, agraria, pendidikan, hingga soal pemerintahan. Secara fundamental, nilai-nilai yang dianut UU Cipta Kerja juga melabrak nilai-nilai dalam Pancasila dan UUD 1945.

Narasi awal UU Cipta Kerja adalah menyelesaikan persoalan obesitas regulasi. Namun, kenyataannya adalah merombak semua UU (ada 73 UU) agar selaras dengan kepentingan investasi. Sehingga, esensi UU ini bukan penyederhanaan UU, melainkan deregulasi neoliberal.

Deregulasi itu membawa 3 tujuan: (1) kemudahan berinvestasi (perizinan, ketersediaan lahan, pendirian bangunan, tenaga kerja, dan resentralisasi perizinan), (2) menurunkan biaya ketenagakerjaan (upah, jaminan sosial, pesangon, dan lain-lain), dan (3) menurunkan biaya resiko investasi (dampak lingkungan).

Di sektor ketenagakerjaan, deregulasi ini mendorong fleksibilitas tenaga kerja berupa pelonggaran sistem kerja kontrak (batas waktunya dihapus) dan outsourcing (syarat-syaratnya dihapus), legalisasi untuk upah per jam dan per satuan hasil, dan jam kerja.  Selain itu, UU ini juga memudahkan PHK terhadap pekerja (ketentuan surat peringatan 3 kali dihilangkan).

Di sektor pertanahan, ada pasal-pasal yang menghidupkan kembali azas pertanahan Hindia-Belanda, yaitu Domein Verklaring (pengusahaan tanah-tanah terlantar dan tak jelas pemilikannya oleh Negara untuk diserahkan ke swasta), lewat konsep Bank Tanah dan Hak Pengelolaan (HPL).

Dalam urusan pangan, ada bahaya yang mengancam konsep kedaulatan pangan karena memasukkan impor sebagai sumber penyediaan pangan (di UU lama/UU 18 tahun 2012 tidak ada). Kemudian, syarat-syarat untuk melakukan impor juga ditiadakan.

Dalam konteks lingkungan, izin lingkungan, sebagai persyaratan usaha (wajib Amdal-UKL/UPL), dihapuskan. Selanjutnya, setiap usaha/kegiatan hanya dipersyaratkan persetujuan lingkungan, yang kriteria dan persyaratannya lebih ringan. Selain itu, resiko lingkungan dipersempit hanya pada masyarakat yang terdampak langsung.

Kemudian, UU seakan mengembalikan sentralisme ala Orde Baru. Ada banyak kewenangan Pemerintah Daerah yang ditarik kembali ke pemerintah pusat. Pahitnya, sentralisasi ini semata-mata diabdikan untuk kepentingan investasi.

Cara pandang maupun substansi UU Cipta Kerja semata-mata untuk investasi, sehingga mengabaikan hak azasi manusia, perlindungan lingkungan, kepentingan ekonomi nasional, dan azas pemerintahan yang demokratis. Tentu saja, hal ini mengangkangi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Lebih parah lagi, UU ini bukan hanya mengabaikan suara rakyat saat proses penyusunan hingga pengesahannya, tetapi juga tidak menunjukkan kepekaan terhadap kondisi rakyat yang makin sulit akibat pandemi covid-19.

Di saat pandemi belum terkendali, jumlah infeksi dan kematian warga terus meningkat, hal paling prioritas adalah kesehatan dan keselamatan rakyat. Alih-alih menyelesaikan persoalan prioritas itu, pemerintah dan DPR justru sibuk memuluskan jalan bagi investasi lewat UU Cipta Kerja.

Itupun, poin-poin UU Cipta Kerja tak banyak menjawab persoalan-persoalan mendasar yang menghambat investasi, seperti korupsi/pungli, birokrasi yang tidak kompeten, sumber daya manusia (59 persen tenaga kerja Indonesia hanya berpendidikan SD/SMP), regulasi yang gampang berubah, dan infrastruktur.

Karena itu, Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak UU Cipta Kerja karena merampas hak-hak dasar rakyat, berpotensi memperparah kerusakan lingkungan hidup, mengabaikan penguatan ekonomi nasional, dan memunggungi azas pemerintahan yang demokratis.
  2. UU Cipta Kerja akan memperluas liberalisasi di sektor ketenagakerjaan yang justru akan menganggu perkembangan industri nasional dan kesejahteraan buruh
  3. Cara pandang dan substansi UU Cipta Kerja bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
  4. Menuntut DPR dan Presiden untuk segera membatalkan UU Cipta Kerja .
  5. Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu dan memperkuat perlawanan terhadap UU Cipta Kerja.

Jakarta, 8 Oktober 2020

Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD)

Ketua Umum PRD: Agus Jabo Priyono
Sekretaris Jenderal: Dominggus Oktavianus

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid