Shamsiah Fakeh, Perempuan Revolusioner Pembebasan Malaya

Di Malaysia, seperti juga Indonesia, peranan kaum kiri dalam pentas perjuangan kemerdekaan dihapuskan. Tak hanya itu, melalui proses manipulasi sejarah yang sistematis, ‘kiri’ digambarkan sebagai ideologi yang negatif dan menakutkan.

Alhasil, banyak pejuang kemerdekaan Malaysia, yang benar-benar menyerahkan hidupnya bagi tanah air dan rakyatnya, malah ditempatkan di sudut gelap sejarah negerinya. Tidak terkecuali Shamsiah Fakeh, perempuan revolusioner yang terlibat dalam perjuangan melawan kolonialisme Inggris di Malaysia.

Menjadi Pejuang Anti-Kolonial

Shamsiah Fakeh dilahirkan di Kuala Pilah, Negeri Sembilan, Malaysia, pada tahun 1924. Ayahnya, Fakeh Sultan Sulaiman, adalah seorang perantau dari Sumatera Barat, Indonesia.

Shamsiah lahir dari keluarga miskin. Ayahnya hanya seorang pedagang sayur eceran. Namun, karena kemiskinan itu, Shamsiah begitu mencintai pengetahuan. Ia yakin, pendidikan itu kelak akan membebaskannya dari kemiskinan.

Shamsiah1
Keterangan: Shamsiah Fakeh bersama Ibu dan adiknya

Tahun 1911, ia memulai pendidikan di sekolah Melayu di kampung halamannya. Namun, menapaki klas 5 Sekolah Dasar, orang tuanya memindahkannya ke sekolah agama Rahmah Al-Yunusiah di Padang Panjang, Sumatera Barat.

Namun, di sekolah itu ia tidak tamat. Orang tuanya tiba-tiba memanggilnya pulang. Penyebabnya, perang dunia kedua sedang meletus, dan orang tuanya khawatir dengan keselamatan anaknya.

Tahun 1939, ia melanjutkan sekolah agama di Kuala Pilah. Sayang, pendidikannya itu terinterupsi karena dipaksa kawin dengan seorang teman sekolahnya. Ia melahirkan dua anak. Sayang, karena faktor kemiskinan, dua anaknya itu meninggal ketika masih kecil.

Namun, di masa itu ada kisah yang begitu mempengaruhi pandangan politik Shamsiah kelak. Suatu malam, ketika suaminya tidak ada di rumah, ia kedatangan tamu: puluhan tentara keturunan Tionghoa. Mereka adalah Tentara Rakyat Malaya Anti Jepang (MPAJA). Masyarakat setempat menyebutnya pasukan “bintang tiga”.

Tentara itu ingin membeli beras. Karena beras miliknya tinggal sedikit, Shamsiah pun menolak. Namun, yang mengherankan bagi Shamsiah, tentara itu tidak memaksa. Mereka langsung pergi begitu mengetahui persediaan beras milik Shamsiah sudah menipis. Shamsiah begitu kagum dengan kedisiplinan tentara itu. Itulah watak tentara merah yang revolusioner itu.

Agustus 1945, Jepang takluk. Namun, bagi Malaysia, kekalahan Jepang bukan akhir derita mereka. Kolonialisme Inggris langsung mencaplok kembali negeri kaya ini. Saat itu, Shamsiah Fakeh kembali melanjutkan sekolahnya di Bagan Seranai, Perak. Untuk biaya sekolah, ia dan adiknya menjual bubur kacang.

Namun, di situlah Shamsiah bersentuhan dengan gerakan politik. Awalnya, ia ikut pertemuan yang digelar oleh UMNO (United Malayan National Organization) atau Organisasi Nasional Malaya Bersatu. Ini adalah partai kanan, yang menolak semboyan “Merdeka”. Terhadap partai ini, Shamsiah menuturkan, “dalam perjuangan kemerdekaan, tak satupun aktivis UMNO yang pernah ditangkap Inggris. Juga tak satupun kadernya yang mati di tiang gantungan.” Namun, ironisnya, partai yang dekat dengan kolonialis Inggris ini justru menjadi penguasa Malaysia sejak merdeka hingga sekarang.

pkmm-300x208
Demonstrasi yang digelar oleh PKMM

Pada saat itu juga, Shamsiah juga berkenalan dengan aktivis Partai Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM), yang berhaluan nasionalis-kiri. Partai ini sangat menentang Inggris dan memperjuangkan kemerdekaan. Awalnya, seperti dituturkan Shamsiah, partai ini mencita-citakan penyatuan Indonesia-Malaysia. Benderanya disebut ‘Sang Saka Merah-Putih’.

Shamsiah begitu kagum dengan PKMM. Baginya, partai inilah yang konsisten dan tegas melawan penjajahan. Sebaliknya, UMNO sibuk berkolaborasi dengan kolonialis Inggris. Di jaman itu, penggolongan politiknya sederhana: kanan berarti pro-Inggris, sedangkan kiri berarti anti penjajahan Inggris. Kanan menolak kemerdekaan, sementara kiri memperjuangkan kemerdekaan.

Shamsiah Fakeh sendiri bergabung dengan PKMM tahun 1946. Ia juga langsung dipercaya memimpin seksi wanita PKMM cabang Kuala Lumpur.

Gerakan Perempuan

Di PKMM, ada seruan bagi seluruh rakyat Melayu, baik laki-laki maupun perempuan, untuk terlibat dalam gerakan politik melawan kolonialisme Inggris dan kemerdekaan Malaya.

Ia mulai aktif dalam pertemuan-pertemuan PKMM dan organisasi sayapnya, yakni API (Angkatan Pemuda Insaf) dan AWAS (Angkatan Wanita Sedar). Di pertemuan-pertemuan itu ia berpidato dengan penuh semangat. Tak jarang ia mengutip ayat Al-quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW.

Dalam masa sibuk-sibuk gerakan politik itu, ia menikah dengan Ahmad Boestaman, yang saat itu mengetuai API. Namun tak lama kemudian, Ahmad Boestaman ditangkap. Namun, yang cukup aneh, kendati Shamsiah ketua organisasi wanita kiri (AWAS), ia rela dimadu oleh Ahmad Boestaman. Tetapi pernikahan keduanya berlangsung sangat singkat.

Yang menarik, pandangan Shamsiah terkait pembebasan perempuan. Ia menyadari, perempuan mengalami penindasan yang ganda, yakni penindasan oleh sistem kapitalisme/imperialisme dan penindasan oleh budaya feodal/patriarkhi. Baginya, perjuangan pembebasan tanah air merupakan tahap pertama menuju pembebasan perempuan.

Menjadi Anggota PKM

Di samping PKMM, ada juga Partai Komunis Malaya (PKM). Partai ini sudah berdiri sejak tahun 1930. Awalnya, PKM beranggotakan kebanyakan orang Tionghoa.

Sementara itu, untuk meluaskan perlawanan menentang Inggris, berbagai kekuatan progressif membentuk sebuah front bernama Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Putera ini terdiri dari API, AWAS, PKMM, GERAM, dan Barisan Tani Se-Malaya (BATAS).

Sedangkan organisasi-organisasi kiri yang lainnya membentuk aliansi bernama AMCJA (All Malayan Council for Joint Action). Pada tahun 1947, PUTERA dan AMCJA menyatu. Saat itu, penguasa Inggris berusaha merangkul bangsawan-bangsawan Melayu dan UMNO ke dalam sebuah Federasi. AMCJAA-PUTERA menentang federasi itu.

AMCJA-PUTERA kemudian merancang Konstitusi Rakyat untuk Malaya, yang berisi 10 prinsip. Proposal menyatukan Singapura ke dalam Malaya Bersatu. Sementara proposal konstitusi yang dirancang Federasi tidak memasukkan Singapura. Konstitusi Rakyat itu kemudian dibagi-bagikan ke Rakyat. Akibatnya, penolakan terhadap Konstitusi federasi menguat. Puncaknya, 20 Oktober 1947, para pekerja dan rakyat Malaysia menggelar pemogokan umum menolak Inggris.

Meski rakyat Malaya menolak Konstitusi Federasi, tetapi penguasa Inggris tetap bergeming. Tanggal 1 Februari 1948, Inggris mengesahkan Konstitusi Federasi tanpa mendengarkan suara Rakyat. Melihat kebangkitan rakyat yang makin membesar, Inggris pun mulai bertindak keras. Larangan-larangan terhadap kegiatan organisasi dan serikat mulai diberlakukan.

Sementara itu, pada tahun 1948, Shamsiah mengikuti latihan militer yang digelar oleh PKM. Ia diutus oleh PKMM. Di sini ia belajar tentang pengorganisiran massa, pengadaan logistik, dan pembentukan kesatuan bersenjata.

Tahun itu juga ia bergabung di PKM. Baginya, PKM adalah partai yang berani melawan penjajah. Saat itu, Shamsiah sempat mendapat kursus politik dari seorang kader PKI dari Indonesia, Wak Parto (Sulaiman), yang sengaja diutus ke Malaysia untuk membantu perjuangan rakyat di sana.

Gerilya Di Hutan-Hutan

Tanggal 20 Juni 1948, penguasa kolonial Inggris mengeluarkan Undang-Undang Darurat yang melarang aktivitas dan membubarkan organisasi kiri. Kebijakan itu merupakan ‘teror putih’ bagi kaum kiri. Sekitar 29 ribu aktivis kiri ditangkap dan dipenjara. Banyak yang disiksa dan dihukum gantung.

Situasi sangat represif. Saat itulah, bersama dengan 20-an pemuda-pemudi PKMM, AWAS, API, dan PETA, Shamsiah masuk ke hutan. Inilah awal dimulainya perjuangan bersenjata melawan kolonialisme Inggris. Saat itu, tugas pertama Shamsiah adalah mengorganisir massa rakyat untuk mendukung perjuangan bersenjata.

Tak jarang, karena tidak terbiasa di hutan, ia sering tersesat. Peristiwa tersesat pertama terjadi 20 Juni 1948. Karena tiba-tiba diserang pasukan Inggris, Shamsiah dan kawan-kawan terpisah satu sama lain. Dengan susah payah ia mencari jejak kawan-kawan seperjuangannya.

Sejak 1948, PKM memimpin perjuangan bersenjata rakyat Malaya melawan kekuasaan Inggris. Sebelumnya, ketika Malaya dijajah oleh fasisme Jepang, PKM juga memimpin perjuangan bersenjata. Tak terbantahkan lagi, kaum komunis punya andil besar dalam perjuangan membebaskan rakyat Malaya dari fasisme Jepang dan kolonialisme Inggris.

PKM

1 Februari 1949, PKM membentuk Tentara Nasional Pembebasan Malaya (TNPM). TNPM ini memiliki lusinan rezimen. Salah satunya adalah rezimen ke-10, yang sebagian besar anggotanya adalah keturunan Melayu. TNPM banyak mengadopsi konsep Tentara Pembebasan Rakyat (TPR)-nya Partai Komunis Tiongkok. Bahkan, beberapa aturan disiplin TPR diterapkan juga di TNPM, seperti sopan dan ramah kepada rakyat, jual-beli harus adil, pinjam barang harus dikembalikan, merusak barang orang lain harus diganti, tetap berlaku adil terhadap tawanan.

Ditugaskan Ke Tiongkok Dan Indonesia

Pertengahan 1956, Shamsiah dan suaminya, Ibrahim Mohamad, berangkat untuk belajar di Tiongkok. Di Tingkok, selain tekun memperdalam teori-teori marxisme, Shamsiah mewakili Malaya menghadiri pertemuan-pertemuan internasional.

Di Tiongkok, sebagai perwakilan PKM, Shamsiah dan suaminya mendapat perlakuan khusus. Ia sempat bekerja di Radio Beijing siaran antar bangsa. Ia dikhususkan di siaran berbahasa Melayu. Karena jasanya, Shamsiah dan suaminya mendapat bintang penghargaan yang disematkan oleh Perdana Menteri Tiongkok saat itu, Zhou Enlai.

Februari 1965, Shamsiah mendapat tugas sebagai perwakilan Liga Pembebasan Nasional Malaya di Indonesia. Di Jakarta, ia bertemu dengan pimpinan PKI, yakni Aidit dan Njoto. PKI dan ormas-ormasnya memberikan dukungan penuh bagi perjuangan pembebasan nasional rakyat Malaya. Tak hanya itu, saat itu bertepatan dengan kampanye Bung Karno menentang berdirinya ‘Negara Boneka Inggris” di Malaya.

Namun, situasi itu tidak berlangsung lama. Di penghujung September 1965 terjadi peristiwa yang disebut ‘Gerakan 30 September’, yang menjadi awal berbaliknya situasi politik di Indonesia. Gerakan kontra-kudeta yang dirancang gagal itu telah dijadikan dalih bagi sayap kanan, khususnya militer di bawah Soeharto, untuk menghabisi PKI dan ormas-ormasnya. Ini juga menjadi awal kudeta merangkak Soeharto untuk menggulingkan Bung Karno.

Aktivitas Liga Pembebasan Nasional Malaya pun terkena imbasnya. Shamsiah dan tiga kawannya ditangkap tentara. Mereka dibawa dan disekap di Dinas Intelijen Angkatan Bersenjata. Ia ditahan hingga Desember 1967. Setelah bebas, ia pergi ke Vietnam dan disambut langsung oleh Ho Chi Minh.

Dipecat dari PKM

Tahun 1960-an hingga 1970-an, PKM mengalami masa sulit. Secara eksternal, dua raksasa komunis saat itu, yakni Tiongkok dan Uni Soviet, berseteru. Perseteruan itu berdampak pada partai Komunis di berbagai negara.

Di internal PKM sendiri terjadi masalah, yakni penyusupan oleh intelijen musuh. Akibatnya, di internal PKM terjadi pengadilan besar-besaran terhadap anggota PKM yang didugan agen intelijen. Banyak anggota PKM yang terbunuh karena aksi kontra-intelijen yang serampangan itu.

Sejumlah kader PKM di Tiongkok mengeritik hal itu. Termasuk Shamsiah dan suaminya. Tetapi PKM justru menolak kritik. Alhasil, kader-kader yang melakukan kritik dipecat. Termasuk Shamsiah Fakeh dan Ibrahim Mohamad (suaminya).

Tak hanya itu, karena peristiwa itu bertepatan dengan meletusnya Revolusi Kebudayaan di Tiongkok, Shamsiah dan suaminya diperlakukan tak ubahnya para ‘pejalan kapitalis’ dalam Revolusi Kebudayaan. Ia dituduh melakukan gerakan anti-partai. Karenanya, Barisan Pemuda PKM–yang bertindak tak ubahnya Pengawal Merah di Tiongkok–menangkap Shamsiah dan suaminya. Mereka dipaksa bertulut, diikat tangan, ditempeleng, dan dipaksa mengakui kesalahan. Dia dan suaminya ditahan dua tahun di asrama PKM di Tiongkok.

Tetapi konflik internal itu telah membawa kemunduran bagi PKM. Partai ini terpecah menjadi tiga faksi, yakni PKM Marxis-Leninis, PKM Revolusioner, dan PKM Asli (Ortodoks). Semua mengklaim sebagai PKM paling sejati. Semua punya tentara sendiri-sendiri dan hendak bertempur satu sama lain.

Banyak anggota PKM yang kecewa dan menyerah. Mereka terus mengalami kemunduran hingga tahun 1980an. Akhirnya, pada tanggal 2 Desember 1989, PKM menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Malaysia dan Thailand. Dengan demikian, berakhirlah perjuangan panjang yang penuh pengorbanan itu.

Shamsiah Fakeh dan keluarganya kembali ke Malaysia tanggal 23 Juli 1994. Akhirnya, setelah terpisah 46 tahun, Shamsiah Fakeh bisa berkumpul kembali dengan semua keluarganya.

Meski merasakan pahit-getirnya perjuangan, termasuk dipecat oleh partainya sendiri, Shamsiah Fakeh tidak pernah menyesal telah berjuang. Seperti dikatakannya dalam wawancara dengan majalah Mastika, “Tiada apa yang aku kesalkan. Beribu-ribu pejuang telah terkorban semasa berjuang untuk kemerdekaan. Mereka juga tidak pernah mengharapkan apa-apa balasan atau kemewahan dari perjuangan mereka.”

Tanggal 20 Oktober 2008, perempuan yang dijuluki “srikandi rimba Malaya” ini tutup usia. Jenazahnya diantarkan oleh ratusan kawan dan sanak-saudaranya ke peristirahatan terakhir.

Rudi Hartonopengurus Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Cat: sebagian besar tulisan di artikel ini mengacu pada Memoir Shamsiah Fakeh: Dari AWAS ke Rejimen ke-10.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid