“Sulawesi Tenggara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki Sumber Daya Alam yang sangat melimpah mulai dari Nikel, Emas, Aspal, Perkebunan Sawit, Pertanian, sampai di bidang perikanan. Akan tetapi, di sisi lain jumlah angka kemiskinan masyarakat di Sulawesi Tenggara pun meningkat,” kata Direktur Walhi Sultra Andi Rahman, S.H dalam Diskusi Panel dengan tema Politik dan Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara di Kedai Universe Coffe and Resto, Jl. Martandu Kecamatan Mokoau, Kelurahan Kambu Kota Kendari, Jumat (18/08).
“Ini sangat aneh. Sulawesi Tenggara yang memiliki cadangan nikel sebesar 32% tidak mampu membuat masyarakatnya sejahtera justru masyarakat merasakan dampak negatif dari aktivitas pengelolaan pertambangan yang carut-marut seperti yang terjadi di Kabupaten Konawe: aktivitas PT VDNI dan OSS sangat tidak ramah lingkungan yang mengakibatkan masyarakat di lingkungan PT VDNI dan OSS mulai terinfeksi penyakit ISPA,” tambahnya
Andi pun menyampaikan bahwa hal ini tidak terlepas dari campur tangan pemerintah di Sultra yang memberikan ruang kepada pengusaha untuk mengekploitasi Sumber Daya Alam meskipun pemerintah harus menabrak aturan.
Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tidak boleh ada aktivitas pertambangan karena akan berdampak pada lingkungan dan ekosistem laut. Akan tetapi, yang terjadi adalah Pemerintah Sulawesi Tenggara mengeluar Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Konawe Kepulauan yang notabene wilayah tersebut termasuk dalam kategori wilayah pesisir dan pulau terkecil yang ada di Sulawesi Tenggara. Akibat aktivitas PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) yang carut-marut, masyarakat Kabupaten Konawe Kepulauan dalam waktu dua bulan terakhir ini sudah tidak mendapatkan lagi air bersih karena sumber mata air mereka sudah dicemari oleh limbah pertambangan tersebut.

“Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penunjang ekonomi negara. Akan tetapi masyarakatnya masih dalam taraf kemiskinan yang sangat tinggi,” begitu juga kata Ketua Cabang GMNI Kendari, Sahril. “Di Konawe Utara, eksploitasi sumber daya alam sangat massif khususnya di bidang pertambangan dan perkebunan sehingga membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat di daerah setempat. Limbah pertambangan sudah mencemari laut sehingga nelayan harus mencari ikan di tempat yang sangat jauh bahkan di luar dari daerah konawe Utara. Tentunya ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan para nelayan tersebut. Selain itu, masyarakat juga sudah mulai terinfeksi Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut akibat dari limbah Batubara yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tambang tersebut,” urai Sahril.
“Bukan hanya pertambangan saja, namun aktivitas perkebunan kelapa Sawit juga merusak lingkungan. Konawe Utara juga merupakan daerah penghasil Kelapa Sawit. Hampir semua lahan pertanian diganti dengan perkebunan Kelapa Sawit. Pada dasarnya tumbuhan Kelapa sawit tidak menyerap air; akibatnya ketika turun hujan deras, Kabupaten Konawe Utara akan mengalami banjir yang dampaknya merusak rumah warga, dan fasilitas umum bahkan sampai terjadi tanah longsor,” terang Sahril lagi.
Selain itu, Ketua Mahacala UHO dan Unsultra menyampaikan bahwa saat ini kita sudah berada di fase pemanasan global. Salah satu faktor penyebab terjadinya pemanasan global ini ditandai dengan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan yang serampangan. Penebangan hutan dilakukan dengan sangat massif sehingga binatang-binatang yang hidup di dalam hutan tidak lagi memiliki tempat dan yang terjadi, binatang-binatang tersebut mulai berkeliaran di lingkungan masyarakat bahkan sampai ada yang menyerang masyarakat.
Feby Rahmayana perwakilan LMND Sultra menyampaikan bahwa kekayaan alam yang ada di Sulawesi Tenggara hanya dikuasai oleh segelintir orang. Ini merupakan ketimpangan ekonomi yang sangat jelas terlihat. Dengan sumber daya alam melimpah yang ada di Sultra sudah saatnya kita mendukung hilirisasi dan pembangunan indusrialisasi nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
“Momentum Pemilu tahun 2024 harus menjadi momen pertarungan ide dan gagasan bagi para calon kepala daerah di Sultra. Hal tersebut membutuhkan peran kita sebagai anak muda untuk dapat mewujudkan hal tersebut. Untuk itu kita juga membutuhkan satu pandangan dan persatuan untuk membangun Sultra. Jangan lagi kita terpecah-belah dengan isu-isu sara dan sektarian,” ujar Feby dari LMND
Di penghujung acara, Direktur Walhi, Andi Rahman menyampaikan bahwa pengelolaan sumber daya alam di Sultra yang serampangan tidak terlepas dari produk kebijakan yang dihasilkan dari ruang politik. Di momen 2024 ke depan, kita sebagai anak muda harus mengambil peran yang sangat strategis.
Kita membutuhkan pemimpin yang peduli dengan kesejahteraan masyarkat dan peduli terhadap lingkungan. Kita tidak membutuhkan pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya saja. Lewat kegiatan ini, kita dapat menyamakan persepsi dan dapat melahirkan solusi-solusi untuk kemajuan Sultra di masa yang akan datang. Diskusi ini akan menjadi awal bagi WALHI dan organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa untuk terus berkolaborasi bersama dalam berjuang menciptakan perubahan di Sulawesi Tenggara. Diskusi Panel ini menghadirkan beberapa narasumber dari beberapa organisasi Pemuda dan mahasiswa yaitu Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Cabang Kendari (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Kendari (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kendari (IMM), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Sarinah GMNI, Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sulawesi Tenggara (MAHACALA UNSULTRA), Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Halu Oleo (MAHACALA UHO), Kohati Badko Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia Sulawesi Tenggara (HMI SULTRA), dan Direktur Walhi Sultra.
(Feby Rahmayana)
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid