Johansburg, Berdikari Online – Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan bahwa negeri-negeri di benua Afrika ingin mengekspor produk jadi yang diolah melalui industrialisasi di Afrika, dan bukan lagi mengekspor “batu dan pasir” yang mengandung berbagai kekayaan mineral langka. Presiden Cyril menyampaikan hal ini dalam pembukaan acara Pertemuan BRICS di Johansburg, Afrika Selatan Selasa, 22/8.
Di hadapan degasi pemerintahan dan pelaku bisnis dari berbagai negeri, Cyril menyampaikan apresiasinya terhadap upaya semua pihak dalam menyukseskan agenda pengentasan kemiskinan dan mengangkat kesetaraan. Dalam konteks itu Cyril mengemukakan sudut pandang Afrika Selatan dalam mengidentifikasi solusi bagi persoalan-persoalan tersebut.
“Dari sudut pandang Afrika Selatan, di sini terdapat potensi sangat besar yang belum tersentuh oleh investasi di negeri kami, dan tentu saja di benua Afrika secara keseluruhan,” kata Cyril.
Presiden dari partai ANC yang didirikan Nelson Mandela ini mengatakan Afrika mempunyai peluang industrialisasi yang besar di berbagai sektor. Benua Afrika, lanjutnya, memiliki kekayaan sumber daya mineral yang dapat memajukan ekonomi dan bisnis di abad dua puluh satu.
Dijelaskan bahwa Afrika memiliki lithium, vanadium, kobalt, platinium, palladium, nikel, tembaga, dan banyak jenis mineral langka lainnya yang menggerakkan perekonomian dunia saat ini.
“Negeri-negeri Afrika sangat jelas bahwa investor di benua kami dapat memproses (mineral tersebut) di sini, dekat dengan dengan sumber dayanya. Sehingga negeri-negeri Afrika tidak mengekspor “batu dan pasir” melainkan mengekspor produk jadi.
Sementara itu, di sela-sela Pertemuan BRICS, diplomat Tiongkok di Afrika, Wu Peng menyampaikan pada pers bahwa negeri-negeri Afrika ingin agar Tiongkok mengubah fokusnya dari membangun infrastruktur ke industralisasi lokal.
“Integrasi Afrika sedang bereskalasi dan banyak negeri di Afrika telah meminta Tiongkok untuk mempertimbangkan perubahan dari fokus kami,” ujar Wu Peng yang merupakan Direktur Jenderal Hubungan Afrika pada Kementerian Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok.
Wu mengatakan perubahan dibutuhkan terutama dengan pertimbangan keberadaan Perjanjian Perdagangan Bebas Benua Afrika (Africa Continental Free Trade Agreement) yang diluncurkan tahun 2021. Menurut rencana Tiongkok membicarakan rencananya terkait industrialisasi di Afrika dengan para pemimpin Afrika pada pertemuan khusus di sela Pertemuan BRICS.
(Dom)