Banyak politisi yang kebal hukum di Negeri ini. Tetapi, yang paling kebal hukum adalah politisi dari lingkaran kekuasaan saat ini: partai Demokrat dan anggota pemerintahan SBY-Budiono. Sekalipun sudah dijejali bukti-bukti, aparat penegak hukum tak juga berkutik di hadapan politisi penjahat itu.
Sebut saja kasus Andi Nurpati. Politisi partai Demokrat ini dinyatakan terbukti melakukan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi aparat kepolisian tetap tidak bisa melakukan tindakan hukum. Tidak salah jika Mahkamah Konstitusi menilai Kepolisian telah menghamba kepada kekuasaan.
Memang tidak mudah memenjarakan politisi korup dari Partai Demokrat dan pejabat di lingkaran inti kekuasaan SBY. Kita tentu masih ingat kasus Bank Century. Kasus yang merugikan negara sebesar Rp1,6 Triliun itu menguap di tengah jalan, tanpa berhasil menyeret para pelaku utamanya.
Kita juga bisa melihat kasus Nazaruddin. Butuh waktu cukup lama untuk menangkap dan memenjarakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini. Itupun baru dilakukan penangkapan setelah Nazaruddin banyak bernyanyi tentang korupsi di lingkaran partai Demokrat.
Kenyataan politik di atas semakin membuktikan bahwa pemerintahan SBY tidak punya komitmen seujung kuku pun untuk memberantas korupsi. Retorika gerakan anti-korupsi ala SBY hanyalah kicauan, tapi tidak pernah ada perbuatan dan tindakan yang konkret.
Kasus terbaru adalah dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans). Sejumlah dugaan sudah mengarahkan kepada Menakertrans Muhaimin Iskandar, tetapi belum ada itikad politik dari pemerintahan SBY-Budiono untuk meminta klarifikasi dari menterinya tersebut atau setidaknya memerintahkan penyelidikan tanpa pandang bulu.
Dengan berbagai kejadian itu, maka tidak salah jika ada yang menganggap Partai Demokrat dan kekuasaan SBY sebagai “tanah penyelamatan koruptor”. Jika anda pernah terlibat korupsi dan hendak menghindari proses hukum, maka jadilah politisi Partai Demokrat atau pelayan setia kekuasaan SBY.
Andi Nurpati sendiri termasuk orang paling bermasalah di Indonesia. Jika kasus pemalsuan surat MK itu benar-benar di usut, maka pintu untuk membongkar kasus lain juga makin terbuka lebar. Terutama kasus kecurangan dan manipulasi saat pelaksanaan pemilu 2009.
Ini adalah unik, dan tentu saja bukan kebetulan, bahwa praktek korupsi malah tumbuh subur di alam neoliberalisme. Sekalipun penganut neoliberal berteriak-teriak tentang “clean government”, perang terhadap kapitalisme kroni, juga reformasi birokrasi, tetapi kenyataan juga memperlihatkan kian tambah subur dan tak tersentu hukum.
Rupanya, di Indonesia, juga banyak di negara lain, neoliberalisme hidup bersandingan dengan praktek korupsi. Ini mematahkan argumen sebagian besar kaum intelektul liberal, bahwa neoliberalisme memerangi korupsi.
Dengan mandeknya kasus Andi Nurpati, setidaknya rakyat semakin tahu betapa tumpulnya pedang anti-korupsi di tangan SBY. Kita juga berharap bahwa rakyat bisa mulai bersikap kritis dengan tidak lagi memilih partai-partai korup pada saat dilakukan pemilihan (pilkada dan pemilu).
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid