“Occupy Wall Street”

Bermula dari sekelompok aktivis, umumnya adalah kaum muda, sebuah gerakan massa digagas di taman zuccotti ( Liberty Plaza Park). Pada awalnya media massa, bahkan Polisi, enggan memperhatikan mereka. Media massa arus utama menganggap mereka sebagai “pemain sirkus pinggiran”.

Tetapi, beberapa minggu kemudian, fakta berbicara lain: gerakan ini telah berhasil mengorganisir ribuan orang dalam pawai-pawai mengecam kerakusan Wall Street. Gerakan ini pun sontak mengalihkan perhatian dunia tatkala 700-an aktivis-nya ditangkap dan ditahan polisi saat menggelar aksi di jembatan Brooklyn. Inilah gerakan “Occupy Wall Street (OWS)”.

Gerakan ini pun meluas ke seluruh Amerika Serikat dan berbagai kota besar lainnya di seluruh dunia. Bahkan di Jalur Gaza, Palestina, sebuah gerakan serupa telah memberikan dukungan kepada gerakan OWS ini. Presiden Venezuela Hugo Chavez turut memberikan dukungan terhadap gerakan ini.

Gerakan ini mengambil bentuk seperti gerakan-gerakan aksi anti-globalisasi pada umumnya. Ide dasarnya pun berangkat dari semacam “aksi langsung” terhadap jantung kapitalisme global. Gerakan ini menemukan momentum yang tepat: ketidakpuasan dan keresahan banyak rakyat Amerika dan dunia terhadap krisis kapitalisme.

Kami sangat mengapresiasi dan mendukung gerakan ini.

Pertama, Gerakan OWS telah menciptakan sebuah momentum penting untuk memulai perlawanan terorganisir secara global untuk menentang kapitalisme. Dalam beberapa minggu terakhir, gerakan ini telah berbagai negara dan memberi energi baru bagi aktivis anti-kapitalisme untuk memulai kembali sebuah “periode opensif”.

Kedua, gerakan ini berhasil menciptakan slogan yang sangat cerdas, yaitu 99% melawan 1%, yang memiliki resonansi yang sangat kuat untuk menarik mayoritas orang yang menjadi korban kerakusan korporasi ke dalam satu barisan.

Dan melalui momentum perlawanan di AS itu, gerakan anti-imperialis di seluruh dunia menemukan potensi sekutu yang kuat dalam sebuah perjuangan bersama menciptakan dunia baru yang lebih adil dan demokratis.

Berdikari Online, sebagai media yang bersikap anti-imperialis, sangat mendukung perjuangan rakyat di Amerika dan berbagai penjuru dunia di bawah banner “Occupy Wall Street dan sejenisnya”.

Tetapi, sebagai sebuah gerakan yang diharapkan berjangka-panjang dan bisa memukul telak kapitalisme, kami juga mengajukan beberapa pendapat mengenai masa depan gerakan “occupy wall street” ini.

Pertama, gerakan ini memfokuskan serangannya wall-street sebagai jantung kapitalisme global. Alasannya, seperti dikatakan Naomi Klein, karena Wall Street adalah simbol pengambil-alihan demokrasi oleh korporasi.

Tetapi kapitalisme global tidak bisa disederhanakan hanya dengan Wall-Street. Kapitalisme global sudah menjadi sebuah sistem global dan mengakar kuat dalam masyarakat kita. Kantor-kantor raksasa di Wall-Street sebagian besar hidup dari praktek neo-kolonialiame dan imperialisme di berbagai penjuru dunia.

Perjuangan anti-kapitalis tidak bisa disederhakan menjadi anti-bank, ataupun sekedar anti-negara, sebagaimana sering disuarakan libertarian kanan maupun kiri.

Kedua, gerakan ini tidak memiliki organisasi politik dan tuntutan spesifik.

Ray Mia, salah seorang aktivis OWS, mengatakan gerakan ini awalnya diorganisir oleh semacam “Komite Aksi Langsung”. Tidak ada pemimpin, tidak ada tuntutan spesifik dan mengambil model-model gerakan di Spanyol, Yunani, dan revolusi negara Arab.

Yang mempersatukan mereka, sebagaimana dikatakan Ari Cowan, seorang aktivis OWS, adalah penolakan mereka terhadap apa yang disebut “sistim politik dan finansial korup” yang mengabaikan orang miskin.

Tetapi sejarah kebangkitan gerakan massa di abad 20 membuktikan bahwa inisiatif massa saja tidak cukup untuk menggulingkan rejim berkuasa. Apa yang terjadi di “Mei 1968 di Perancis” adalah satu contoh yang menegaskan hal itu. Atau pemberontakan di Argentina dan sejumlah negara Amerika Latin pada tahun 1990-an, dimana massa kaum miskin perkotaan telah bangkit, mengusai jalan raya dan kota-kota, dan menjarah toko-toko, tetapi kurangnya perencanaan yang jelas, membuat gerakan ini gagal menggulingkan sistem dominan.

Sejarah kemenangan revolusi di berbagai tempat secara jelas menggambarkan bahwa hal itu hanya dapat dicapai ketika sebuah kekuatan politik mampu menciptakan sebuah program alternatif yang sanggup menyatukan berbagai sektor beragam dari massa rakyat, lalu kemudian mengkonsentrasikan kekuatan itu untuk memukul rantai terlemah dari kekuatan musuh.

Kekuatan politik ini, meminjam istilah Leon Trotsky, ibarat piston yang merapatkan uap sehingga bisa menggerakkan lokomotif perubahan.

Sedangkan kebutuhan tuntutan, atau semacam platform politik, sangat diperlukan untuk menginspirasi jutaan massa ke dalam “satu kehendak”; tersatukan, terartikulaskan, dan mencapai pembebasan.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid