Misteri Penculikan dan Hilangnya Seorang Menteri Negara

Histoire se répète toujours deux fois; sejarah mengulang dirinya sendiri. Setelah kasus Otto, penculikan dan pembunuhan atas nama politik terus berulang di Negeri ini. Dari penculikan dan pembunuhan Amir Sjarifoeddin, Tan Malaka, hingga peristiwa 1965.

Tanggal 19 Agustus 1945[1], seorang pejuang kelahiran Jawa Barat ditunjuk sebagai Menteri di Kabinet Presidensial. Dalam Kabinet pertama Republik Indonesia merdeka itu, ia ditunjuk sebagai Menteri Negara.

Pejuang ini adalah Otto Iskandar Dinata. Karena pemberani dan suka terang-terangan, ia dipanggil Si Jalak Harupat (ayam pemberani, kuat, dan bersuara nyaring). Mungkin, karena sikap pemberaninya itu, Sukarno menugasinya untuk mengorganisasikan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Siapa sangka, tugas ini pula yang mengantarkan Otto menemui kematian yang masih misteri hingga kini. Pengorganisasian BKR, yang melibatkan bekas serdadu KNIL, Peta, dan Heiho, memicu ketidakpuasan Laskar Rakyat.

Meskipun Menteri Negara, Otto tak serta memboyong keluarganya untuk tinggal di Jakarta. Hanya dia seorang diri yang tinggal di Ibukota Republik, sedangkan istri dan anak-anaknya tetap tinggal di Bandung. Karena itu, setiap akhir pekan, Otto bolak-balik Jakarta-Bandung.

Pada 24 Oktober 1945, saat sedang di Bandung, ia tiba-tiba mendapat telegram dari Jakarta. Isinya penting: ia dipanggil segera menghadap Presiden Sukarno. Sebagai pejuang sekaligus pejabat Negara, tak ada alasan baginya untuk berleyeh-leyeh menghindari panggilan tugas dari Negara.  Karena itu, ia langsung berangkat hari itu juga.

Nasib tragis tak tertolak. Rupanya, telegram itu hanya hoax sekaligus jebakan. Begitu tiba di Jakarta, Otto hilang bak ditelan bumi. Tak ada kabar berita. Istrinya, Raden Ajeng Soekirah, berusaha mencari kabar, tetapi nihil.

Hingga, di penghujung Oktober 1945, datang sepucuk surat dari Otto untuk istrinya. Isinya: ia tengah menghadapi masalah dan fitnah, tapi tak jelas duduk-perkaranya.

Saat itu, ketika penyebaran kabar belum secepat sekarang, kabarnya hilangnya Otto tak banyak tahu. Bahkan Presiden Sukarno dan pejabat Negara lainnya. Pemerintah secara resmi menyatakan Menteri Negara Otto “hilang” pada 20 Desember 1945. Hampir dua bulan sejak keberadaan Otto tak diketahui.

Sejak itu, hingga Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, hilangnya Otto masih misteri. Baru tahun 1958, 13 tahun kemudian, misteri hilangnya Otto dibawa ke Pengadilan.

Saat itu, Mudjitaba bin Markum, seorang Polisi yang bekas anggota Laskar, menjadi tersangka pembunuhan Otto. Di masa revolusi 1945, orang ini menjabat sebagai wakil ketua Laskar Hitam, salah satu laskar rakyat paling ditakuti di Tangerang.

Meski Mudjitaba dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman oleh Pengadilan, tetapi teka-teki kematian Otto belum terjawab. Banyak yang menduga, Mudjibata hanya eksekutor lapangan, tetapi otak penculikan dan pembunuhan Otto tak terungkap.

Jadi, singkat cerita, Otto diculik oleh Laskar Hitam sejak akhir Oktober 1945. Dalam penculikan itu, Otto sempat mendekam di penjara Mauk Tangerang. Baru, pada 20 Desember 1945, ia dieksekusi mati. Kabarnya, setelah dieksekusi mati, jenazah Otto dibuang ke laut.

Tentang motif penculikan Otto juga belum jelas. Berdasarkan catatan Sidang terhadap Mudjitaba dkk pada 1958, Laskar Hitam menculik Otto karena dianggap antek-antek NICA.

Tentu saja, tudingan itu tak benar. Sejak kecil, Otto sudah jadi penentang Belanda. Saat remaja, ia ikut pergerakan nasional, dari Boedi Oetomo hingga menjadi anggota Volskraad (parlemen Hindia-Belanda). Jelang kemerdekaan, ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Sehari setelah Proklamasi, dia menjadi pengusul Sukarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden.

Jadi, kecintaan dan perjuangan Otto untuk Indonesia merdeka tak teragukan. Seperti kata Otto sendiri, seperti dikutip Koran Tjahaja, 21 Agustus 1945: “Kalau kemerdekaan Indonesia boleh ditebus dengan jiwa seorang anak Indonesia, saya akan maju sebagai kandidat yang pertama untuk pengorbanan ini.”

Tetapi, kenapa Laskar Hitam menculik Otto? Dari sekian banyak pejabat Negara saat itu, kenapa Otto yang dijadikan sasaran oleh Laskar Hitam?

Dan ironisnya, dari para tersangka pembunuh Otto di Pengadilan 1958, termasuk Mudjitaba, tak ada yang mengenal Otto dengan baik. Lantas, darimana mereka mengetahui Otto sebagai antek NICA atau dekat dengan Belanda?

Siapa yang menyebarkan tuduhan tersebut?

Itulah misteri yang tak terjawab dan masih terus gelap gulita hingga hari ini. Dan kasus penculikan dan pembunuhan Otto adalah kasus penculikan dan pembunuhan pejabat Negara pertama dalam sejarah Indonesia merdeka.

Histoire se répète toujours deux fois; sejarah mengulang dirinya sendiri. Setelah kasus Otto, penculikan dan pembunuhan atas nama politik terus berulang di Negeri ini. Dari penculikan dan pembunuhan Amir Sjarifoeddin, Tan Malaka, hingga peristiwa 1965.

Dan ironisnya, seperti kasus Otto, hampir tak satu pun kasus itu yang terang-benderang hingga kini. Sehingga kita, generasi masa kini, tak bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa masa lalu itu: untuk tidak mengulanginya.

RUDI HARTONO


[1] Versi lain menyebut pembentukan Kabinet Presidensial dilakukan tanggal 2 September 1945. Sementara George Mc Turnan Kahin dalam “Nationalism and Revolution in Indonesia” menyebut pembentukan Kabinet pertama itu terjadi tanggal 31 Agustus 1945.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid