Secara substansi, penulis setuju dengan konsep omnibus law yang bertujuan meningkatkan kultur investasi dan meningkatkan devisa. Akan tetapi, dilihat dari cakupan jaminan sosial dan kebijakan fiskal yang ada saat ini, maka langkah yang diambil oleh pemerintah hanya akan mengorbankan pihak civil society demi memberikan keuntungan kepada pemilik modal.
Fenomena omnibus law pada saat ini tidak akan dapat terlepaskan dari dinamika sistem politik yang sedang berkembang didunia. Secara empiris, polar kekuasaan (politik) didunia sudah terbagi menjadi 3 kutup, yaitu triangulasi antara pemerintah, civil society dan pemilik modal (pengusaha). Ketiganya saling mempunyai pengaruh antara satu dengan yang lainnya, sehingga menciptakan suatu hubungan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan secara teori.
Setiap aktor dalam triangulasi ini mempunya perannya masing-masing. Pemerintah berperan sebagai “pelayan” & “pengatur” bagi civil society serta pemilik modal. Civil society memberikan sumber daya manusia (labor) kepada pemilik modal dan mendapatkan jaminan sosial dari pemerintah. Sedangkan pemilik modal mendapatkan sumber daya manusia dari civil society dan memberikan pajak bagi pemerintah.
Baca juga: Bagaimana Menyikapi Omnibus Law?
Sistem triangulasi ini berkembang, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang seperti mayoritas negara-negara di eropa barat dengan Jerman sebagai pusatnya. Jika kita ingin melakukan comparative historical analyasis, maka kita dapat memilih negara mesir sebagai contoh. Penulis memilih mesir, karena Negara ini mempunyai beberapa persamaan dengan negara kita. Indonesia dan Mesir merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya beragama muslim. Selain itu, persamaan lain yang dapat dijadikan dasar pemilihan adalah pernah dibawah kepemimpinan militer yang otoriter dan pernah dijajah oleh bangsa barat.
Ditinjau dari tingkat upah minimum, mesir tergolong rendah. Hal ini disebabkan pendapatan perkapita negeri tersebut yang memang rendah, sehingga tidak mampu membayar upah pekerja dengan angka yang relatif mumpuni. Akan tetapi, ada hal menarik lain yang memang patut mendapatkan perhatian, walaupun upah minimumnya rendah, akan tetapi kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dengan baik.
Mesir merupakan salah satu negara dengan jaminan sosial terbaik bagi rakyatnya. Warga negara Mesir mendapatkan berbagai bentuk jaminan sosial mulai dari pendidikan gratis, bantuan komoditas pangan serta bantuan langsung tunai. Selain itu, Negara Mesir juga terkenal dengan keahlian di bidang asuransi sosial dan dana pensiun. Semua jaminan sosial tersebut didanai dari pajak yang diperoleh oleh pemerintah Mesir.
Sejak akhir tahun 2018, pemerintah mesir sudah memulai perbaikan sistem perpajakan, sehingga bisa menarik pemilik modal untuk berinvestasi ke negara tersebut. Modernisasi sistem perpajakan menjadi salah satu pilar utama reformasi ekonomi di Mesir. Sebab dengan langkah tersebut pemerintah berhasil meningkatkan produk domestik bruto (PDB), menurunkan pengangguran, dan meningkatkan daya saing produksi lokal. Mesir juga menjajaki aktivitas e-commerce di bawah undang-undang perpajakan yang baru, sebab perkembangan pesat e-commerce membuat Mesir berpandangan perlunya melihat potensi pajak dari sektor tersebut.
Dari fakta diatas, tampak Mesir mampu menjalankan roda perekonomian dengan upah buruh yang relatif murah. Hal ini dikarenakan jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah mulai dari warga negara mesir lahir hingga meninggal. Pemerintah mampu membiayai jaminan sosial tersebut karena hasil pajak yang diperoleh dari iklim investasi yang berkembang di Mesir. Para pemilik modal dimanjakan dengan berbagai kebijakan pajak yang mudah dan transparan. Selain itu, perlindungan terhadap produk lokal melalui tarif bea masuk impor yang tinggi juga menjadi kunci sukses didalam memperoleh pendanaan jaminan sosial dari sektor pajak. Pemerintah Mesir juga menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif 13 persen pada tahun 2017 dan tahun berikutnya naik menjadi 14 persen guna membiayai kebijakan subsidi barang komoditas, pendanaan program Takaful dan Karama sebagai bentuk perlindungan bagi kaum miskin di Mesir, serta pemberian dana pensiun kepada 1,5 juta keluarga Mesir. Penerapan PPN menjadi salah satu cara pemerintah meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran yang terjadi dari tahun ke tahun.
Berkaca dari negara Mesir dan dinamika sistem politik yang berkembang hampir diseluruh dunia, Indonesia dan omnibus law dapat dikatakan mengalami keterkaitan dengan kedua fenomena tersebut. Dari sudut pandang pemerintah, penerapan omnibus law mempunyai 3 tujuan utama. Pertama, guna menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan; kedua, efisiensi proses perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan; dan Ketiga menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan Outcome dari omnibus law adalah berkembangnya investasi serta meningkatnya devisa dari sumber pajak.
Akan tetapi, jika dibedah dengan content analisis, maka dua RUU yang merupakan turunan dari omnibus law sarat akan potensi permasalahan, mulai dari permasalahan yang ditimbulkan dari RUU Cipta kerja, potensi kerusakan lingkungan, hilangnya potensi bisnis BUMN pertambangan hingga penyelewengan pajak. Lemahnya konsep rancangan perpajakan dan jaminan sosial yang ditawarkan oleh pemerintah, cenderung lebih memberikan keuntungan politik ke pihak pemilik modal. Civil society cenderung dirugikan dalam konsep omnibus law yang diajukan oleh pemerintah.
Baca juga: Bisakah RUU Cipta Lapangan Kerja mengatasi Persoalan Ekonomi Nasional?
Selain itu, pemerintah kelihatan naif dengan pemberian paket kebijakan tax holiday, tax reduce dan tax amnesty kepada para pemilik modal. Paket kebijakan tersebut dinilai tidak akan menghasilkan peningkatan devisa dari sumber pajak dimasa depan. Pemerintah belum berhasil memaparkan bagaimana mereka akan mengamankan devisa pajak dari penyelewengan dan meningkatkan devisa pajak dari suatu kebijakan fiskal. Jaminan sosial yang ada pada saat ini masih sarat dengan permasalahan, sedangkan perluasan cakupan jaminan sosial masih belum terdengar jelas dari pihak pemerintah. Jika dibandingkan dengan Negara Mesir, maka pemrintah Indonesia masih terkesan sangat terburu-buru dalam mengajukan produk RUU omnibus law.
Secara substansi, penulis setuju dengan konsep omnibus law yang bertujuan meningkatkan kultur investasi dan meningkatkan devisa. Akan tetapi, dilihat dari cakupan jaminan sosial dan kebijakan fiskal yang ada saat ini, maka langkah yang diambil oleh pemerintah hanya akan mengorbankan pihak civil society demi memberikan keuntungan kepada pemilik modal.
Saran yang penulis dapat berikan adalah sebaiknya benahi dulu sistem jaminan sosial yang berlaku, perketat pengawasan pajak dan pemberantasan korupsi serta buat suatu kebijakan fiskal yang memang dapat memberikan jaminan peningkatan devisa negara dari sumber pajak. Jika Jaminan sosial dan devisa pajak sudah terpenuhi, maka resiko rakyat akan dikorbankan guna kepentingan pemilik modal akan dapat diantisipasi dan iklim investasi akan berkembang di Indonesia. Hubungan simbiosis mutualisme antara Civil Society, Pemerintah dan pemilik modal dapat tercapai dan kesehateraan merupakan suatu hal yang realistis untuk dirasakan oleh rakyat Indonesia.
Yudha Fernando, Dosen Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia (UI)
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid