Puisi : Putu Oka Sukanta
Menunggu ombak menjilat kaki
Berdiri santai di tepi pantai
Menunggu janji sebuah negeri
Tanpa pejabat yang senang mencuri
Ombak datang bertandang
Disambut dendang
Nelayan yang tak surut berjuang
Upah dan keringat tidak seimbang
Angin berembus memberi senang
Awan beriring menjanjikan terang
Bekerja tak kenal malam maupun siang
Belum bisa pulang membawa uang
Termaktub dalam sejarah
Yang jarang diunggah
Boleh jadi disisihkan
Bahkan mungkin dikuburkan
“Seekor Tikus (putih?)
Berpangkat Patih
Ditampar sandal
Boleh jadi sampai terpental
Oleh Pangeran Diponegoro
Di Istana Jogjakarta
Pada tahun 1817
Karena tertangkap tangan
Sebagai Tikus.”1)
Katanya Tikus yang Patih itu,
Bersumpah kapok dan minta ampun
Tapi berulang lagi dan hampir sama
Dan beranak Pinak.
Ombak ganas membentur tebing
Runtuh berkeping bungkah berbungkah
Nelayan dan orang orang pantai
kehilangan sari laut pati bumi
Tikus tikus negeri sibuk membuat kalkulasi
Sambil menonton indah senja matahari.
Pangeran Diponegoro,
Menampar Patih tikus
dengan sandalnya,
Tikus beranak pinak,
Di setiap jengkal negeri
Pangeran Diponegoro sudah pergi,
Dagang sandal keliling negeri
Hanya dijual untuk kaki,
Bukan menampar tikus negeri
Yang pintar berenang
Di laut pasang.*
1):Buku KORUPSI
Peter Carey, Suhardiyoto Haryadi.
Rmangun,21.10.23