Konflik Agraria Merebak Di Riau, Muhamad Sanusi Tegaskan Komitmen KPPR Membela Rakyat

Pekanbaru-Berdikari Online, “Tidak terbantahkan bahwa Provinsi Riau merupakan provinsi dengan tingkat konflik agraria tertinggi di Indonesia, dan bukan juga suatu berita yang mengejutkan bagi masyarakat Riau ketika mendapat kabar berita tentang adanya lahan masyarakat bersengketa dengan perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI),” ujar Muhamad Sanusi, dari Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR), Jumat, 16 Agustus 2024 menyikapi merebaknya konflik agraria di Riau.

Sanusi pun mengabarkan bahwa sehari menjelang Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Negara Republik Indonesia, tepatnya pada Jum’at 16 Agustus 2024, di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kampar Provinsi Riau telah terjadi insiden pengrusakan Mushalla milik Koperasi Produsen Petani Sahabat Lestari (KP2-SL) dan pengrusakan 1 Pos Pemantauan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karlahut), serta 2 Gubuk yang diduga dilakukan oleh sekelompok securiti dengan jumlah lebih kurang 150 orang dan beberapa di antara mereka ada yang berpakaian bebas memasuki areal pencadangan Koperasi Produsen Petani Sahabat Lestari (KP2-SL) Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir.

Tidak hanya berupa pengrusakan, berdasarkan informasi dari masyarakat, konflik tanah tidak terselesaikan ini juga menimbulkan korban 5 orang terluka, namun yang parah 1 orang bernama Eki (23 th) yang mengalami luka di kepala dengan 8 jahitan. Eki terluka akibat lemparan dari pihak securiti PT. Arara Abadi.

Konflik pertanahan antara masyarakat dengan PT. Rimba Peranap Indah (RPI) di Inhu, antara masyarakat dengan PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) di Rupat Bengkalis, dan banyak lagi konflik lainnya terjadi bahkan konflik ini terjadi dalam jangka waktu yang lama hingga saat ini tidak kunjung mendapatkan jalan penyelesaian dari pemerintah. Padahal, hampir dari semua konflik agraria, pemerintah dan perusahaanlah yang mengganggu ketentraman rakyat; sama halnya yang dihadapi oleh masyarakat desa Kota Garo yang berkonflik dengan PT. Arara abadi.

Muhamad Sanusi menegaskan bahwa organisasinya, Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR) memiliki komitmen yang besar dalam rangka penanganan konflik agraria agar pemerintah benar berpihak untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Kami memimpin langsung aksi jalan kaki perwakilan petani Indragiri Hulu, Riau menuju Gedung Kementerian Kementerian LHK RI di Jakarta,” ungkapnya. “Fokus pada persoalan Konflik tenurial di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Rimba Peranap Indah (RPI) dengan masyarakat kami meminta Negara memberikan kepastian hukum melalui adendum (perubahan) izin IUPHHK-HTI untuk mengeluarkan, pelepasan areal kampung dan desa yang di dalamnya terdapat kebun Karet dan Kelapa Sawit masyarakat. Hal ini demi kepastian hukum dan keadilan kepada rakyat dalam kondisi konflik agraria yang terjadi.”

“Jadi jangan sampai hal serupa, Aksi Jalan Kaki petani, akhirnya menjadi jalan yang harus kami pilih untuk mendorong pemerintah melakukan penyelesaian konflik antara masyarakat dengan PT. Arara Abadi ini,” katanya lagi.

Muhamad Sanusi kembali mengingatkan penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah, bahwa sebenarnya dalam penyelesaian konflik agraria (kehutanan/pertanahan), sudah seharusnya pemerintah terlibat penuh dalam pengaturan sumber daya alam yang berpihak dan melindungi kepentingan rakyat untuk memberikan sebesar-besarnya kemakmuran pada rakyat.
“Konflik agraria yang disulut oleh pemerintah harus diselesaikan oleh pemerintah itu sendiri bukannya bersikap netral, apalagi melindungi kepentingan segelintir pemilik modal,” tegas Sanusi.

(Fikzen)

[post-views]