Seorang pejabat negara, apalagi Menteri, seharusnya punya sensitivitas terhadap isu-isu yang bisa memicu konflik horizontal. Kalau tidak, negeri ini bisa hancur lebur karena konflik horizontal.
Sayang, Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan tidak punya sensitivitas itu. Bahkan, dalam penyelesaian sejumlah konflik agraria di Indonesia, Menhut Zulkifli Hasan sengaja mengaduk-aduk dikotomi pribumi versus pendatang.
Pendekatan itu kembali dipergunakan Zulkifli Hasan dalam melihat konflik agraria di Jambi. Zulkifli Hasan beranggapan, seperti banyak dikutip media masa, kasus perambaan hutan di Jambi banyak dilakukan oleh pendatang.
Padahal, pada kenyataannya, masyarakat yang disebut “perambah hutan” dan “pendatang” oleh Zulkifli Hasan adalah masyarakat yang sudah mendiami kawasan itu dalam jangka waktu yang lama.
Kita lihat satu contoh: konflik antara PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) dengan petani Kunangan Jaya II. Untuk diketahui, PT REKI baru mendapat ijin pengelolaan hutan di daerah Batanghari, Jambi, pada tahun 2010. Sementara masyarakat Kunangan Jaya II sudah mendiami kawasan itu sejak lama.
“Sekitar 30% warga Kunangan Jaya II sudah mendiami kawasan itu selama puluhan tahun. Kemudian, sejak 1970-an, program transmigrasi sudah masuk ke daerah tersebut. Artinya, warga lebih dulu ada sebelum perusahaan,” kata Ngatono, kepala dusun Kunangan Jaya II, Batanghari, Jambi.
Sudah begitu, warga yang dituding perambah hutan itu punya dusun, yakni Kunangan Jaya II, yang punya struktur pemerintahan resmi. Dusun Kunangan Jaya II yang dihuni oleh 900 keluarga atau sekitar 3.000 jiwa, dan terbagi atas delapan rukun tetangga.
Tak hanya itu, dusun ini juga punya jalan poros dan jalan lingkungan dari tanah liat, punya 4 mesjid, 3 mushollah, 2 gereja, dan sebuah sekolah dasar (SD) serta sebuah Madrasah Diniyah. Bahkan, dusun ini punya struktur atau aparatur pemerintahan resmi, seperti Kepala Dusun, yang digaji oleh negara.
Menghianati Semangat Kebangsaan
Pendekatan Zulkifli Hasan, yang mendikotomikan pribumi dan pendatang itu, dianggap melenceng jauh dari konsep kebangsaan kita.
“Cara pandang Menhut Zulkifli Hasan itu sangat mengkhianati semangat kebangsaan, prinsip bhineka tunggal ika, Pancasila, dan UUD 1945,” kata Ketua Umum PRD, Agus Jabo Priyono.
Menurut Agus Jabo, setiap manusia Indonesia punyak hak untuk hidup di manapun di bawah kolong langit Indonesia ini. Dan hak itu dilindungi oleh konstitusi (UUD 1945).
Lebih jauh lagi, kata Agus Jabo, dikotomi pribumi dan pendatang itu tidak sesuai dengan konsep kebangsaan Indonesia. Konsep kebangsaan Indonesia dibangun diatas basis persamaan nasib dan persamaan cita-cita bersama dari beraneka ragam suku, agama, dan adat-istiadat.
Agus Jabo pun mengutip pesan Bung Karno dalam pidato Pancasila: “Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!”
Lebih jauh lagi, Agus Jabo mengkhawatirkan pernyataan Zulkifli Hasan itu bisa menyulut sebuah konflik komunal berdarah, seperti di Lampung, Madura, dan beberapa tempat lainnya di Indonesia.
Agus Jabo juga menandai, politik pecah-belah, termasuk memecah-belah bangsa berdasarkan dikotomi pribumi dan pendatang, adalah taktik kolonial di masa lalu untuk menguasai nusantara.
“Kami sekarang sangat paham jika anda bermental kompeni, londo ireng, inlander yang tidak paham konstitusi. Demi kepentingan modal asing, modalnya kaum penjajah, Zulkifli Hasan sangat tega mengado domba bangsa sendiri,” katanya.
Bung Hatta sendiri pernah bilang, “seorang manusia Indonesia tulen haruslah tidak merasa takut kemanapun kakinya melangkah di bumi Indonesia. Sebaliknya, seorang Indonesia tulen tak perlu curiga atau menutup diri terhadap kehadiran manusia-manusia Indonesia lain yang mungkin berbeda suku, agama, keyakinan politik, dan lain-lain. Pendek kata, manusia Indonesia asli tak lagi mengenal label “pribumi” dan “pendatang”.
Berarti: Zulkfli Hasan bukanlah manusia Indonesia tulen. Rupanya, Ia mewarisi mental kolonial, yang suka mengadu domba bangsanya sendiri demi membuka jalan bagi modal asing.
Risal Kurnia
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid