JAKARTA (BO): Menagih janji yang tak kunjung dipenuhi, mahasiswa beserta gerakan rakyat yang terdiri dari Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Tani Nasional (STN) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) kembali sambangi Kementerian Pertambangan dan ESDM tadi siang (20/01). Namun, lagi-lagi mereka dikecewakan oleh pihak kementerian. Rekomendasi dari Menteri Pertambangan dan ESDM kepada Bupati Bima, NTB untuk pencabutan SK 188/2010 belum juga diberikan.
Untuk diketahui, sebelumnya ratusan massa yang tergabung dalam front rakyat anti tambang (FRAT) Jumat (13/01) kemarin telah melakukan aksi massa dengan tuntutan pencabutan SK 188/2010. Dalam aksi tersebut, enam orang perwakilan pengunjuk rasa diterima oleh pihak Kementerian. Keenam perwakilan tersebut di temui oleh Binsar, Kepala Biro Umum dan Humas kementerian ESDM. Pertemuan tersebut berhasil menyepakati bahwa selambat-lambatnya satu minggu dari hari itu, pihak Kementerian ESDM akan merekomendasikan pencabutan SK 188/2010.
“Tempo lalu, kami sudah menyepakati kalau satu minggu sejak Jumat (13/01), sudah harus ada pencabutan SK 188/2010 karena sudah menyengsarakan rakyat,” ujar Edi Susilo, koordinator lapangan aksi tersebut.
Laki-laki yang juga merupakan sekretaris jendral (Sekjend) LMND tersebut lebih lanjut mengungkapkan, tuntutan untuk pencabutan SK 188/2010 itu bukan tanpa alasan. Eksplorasi tambang yang dilakukan oleh PT Sumber Mineral (SMN) itu sudah jelas-jelas tidak melibatkan rakyat Lambu, Bima, NTB dalam merumuskannya. Apalagi, kata dia, dalam penjalanannya, rakyat dipaksa untuk menerima hal tersebut dengan represifitas aparat.
Massa aksi sempat geram ketika dalam aksinya, mereka dihadapkan dengan puluhan aparat yang sengaja dipasang di depan pintu kantor Kementerian pertambangan dan ESDM dengan dalih keamanan kantor. “Jika kita tidak diijinkan untuk masuk kedalam maka kita akan memaksa masuk untuk menemui pak Menteri,” ujar Binbin Firman Tresnadi, perwakilan STN.
Setelah melakukan aksi saling dorong dengan aparat kepolisian, massa aksi ditemui oleh perwakilan Biro Hukum dan Humas ESDM, dia mengatakan bahwa Menteri tidak bisa mengambil keputusan dalam pencabutan SK 188/2010. Namun, dia menambahkan, Menteri sudah melakukan komunikasi dengan Bupati Bima melalui telepon tentang pencabutan SK 188/2010.
Setelah melakukan aksi saling dorong dengan aparat kepolisian, massa aksi berhasil ditenangkan dengan janji untuk memberikan rekomendasi secara tertulis terhadap massa aksi. “Kami dari seminggu yang lalu sudah memberikan toleransi yang cukup kepada kementerian pertambangan dan ESDM. Saat ini, kami menagih janji menteri untuk memenuhi tuntutan kami yang hanya satu ini. Kami hanya ingin pencabutan SK 188/2010,” ujar Wahida Baharudin Upa, ketua umum SRMI.
Menurutnya, sampai sejauh ini seluruh massa aksi dari berbagai kota dan berbagai wilayah di seluruh Indonesia cukup memberikan toleransi kepada kementerian. Wahida menilai, birokrasi di Indonesia sudah sangat bobrok. Mereka, kata dia, dengan seenaknya memberikan janji tanpa ada satupun yang mereka tepati.
“Enak sekali mereka bilang Pak menteri sudah menyampaikan rekomendasi kepada Bupati Bima melalui telepon. Mereka menyepelekan persoalan yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Mereka acuh tak acuh terhadap persoalan-persoalan rakyat. Padahal sudah ada nyawa yang melayang akibat konflik agraria yang terjadi dalam tragedi pelabuhan Sape,” jelasnya.
Sementara itu, Arif Fachrudin Achmad, ketua umum LMND mengatakan, di dalam UU nomer 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, pasal 151 ayat 1 disebutkan bahwa menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berhak untuk memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IPR atau IUPK jika terjadi pelanggaran-pelanggaran.
Arif juga mengecam jawaban yang diberikan kementerian pertambangan dan ESDM mengenai tuntutan rekomendasi pencabutan SK 188/2010 secara tertulis tidak memenuhi tuntutan rakyat. Di dalam surat tersebut, kata dia, tidak dicantumkan perihal rekomendasi pencabutan SK 188/2010.
Masih menurut Arif, surat tersebut hanya berisi tentang pemberitahuan bahwa tuntutan massa aksi dan mereka akan menyampaikannya pada menteri. Bahkan kata dia, sebelumnya surat yang diberikan tanpa disertai kop surat dan juga stempel kementerian pertambangan dan ESDM. Baru setelah diprotes, lanjut dia, mereka hanya menambahkan kop surat dan juga stempel tanpa memperbaiki isi surat tersebut.
“Padahal di ayat 2 UU nomer 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara juga disebutkan beberapa hal tentang sanksinya bisa berupa surat peringatan, pencabutan sementara sebagian atau seluruh aktivitas eksplorasi atau pencabutan IUP, IPR atau IUPK. Jadi kan sudah jelas tuntutan kami, kenapa kami masih terus menerus dilempar kesana kemari? Ini menunjukkan bahwa Negara ini sudah tidak serius dalam menyelesaikan problem-problem rakyatnya. Yang jelas, kami masih akan terus melakukan perlawanan sampai SK 188/2010 dicabut,” tegasnya.
Nur Fitriana
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid