Inilah 10 Negara dengan Keterwakilan Perempuan di Parlemen Tertinggi di Dunia

Perubahan sosial (revolusi), politik afirmasi, komitmen partai politik, pemberdayaan ekonomi dan sosial, hingga pengorganisasian gerakan perempuan, berkontribusi besar dalam memajukan politik perempuan.

Meskipun perjuangan untuk hak politik perempuan sudah berkobar sejak penutup abad ke-19, kesetaraan gender di lapangan politik belum memuaskan.

Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) per Februari 2019 menyebutkan, jumlah perempuan secara global yang berhasil duduk di parlemen baru berkisar 24,3 persen. Hanya naik tipis dari 11,3 persen di tahun 1990.

Hingga Juni 2019, ada 11 perempuan yang menjadi Kepala Negara dan 12 sebagai Kepala Pemerintahan, dari 195 Negara di dunia yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Namun, di samping cerita miris di atas, ada juga negara yang perempuannya sudah meraih keterwakilan yang setara dengan laki-laki dalam politik, terutama parlemen.

Berikut ini 10 Negara dengan tingkat keterwakilan perempuan di parlemen tertinggi di dunia. Data ini merujuk pada Inter-Parliamentary Union (IPU) per September 2019:

#1 Rwanda

Dari 80 kursi parlemen di Rwanda, 49 diantaranya diisi oleh perempuan (Pemilu 2018). Dengan demikian, tingkat keterwakilan perempuan di parlemen Rwanda mencapai 61,3 persen.

Tahun 1994, konflik etnis mengerikan mengoyak Rwanda. Hanya dalam 100 hari, 800.000 etnis Tutsi dibantai. Ya, konflik etnis berujung genosida. Mengerikan.

Keluar dari konflik itu, Rwanda menatap jalan demokrasi dan persamaan. Termasuk usaha mendorong kesetaraan gender dalam segala urusan publik.

Untuk itu, pada 2003, Konstitusi Rwanda yang baru mewajibkan semua jabatan publik diisi minimal 30 persen perempuan. Jadi, Rwanda memakai Konstitusi, bukan Undang-Undang, sebagai aksi afirmatif untuk memajukan politik perempuannya.

Itu yang membuat keterwakilan perempuan Rwanda bukan hanya tinggi di parlemen, tapi juga Kabinet (42 persen), Senat (32 persen), dan kehakiman (50 persen).

#2 Kuba

Parlemen Kuba (Majelis Nasional), yang beranggotakan 605 orang, 322 diantaranya diisi oleh perempuan (Pemilu 2018). Keterwakilan perempuan di parlemen Kuba mencapai 53,2 persen.

Yang menarik, setelah revolusi 1959, isu kesetaraan mengemuka di Kuba. Kaum perempuan mengorganisir diri dalam wadah bernama Federasi Perempuan Kuba (FMC), agar bisa terlibat memperkuat revolusi.

Sejak revolusi, Kuba mendorong kesetaraan dalam segala hal, dari urusan pendidikan, ekonomi, hingga politik. Tahun 2014, 40 persen perempuan Kuba terlibat dalam kehidupan ekonomi.

Di bidang pendidikan, keterlibatan perempuan juga sangat tinggi. Jangan heran, 60 persen kalangan profesional dan ahli teknik Kuba adalah perempuan.

Fidel Castro, sang legenda revolusi, menggambarkan perjuangan perempuan Kuba untuk kesetaraan sebagai “Revolusi dalam Revolusi”.

#3 Bolivia

Dari 130 anggota parlemen Bolivia, sebanyak 69 orang adalah perempuan (Pemilu 2014). Tingkat keterwakilan perempuan Bolivia di parlemen mencapai 53,1 persen.

Begitu Evo Morales terpilih sebagai Presiden tahun 2006, Bolivia pelan-pelan menatap kemajuan. Komitmen untuk kesetaraan gender sangat kuat.

Untuk mendobrak politik patriarkal, Bolivia menempuh dua cara. Pertama, Konstitusi Bolivia tahun 2009 mewajibkan jabatan politik diisi minimal 50 persen perempuan. Sekali lagi, ini perintah konstitusi, bukan Undang-Undang.

Kedua, Bolivia mendorong keterlibatan perempuan dalam revolusi lewat pengorganisasian diri dalam organisasi gerakan rakyat atau Serikat perempuan.

Jadi, seperti juga Kuba, Bolivia mendorong kesetaraan dalam segala arena kehidupan publik. Bolivia mendorong pemberatasan buta-huruf dan pemajuan pendidikan. Bolivia juga mendorong partisipasi perempuan dalam ruang ekonomi.

Hasilnya sungguh menakjubkan. Selain keterwakilan perempuan yang tinggi di parlemen, 43 persen Walikota dan Dewan Kota di 327 daerah setingkat Kabupaten/Kota di Bolivia adalah perempuan.

#4 Andorra

Andorra punya 28 anggota parlemen, sebanyak 14 diantaranya adalah perempuan (Pemilu April 2019). Tingkat keterwakilan perempuan Andorra di parlemen mencapai 50 persen.

Pencapaian ini menakjubkan. Sebab, negara berpenduduk 70-an ribu jiwa ini baru mengakui “women suffrage” atau hak memilih bagi perempuan itu di tahun 1970.

#5 Meksiko

Dari 500 kursi anggota parlemen Meksiko, 241 diantaranya diisi oleh perempuan. Keterwakilan perempuan di parlemen Meksiko mencapai 48,2 persen.

Kunci pemajuan partisipasi politik perempuan di Meksiko adalah politik afirmasi yang progressif. Artinya, dalam pemilu ke pemilu, kuota untuk perempuan terus dinaikkan.

Di pemilu 2003, UU mengharuskan kuota untuk perempuan sebesar 30 persen. Tapi, di pemilu 2009, dinaikkan menjadi 40 persen. Dan yang terpenting, Parpol benar-benar dipaksa untuk menaati aturan-aturan ini.

Bulan Mei lalu, Senat Meksiko kembali membuat terobosan yang sangat radikal, dengan mengesahkan amandemen konstitusi yang mengharuskan 50 persen jabatan politik di Meksiko diisi oleh kaum perempuan.

#6 Spanyol

Spanyol membuat sejarah di Pemilu April 2019. Dari 350 anggota parlemen Spanyol, 166 diantaranya adalah perempuan. Tingkat keterwakilan perempuan di parlemen negeri matador ini sebesar 47,43 persen.

Capaian ini tidak lepas dari perjuangan kaum sosialis. Pada tahun 2007, pemerintahan sosialis mengesahkan UU yang mewajibkan 40 persen daftar calon legislatif harus berkelamin perempuan.

Dalam hal ini, sosialis tak sekedar cari pamor. Partai Sosialis (PSOE) menunjukkan bukti. Dari 123 anggota parlemennya, 64 diantaranya adalah perempuan.

#7 Swedia

Dari 349 anggota parlemen Swedia, sebanyak 165 diantaranya adalah perempuan. Keterwakilan perempuan di parlemen Swedia mencapai 47,28 persen.

Swedia adalah salah satu Negara di dunia yang paling berkomitmen terhadap kesetaraan gender. Dan untuk itu, Swedia tak hanya bicara keterwakilan perempuan di politik, tetapi dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

Swedia mendorong kesetaraan itu sejak dari rumah tangga hingga tempat kerja. Sejak 1980, diskriminasi di tempat kerja dianggap illegal alias melawan hukum.

Swedia bahkan punya Ombudsman khusus untuk memastikan kesetaraan gender. Namanya Diskrimineringsombudsmannen, yang bertugas melindungi rakyat dari diskriminasi. Keren, kan?

Lebih keren lagi, koalisi kiri-tengah yang berkuasa di Swedia sejak 2014 mengklaim diri sebagai pemerintahan feminis. Dari 22 pejabat Menterinya, 12 diantaranya adalah perempuan.

Bahkan, nilai feminisme atau penghargaan terhadap kesetaraan gender menjadi standar politik luar negeri Swedia. Luar biasa!

#8 Finlandia

Dari 200 anggota parlemen Finlandia, sebanyak 94 orang diantaranya adalah perempuan (Pemilu 2018). Tingkat keterwakilan perempuan di parlemen Finlandia mencapai 47 persen.

Prestasi ini didorong oleh komitmen partai kiri dan hijau. Partai kiri tengah, SPD (Sosial-Demokrat), punya 22 anggota parlemen perempuan dari 40 kursinya. Partai hijau lebih radikal lagi: 85 persen calegnya adalah perempuan.

Perjuangan perempuan untuk kesetaraan bukan barang baru di Finlandia. Negeri ini sudah mengakui hak pilih perempuan sejak 1906. Dalam pemilu 1907, Finlandia sudah punya 19 anggota parlemen perempuan, di saat negara lain masih berjuang untuk hak pilih perempuan.

#9 Grenada

Grenada adalah sebuah negara kepulauan kecil yang selalu tampil menonjol dengan keterwakilan perempuannya di parlemen. Sekarang ini, berdasarkan pemilu 2018, dari 15 anggota parlemen negara ini, 7 diantaranya adalah perempuan. Tingkat keterwakilan perempuan di parlemen Grenada mencapai 46,67 persen.

Capaian itu tidak jatuh dari langit, tapi tak lepas dari kontribusi revolusi Grenada (1979-1983). Di bawah revolusi, perempuan Grenada benar-benar dimajukan. Mulai dari pendidikan, kesehatan, pekerjaan, hingga pembebasan dari segala belenggu diskriminasi dan patriarki.

Semasa revolusi, organisasi perempuan tumbuh bak jamur. Salah satunya Organisasi Nasional Perempuan (NOW), yang memobilisasi perempuan untuk terlibat dalam revolusi Grenada dan pembebasan perempuan.

#10 Namibia

Di Namibia, dari 104 anggota parlemennya, 48 diantaranya adalah perempuan (Pemilu 2014). Keterwakilan perempuan di parlemen Namibia mencapai 46,15 persen.

Salah satu kunci kemajuan perempuan di Namibia adalah keberadaan organisasi bernama SWAPO. SWAPO, singkatan dari Organisasi Rakyat Afrika Barat Selatan, adalah partai politik terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Namibia.

Partai ini masih dominan dalam politik Namibia sekarang. Sebagai partai berideologi nasionalis-kiri, SWAPO sangat berkomitmen untuk kesetaraan gender.

Di Kongresnya tahun 1997, SWAPO mewajibkan separuh delegasi Kongres adalah perempuan. Tahun 2002, SWAPO memperjuangkan regulasi yang mewajibkan 50 persen perempuan di parlemen, jabatan pemerintah, dan perusahaan milik negara (BUMN).

Belakangan ini, SWAPO sedang memperjuangkan zebra system, yang mengharuskan, misalnya: jika Presidennya berkelamin laki-laki, maka Wakil Presiden harus perempuan. Vice versa.

****

Di luar 10 negara ini, negara lain yang punya keterwakilan perempuan cukup tinggi di parlemen dan kerap masuk 10 besar adalah Afrika Selatan, Kosta Rika, Nikaragua, dan Belgia.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Dari 575 anggota DPR kita, hanya 118 orang atau 20,52 persen anggota parlemen perempuan. Ini pun sudah tercatat sebagai salah satu yang tertinggi dalam sejarah.

Rini Mardika

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid