Hari Tani Nasional (HTN) merupakan Hari Nasional yang selalu diperingati pada 24 September. Namun Hari Tani Nasional di akhir-akhir ini terkesan hanya formalitas semata .
Dari tahun ke tahun, petani selalu mendapatkan permasalahan yang luar biasa mulai dari kelangkaan pupuk, perampasan lahan hingga lahan yang terus mengalami penurunan.
Hal ini telah ramai terjadi di Indonesia terlebih akhir-akhir ini perampasan lahan sangatlah membabi buta layaknya kasus Rempang dan Kalimantan. Berdasar data dari BPS bahwa 4 Provinsi sangatlah tinggi dalam hal kasus Agraria.
Di Sulawesi-Utara sendiri juga mengalami hal yang serupa; pasalnya percepatan pembangunan atau Hilirisasi pembangunan juga berimbas pada sektor pertanian (Kebun, ladang & Sawah).
Berdasar pada data Badan Pusat Statistik Sulawesi-Utara (BPS SULUT), bahwa hari ini Sulawesi-Utara mengalami penurunan luas padi sebesar 0.10 ribu hektar atau 0.17%, Luas ladang Sulawesi-Utara yang ada saat ini atau belum di usahakan adalah 60.692,3, kawasan tegal/kebun 219.942,5 Hektar, kawasan ladang 122.974,9 Hektar. Kami perkirakan bahwa angka ini akan terus mengalami penurunan seiring dengan percepatan Hilirisasi Pembangunan.
Konflik Agraria teratas di Sulawesi-Utara adalah tanah garapan dan massifnya mafia tanah. Tanah garapan sendiri hingga saat ini masih tercipta konflik; contoh kasus Kalasey 2, Tongkaina dan Kelelondey yang disinyalir tak lepas dari peran para mafia tanah.
Masalah lainnya adalah kepemilikan tanah yang tersentral pada segelintir orang, Contoh kasus adalah orang nomor satu di Sulawesi-Utara yang tersinyalir memiliki puluhan ribu hektar tanah yang terdiri dari 60-an aset tanah yang terbagi di beberapa kabupaten/kota di Sulawesi-Utara.
Dari semua wilayah yang ada di Sulawesi-Utara, Kota Manado menjadi kawasan yang paling tinggi dalam kasus Agraria. Secara data, luas lahan Kota Manado yang belum diusahakan hanya 212,0 hektar, lahan kebun 271, 5 Hektar, Ladang 1.382,9 hektar. Berdasar pada data ini Manado adalah kawasan dengan penduduk terpadat di Sulawesi-Utara.
Manado sendiri berdasar data yang dihimpun oleh kawan-kawan Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND )Eksekutif Wilayah Sulawesi-Utara sendiri memiliki 167 kasus Agraria.
Kasus Agraria di Kota Manado sendiri sangat jarang tercipta antara masyarakat dan masyarakat melainkan antara pengusaha dan masyarakat, contoh kasus Citraland Manado vs Masyarakat serta Pemerintah vs Masyarakat contoh kasus Kalasey, Sindulang, Tumumpa, Bantik Malalayang dan lainnya.
Kepala BPN Kota Manado juga menyampaikan bahwa hingga saat ini pihaknya belum bekerja terlalu optimal, pasalnya target mereka di tahun ini sebanyak 800-an sertifikat tanah yang mampu tercipta hanya 300-an sertifikat; permasalahannya sangatlah beragam.
Melihat akan persoalan tersebut, bukanlah hal yang ilusi jika Hari Tani Nasional (HTN)hanya formalitas semata. Oleh karena itu Reforma Agraria Sejati haruslah diciptakan mengingat akan permasalahan di bidang Agraria. Peran semua sektor sangat dibutuhkan, terlebih tetap berlandaskan pada UUD 1945 Pasal 33 dan UUPA 1960.
(Alvian)
Foto : Illustrasi Lahan Pertanian Padi