A. KONSEP GOLDEN WAYS
Golden Ways merupakan pengembangan dari konsep “Golden Mean” (Jalur Tengah Emas) atau “The Middle Way” yang berasal dari filsafat Yunani Kuno- Asia Timur dan Asia Tengah (Islam). Konsep Golden Ways (atau Golden Mean) secara universal mengajarkan bahwa keunggulan dan kehidupan yang berbudi luhur dapat dicapai dengan mencari dan mempertahankan keseimbangan dalam setiap tindakan, perasaan, dan keputusan, menghindari semua bentuk ekstrem.
1. Golden Mean (Aristotles)
Filosof Yunani Aristotles mengembangkan konsep ini dalam karyanya Nicomachean Ethics.
- Inti Konsep: Kebajikan moral (virtue) terletak pada titik tengah yang ideal (mean) antara dua ekstrem, yaitu kelebihan (excess) dan kekurangan (deficiency).
- Tujuan: Untuk mencapai eudaimonia (hidup yang utuh atau berkembang).
- Contoh Populer:
- Keberanian (Courage) adalah Golden Mean antara Kecerobohan (Rashness/Excess) dan Ketakutan/Pengecut (Cowardice/Deficiency).
- Kemurahan Hati (Generosity) adalah Golden Mean antara Pemborosan (Prodigality/Excess) dan Kekikiran (Stinginess/Deficiency).
2. The Middle Way (Buddhisme dan Konfusianisme)
Konsep serupa juga mendasari ajaran agama Budha dan filsafat Timur Konfuse:
- Buddhisme: Jalur Tengah (Middle Way) diajarkan oleh Buddha Siddhartha Gautama. Ini adalah jalan hidup yang menghindari dua ekstrem: pemuasan diri yang berlebihan (hedonisme) dan penyiksaan diri yang berlebihan (askesitisme), melainkan fokus pada delapan jalan yang mulia menuju pencerahan.
- Konfusianisme: Doktrin Tengah (Zhongyong) yang menekankan pada moderasi, keseimbangan, dan ketulusan sebagai kunci untuk mencapai harmoni dalam diri, masyarakat, dan alam semesta.
3. Golden Ways Menurut Islam
Konsep “Golden Ways” dalam Islam diterjemahkan dan diimplementasikan melalui prinsip fundamental al-Wasatiyyah.Al-Wasatiyyah (الوسطية) secara harfiah berarti pertengahan, keseimbangan, adil, dan terbaik. Ini adalah jalur hidup yang menghindari ekstremitas dan mengedepankan moderasi dalam segala aspek kehidupan. Singkatnya, Golden Ways menurut Islam adalah Al-Wasatiyyah, yaitu jalan hidup yang seimbang, adil, berakhlak mulia, dan jauh dari segala bentuk ekstremitas, menjadikan Muslim sebagai teladan terbaik bagi seluruh umat manusia.
Inti Konsep Al-Wasatiyyah (Golden Ways dalam Islam)
Prinsip al-Wasatiyyah adalah karakteristik utama (jati diri) umat Islam yang ditegaskan langsung dalam Al-Qur’an:
“Dan demikianlah Kami jadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan (ummatan wasatan), agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. Al-Baqarah: 143)
1. Keseimbangan (Balance)
Al-Wasatiyyah menuntut keseimbangan yang sempurna antara dua kutub yang seringkali dianggap berlawanan.
| Aspek | Jalur Ekstrem Kiri (Kekurangan/Kelalaian) | Jalur Tengah (Al-Wasatiyyah) | Jalur Ekstrem Kanan (Kelebihan/Ekstremisme) |
| Dunia & Akhirat | Hanya fokus pada dunia (materialisme) dan melalaikan ibadah. | Menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat; bekerja keras untuk hidup, tetapi juga beribadah untuk bekal di akhirat. | Hanya fokus pada ibadah (asketisme berlebihan) dan meninggalkan tanggung jawab duniawi. |
| Pribadi & Sosial | Egois, hanya memikirkan diri sendiri dan keluarga. | Memenuhi hak diri, keluarga, dan masyarakat; menjadi pribadi yang saleh dan bermanfaat secara sosial. | Mengorbankan hak diri sendiri atau keluarga secara berlebihan demi orang lain. |
| Ibadah | Malas, meremehkan, atau menunda-nunda ibadah wajib. | Melaksanakan ibadah wajib (fardu) dengan konsisten dan menambahkan sunnah sesuai kemampuan tanpa memaksakan diri. | Berlebihan dalam ibadah (ghuluw), misalnya puasa terus-menerus atau shalat sepanjang malam hingga melalaikan hak tubuh. |
2. Keadilan (Al-Adl)
Konsep pertengahan erat kaitannya dengan keadilan. Umat yang adil adalah umat yang mampu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, tidak berat sebelah, dan jujur—bahkan kepada diri sendiri atau musuh. Keadilan (Al-Adl) adalah pilar dari Wasatiyyah.
3. Toleransi dan Fleksibilitas
Al-Wasatiyyah mengajarkan sikap terbuka (bukan kaku/rigid) dan toleran terhadap perbedaan pandangan (khilafiyah) dalam Islam maupun perbedaan keyakinan dengan non-Muslim.
- Menghindari Fanatisme: Menjauhi sikap taklid buta atau merasa diri paling benar (ekstremisme), tetapi tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariat yang pasti.
- Kasih Sayang dan Kemudahan: Islam menekankan bahwa agama ini tidak membebani (tidak menyulitkan). Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan.”
Implementasi Al-Wasatiyyah (Golden Ways) dalam Kehidupan
Penerapan al-Wasatiyyah sebagai Golden Ways dalam kehidupan sehari-hari Muslim meliputi:
- Beramal: Beramal shaleh secara berkesinambungan dan moderat, lebih baik daripada beramal banyak namun terputus-putus.
- Bergaul (Muamalah): Menerapkan Etika Timbal Balik (The Golden Rule), sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Ekonomi: Bersikap hemat dan produktif, menghindari pemborosan (excess), tetapi juga menjauhi kekikiran (deficiency).
- Berdakwah: Menyampaikan kebenaran dengan hikmah (kebijaksanaan) dan mau’izhah hasanah (nasihat yang baik), bukan dengan kekerasan atau penghakiman.
B. GOLDEN WAYS (MARIO TEGUH)
Istilah “Golden Ways” pernah menjadi motto dalam acara TV dari Mario Teguh. Beliau menyampaikan motivasi secara umum. Dalam konteks pengentasan kemiskinan, “Golden Ways” menurut Mario Teguh tidak berfokus pada program pemerintah, melainkan pada perubahan pola pikir, mentalitas, dan tindakan pribadi untuk keluar dari keterbatasan. Mario Teguh dalam mengatasi kemiskinan adalah perubahan total dari mentalitas korban menjadi mentalitas pejuang yang jujur kompeten, dan sabar dalam upaya untuk keluar dari kesulitan.
“Golden Ways” Mario Teguh terkait kemiskinan dapat dirangkum dalam tiga aspek utama:
“Golden Ways” Mengatasi Kemiskinan Menurut Mario Teguh
1. Ubah Mentalitas: Kemiskinan Bukan Takdir, Tetapi Keadaan Sementara
Poin kuncinya adalah menolak pemikiran yang memiskinkan diri.
- Tolak Kemiskinan sebagai Nasib: Kemiskinan adalah kondisi atau keadaan sementara (temporary state), bukan takdir abadi.
- Jangan Berfokus pada Penderitaan: Berhenti mengeluh, menyalahkan keadaan, atau “lomba miskin-miskinan”. Fokus pada penderitaan hanya akan menahan dalam penderitaan itu.
- Sikap Menentukan Rezeki: sering menekankan: “Bukan kemiskinan yang mengakibatkan buruknya sikap, tapi buruknya sikaplah yang menghalangi rezeki.”
2. Tingkatkan Nilai Diri dan Kapasitas (Bukan Hanya Mencari Uang)
Fokuslah pada pembangunan diri yang akan menarik rezeki, bukan sekadar mengejar uang.
- Kerja Keras untuk Kompetensi: Sejak muda, seseorang harus belajar dan bekerja keras untuk membangun kekuatan jiwa, kebaikan nama, dan kompetensi profesional, bukan semata-mata mencari uang.
- Prioritaskan Pelayanan Baik: Jika mencari uang, Anda dipaksa memberikan pelayanan yang terbaik. Tetapi, jika mengutamakan pelayanan yang baik, maka uanglah yang akan mencari Anda dan akan pantas dibayar lebih mahal.
- Pendidikan dan Kemauan Keras: Walaupun pendidikan tidak menjamin sukses, tanpa pendidikan hidup akan lebih sulit. Kebutuhan besar menuntut disiplin yang lebih banyak, bukan keluhan yang lebih banyak.
3. Bertindak dan Berani Melakukan Perubahan
Kemiskinan hanya bisa diatasi dengan tindakan nyata, keberanian, dan kesabaran.
- Berani Bertindak: Jangan hanya membuat rencana, tetapi segera lakukan tindakan yang bisa di lakukan, sekecil apa pun itu. Bertindak walau tidak berani, adalah keberanian yang sesungguhnya.
- Habiskan Jatah Gagal: Jangan takut gagal. Sesungguhnya, jika Anda menghabiskan jatah gagal Anda mau tidak mau akan berhasil.
- Kesabaran dan Keikhlasan: Tingkatkan kesabaran dan keikhlasan. Tuhan akan lebih memperkayamu setelah kekurangan yang kau sabari, dan meninggikan derajatmu setelah kesulitan yang kau tabahi.
C. TIGA PILAR PENGENTASAN KEMISKINAN
“Golden Ways” untuk mengatasi kemiskinan sering kali diinterpretasikan sebagai pendekatan komprehensif yang melibatkan tiga pilar utama yang saling sinergis:
Tiga Pilar Utama Strategi Pengentasan Kemiskinan
1. Penurunan Beban Pengeluaran Masyarakat (Perlindungan Sosial)
Fokus utamanya adalah memberikan bantuan langsung untuk menjaga daya beli dan memenuhi kebutuhan dasar kelompok masyarakat miskin dan rentan.
- Bantuan Sosial (Bansos) Reguler: Seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako (Bantuan Pangan Non-Tunai/BPNT), sekarang disebut kartu kesejahteraan yang diberikan secara berkala.
- Bantuan Khusus: Misalnya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk menanggapi kondisi mendesak atau kenaikan harga, serta Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN).
- Akses Layanan Dasar: Memastikan akses gratis atau terjangkau ke pendidikan (seperti Bantuan Operasional Sekolah/BOS) dan kesehatan (seperti Askeskin/KIS).
2. Peningkatan Pendapatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Fokusnya adalah memberikan masyarakat miskin kesempatan untuk meningkatkan penghasilan secara mandiri melalui kartu usaha dan keluar dari jerat kemiskinan.
- Penciptaan Lapangan Kerja: Melalui program Padat Karya Tunai (mengerjakan proyek infrastruktur kecil dengan melibatkan warga setempat) yang memberikan upah harian.
- Peningkatan Kapasitas SDM: Memberikan pelatihan vokasi dan keterampilan teknis/usaha yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
- Pemberdayaan Ekonomi: (Program Kewirausahaan /Prowira)
- Meningkatkan akses permodalan (misalnya kredit usaha rakyat/KUR).
- Pendampingan dan penguatan UMKM untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan akses pasar.
- Pengembangan sektor pertanian di perdesaan, termasuk optimalisasi lahan dan peningkatan komoditas unggulan.
3. Pengurangan Kantong-kantong Kemiskinan (Konvergensi dan Pembangunan Infrastruktur)
Fokusnya adalah menangani masalah kemiskinan secara spesifik di wilayah miskin dan memastikan program berjalan tepat sasaran.
- Pemenuhan Pelayanan Dasar: Pembangunan dan peningkatan akses serta infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, sanitasi, dan air bersih.
- Perbaikan Tata Kelola Data: Menggunakan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) atau Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang valid dan terintegrasi untuk memastikan bantuan diterima oleh target yang tepat (tidak salah sasaran).
- Sinergi Program: Melakukan konvergensi (penggabungan atau penyelarasan) program dari berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah agar upaya pengentasan kemiskinan menjadi lebih terpadu, efisien, dan berkelanjutan, tidak berjalan tumpang tindih.
- Kolaborasi digital dalam pengentasan kemiskinan merujuk pada penggunaan bersama Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh berbagai pihak (pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat) untuk menciptakan solusi yang lebih efisien, transparan, dan tepat sasaran.
D. KOLABORASI DIGITAL PENGENTASAN KEMISKINAN
Kolaborasi digital dalam pengentasan kemiskinan merujuk pada penggunaan bersama Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh berbagai pihak (pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat) untuk menciptakan solusi yang lebih efisien, transparan, dan tepat sasaran. Kolaborasi digital ini menunjukkan bahwa pengentasan kemiskinan bukan hanya soal memberikan uang, tetapi juga soal menggunakan teknologi sebagai katalis untuk menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan memberdayakan. Kolaborasi digital menjadi kunci untuk mencapai target penurunan kemiskinan, terutama dalam menangani masalah utama seperti akurasi data dan akses ekonomi
Bentuk-Bentuk Kolaborasi Digital dalam Pengentasan Kemiskinan
Kolaborasi digital berfokus pada tiga area utama: data, pelayanan publik, dan pemberdayaan ekonomi.
1. Kolaborasi untuk Akurasi dan Integrasi Data
Ini adalah pilar terpenting untuk memastikan intervensi program tepat sasaran.
| Aktor yang Berkolaborasi | Alat Digital | Tujuan Kolaborasi |
| Pemerintah Pusat & Daerah (Bappenas, Kemensos, Pemda) | Sistem Informasi Manajemen Satu Data Kemiskinan (SEPAKAT), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), Digital ID | Verifikasi dan Validasi Data: Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Kemensos, BPS, Disdukcapil) untuk menciptakan basis data tunggal yang akurat. Hal ini menghindari tumpang tindih program dan kesalahan sasaran bantuan sosial (Bansos). |
| Pemerintah Daerah & Pihak Swasta (misalnya, PT Integra Inovasi Indonesia di Pacitan) | Aplikasi Survei Berbasis Android/Mobile | Pemutakhiran Data Lapangan Real-time: Memungkinkan petugas di lapangan melakukan survei, pembaruan, dan verifikasi data kemiskinan menggunakan smartphone secara cepat dan akurat, sehingga data selalu mutakhir. |
2. Kolaborasi untuk Inklusi Keuangan dan Akses Pasar
Digitalisasi digunakan untuk membuka peluang ekonomi bagi masyarakat miskin.
| Aktor yang Berkolaborasi | Alat Digital | Tujuan Kolaborasi |
| Pemerintah, Bank, Fintech, dan UMKM | Dompet Digital, E-commerce, dan Platform Peminjaman Mikro | Inklusi Keuangan Digital: Memperluas akses masyarakat miskin dan pelaku UMKM di perdesaan ke layanan keuangan formal (kredit mikro, tabungan) melalui teknologi Financial Technology (FinTech) dan blockchain. |
| Petani/Kelompok Tani & Startup Agrikultur (Agri-tech) | Aplikasi Smart Farming (misalnya RiTx), Marketplace Pertanian | Peningkatan Produktivitas Pertanian: Aplikasi digital membantu petani mendapatkan informasi akurat tentang cuaca, hama, dan kebutuhan pupuk (menekan biaya produksi). Petani juga dapat menjual produk mereka langsung ke konsumen (memotong rantai distribusi) melalui e-commerce, sehingga meningkatkan pendapatan. |
3. Kolaborasi untuk Peningkatan Kapasitas dan Pelayanan
Memanfaatkan teknologi untuk pembangunan SDM dan efisiensi birokrasi.
| Aktor yang Berkolaborasi | Alat Digital | Tujuan Kolaborasi |
| Pemerintah & Platform Pendidikan (Vokasi/Pelatihan Online) | Platform E-Learning | Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan: Menyediakan akses ke pelatihan vokasi dan keterampilan digital secara daring yang dapat diakses oleh masyarakat miskin untuk meningkatkan kompetensi kerja mereka. |
| Kementerian PANRB, Lembaga Internasional (Tony Blair Institute) | Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) | Efisiensi Birokrasi: Mengintegrasikan layanan publik secara digital untuk mempermudah akses masyarakat miskin terhadap dokumen, perizinan, dan program bantuan, sehingga lebih sederhana dan cepat. |
E. SUMBER DAYA PENGENTASAN KEMISKINAN
Pengentasan kemiskinan membutuhkan pendekatan yang komprehensif dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber daya secara terpadu. Sumber daya ini tidak hanya bersifat finansial, tetapi mencakup aspek manusia, data, sosial, dan alam.
Berikut adalah kategori utama Sumber Daya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia:
1. Sumber Daya Finansial (Anggaran dan Keuangan)
Sumber daya finansial adalah tulang punggung program perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi.
- Anggaran Pemerintah (APBN/APBD): Alokasi dana besar untuk program perlindungan sosial (Perlinsos), termasuk:
- Bantuan Sosial (Bansos): Dana untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
- Subsidi: Anggaran untuk subsidi energi, kesehatan (PBI BPJS), dan pendidikan.
- Dana Transfer ke Daerah (TKD): Dana yang ditransfer ke pemerintah daerah, termasuk Dana Desa, yang sebagiannya diamanatkan untuk digunakan sebagai Bantuan Langsung Tunai (BLT Dana Desa) dan program padat karya.
- Akses Pembiayaan:
- Kredit Mikro: Skema pembiayaan berbunga rendah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang disalurkan melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) untuk meningkatkan kapasitas usaha masyarakat miskin.
- Dana Zakat dan Filantropi: Dana yang dikelola oleh lembaga keagamaan atau yayasan untuk disalurkan kepada kelompok mustahik (penerima zakat) yang miskin.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kapasitas
Peningkatan kualitas SDM sangat krusial agar masyarakat miskin mampu keluar dari siklus kemiskinan secara mandiri.
- Keterampilan dan Pelatihan Vokasi: Program pelatihan kerja yang didukung oleh pemerintah (misalnya Balai Latihan Kerja) dan swasta untuk meningkatkan kompetensi produktif bagi anggota rumah tangga miskin.
- Pendampingan Sosial: Tenaga pendamping sosial di lapangan (misalnya Pendamping PKH atau Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan/TKSK) dan Karang Taruna yang bertindak sebagai fasilitator dan edukator bagi keluarga penerima manfaat.
- Aparatur Sipil Negara (ASN): Pegawai pemerintah pusat dan daerah yang bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan, verifikasi data, hingga implementasi dan monitoring program pengentasan kemiskinan.
3. Sumber Daya Data dan Teknologi (Digital)
Data yang akurat adalah sumber daya paling berharga untuk ketepatan sasaran.
- Basis Data Terpadu: Sistem data seperti Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dilakukan oleh BPS dan Kemensos. Keakuratan data ini memastikan program intervensi tidak salah sasaran.
- Sistem Informasi Manajemen: Aplikasi digital seperti SEPAKAT (Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Kemiskinan Terpadu) yang digunakan Kementerian/Lembaga dan Pemda untuk menyusun kebijakan berbasis bukti.
- Infrastruktur TIK: Akses terhadap internet, perangkat digital, dan konektivitas yang memungkinkan masyarakat miskin mengakses informasi pasar, pendidikan online, dan layanan keuangan digital (inklusi digital).
4. Sumber Daya Sosial dan Kelembagaan
Kemiskinan juga terkait erat dengan modal sosial dan lingkungan yang kondusif.
- Modal Sosial (Social Capital): Jaringan, kepercayaan, norma, dan solidaritas dalam masyarakat (misalnya pilar-pilar sosial juga kelompok tani, koperasi, atau arisan) yang dapat dimanfaatkan untuk dukungan ekonomi kolektif.
- Kelembagaan Lokal: Lembaga di tingkat desa/komunitas (seperti Badan Usaha Milik Desa/BUMDes/Kopdes ) yang menjadi wadah pengembangan usaha dan ekonomi lokal, sering kali didukung oleh Dana Desa dan Kopdes.
- Kebijakan dan Regulasi: Kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung kemudahan berusaha, perlindungan sosial, dan pemerataan akses sumber daya ekonomi bagi kelompok miskin.
5. Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Terutama penting untuk pengentasan kemiskinan di perdesaan/kelurahan.
- Akses Lahan dan Alam Produktif: Ketersediaan dan hak akses masyarakat miskin terhadap lahan pertanian, perikanan, atau kehutanan yang dapat dikelola secara berkelanjutan untuk sumber mata pencaharian.
- Infrastruktur Dasar: Ketersediaan air bersih, sanitasi layak, dan perumahan yang memadai, yang merupakan kebutuhan dasar untuk keluar dari kondisi kemiskinan ekstrem.
E. DESA/KEL DIGITAL BEBAS MISKIN
Konsep Desa/Kel Digital Bebas Miskin adalah sebuah pendekatan strategis yang mengintegrasikan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara menyeluruh dalam tata kelola, ekonomi, dan pelayanan publik desa/kel untuk secara efektif dan efisien mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan.
Ini bukan sekadar desa/kel yang memiliki internet, melainkan desa/kel yang menggunakan ekosistem digital untuk menjadi Desa/kel Pintar (Smart City/Village) yang mandiri secara ekonomi dan sosial.
Peran Teknologi dalam Mewujudkan Desa/Kel Bebas Miskin
Digitalisasi adalah katalisator yang mempercepat tiga pilar pengentasan kemiskinan:
1. Peningkatan Pendapatan (Ekonomi Digital)
Digitalisasi membuka potensi ekonomi desa ke pasar yang jauh lebih luas:
- Pemasaran Produk Lokal: Masyarakat dapat menjual hasil pertanian, kerajinan, atau produk BUMDes/Kopdes melalui e-commerce lokal, media sosial, atau platform pasar digital. Ini memutus rantai distribusi yang panjang dan meningkatkan harga jual di tingkat produsen (petani/perajin).
- Pertanian Cerdas (Smart Farming): Petani dapat mengakses informasi harga pasar real-time, teknik budidaya modern, dan prediksi cuaca melalui aplikasi. Contohnya, penggunaan sensor untuk mengoptimalkan pengairan atau pemupukan, sehingga meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
- Penciptaan Lapangan Kerja Baru: Munculnya kebutuhan akan tenaga kerja digital (pengelola website desa/kel, admin media sosial, desain grafis untuk promosi produk), yang dapat diisi oleh pemuda dan karang taruna.
- Pengembangan Desa/Kel Wisata: Promosi potensi pariwisata lokal melalui konten digital (video, foto 360 derajat) untuk menarik wisatawan.
2. Efisiensi Pelayanan Publik (Tata Kelola Digital)
Digitalisasi membuat penyaluran bantuan lebih tepat sasaran, yang merupakan kunci pengentasan kemiskinan:
- Akurasi Data Kemiskinan: Pemanfaatan Sistem Informasi Desa/Kel (SID/K) yang terintegrasi untuk mendata dan memvalidasi penduduk miskin secara akurat. Data yang real-time memastikan Bantuan Langsung Tunai (BLT), PKH, atau program sosial lainnya diterima oleh yang berhak.
- Pelayanan Administrasi Cepat: Masyarakat dapat mengurus surat-surat atau administrasi kependudukan secara online tanpa harus berulang kali ke kantor desa, menghemat waktu dan biaya transportasi, terutama bagi penduduk miskin.
- Transparansi Anggaran: Pengelolaan Dana Desa/Kel yang dipublikasikan secara digital (e-governance) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, mencegah penyalahgunaan dana yang seharusnya dialokasikan untuk program pro-kemiskinan.
3. Peningkatan Akses Layanan Dasar (Inklusi Digital)
Teknologi menjembatani kesenjangan geografis dalam akses pendidikan dan kesehatan:
- Edukasi dan Pelatihan: Warga, termasuk ibu rumah tangga dan pengangguran, dapat mengikuti pelatihan keterampilan (soft skills atau vokasi) secara daring (e-learning) untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja.
- Kesehatan Jarak Jauh (Telemedicine): Layanan konsultasi Kesehatan dan Konseling daring memungkinkan masyarakat di wilayah terpencil mendapatkan nasihat medis tanpa harus menempuh perjalanan jauh dan mahal ke kota.
Tantangan Menuju Desa Digital Bebas Miskin
Untuk mencapai tujuan ini, desa harus mengatasi tantangan-tantangan berikut:
- Infrastruktur Digital (Blankspot): Masih banyak desa yang kekurangan akses internet cepat dan stabil, yang menjadi fondasi utama konsep desa digital.
- Literasi Digital: Keterbatasan pemahaman dan keterampilan menggunakan teknologi, terutama di kalangan lansia dan sebagian perangkat desa/kel.
- Keberlanjutan Program: Program digital sering kali terhenti setelah pelatihan awal karena kurangnya dukungan teknis berkelanjutan dan anggaran pengelolaan.
F. PARA PIHAK DESA/KEL DIGITAL BEBAS MISKIN
Pembangunan Desa/Kel Digital Bebas Miskin (DKDBM) merupakan upaya kolaboratif yang melibatkan banyak pihak. Keberhasilan program ini bergantung pada sinergi peran antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Singkatnya, Desa/Kel Digital Bebas Miskin hanya dapat terwujud jika Pemerintah Desa/Kel aktif mengelola tata kelola dan data (otonomi), BUMDes dan Kopdes menggerakkan ekonomi (e-commerce), dan Masyarakat berpartisipasi penuh, semuanya didukung oleh infrastruktur dan kebijakan dari Pemerintah Pusat dan kontribusi inovasi dari Sektor Swasta.
Berikut adalah pihak-pihak utama (aktor) yang terlibat dalam mewujudkan Desa/Kel Digital Bebas Miskin beserta peran kunci mereka:
1. Pemerintah Desa/Kel
Pemerintah Desa/Kel adalah Pelaksana dan Koordinator Utama di tingkat lokal.
- Pembuat Kebijakan Lokal: Mengalokasikan Dana Desa/Kel untuk program digitalisasi, seperti pembangunan infrastruktur internet desa atau pengadaan perangkat digital.
- Pengelola Sistem Informasi Desa/Kel (SID/Kel): Bertanggung jawab mengelola data kependudukan, kemiskinan (termasuk data kemiskinan ekstrem,Kemiskinan Biasa dan Rentan Miskin), dan potensi desa/Kel secara digital, memastikan keakuratan data untuk penyaluran bantuan sosial.
- Penyedia Pelayanan Digital: Mentransformasi layanan administrasi publik dari manual ke digital (misalnya surat-menyurat online) untuk meningkatkan efisiensi bagi warga.
2. Badan Usaha Milik Desa/Kel Dan Kopdes Merah Putih
BUMDes dan Kopdes adalah Motor Penggerak Ekonomi Digital dan menciptakan lapangan kerja.
- Penyedia Infrastruktur dan Jasa Digital: Mendirikan unit usaha penyedia internet (ISP Desa) atau layanan fotokopi/percetakan digital, sekaligus mengelola website resmi desa/Kel.
- Pengelola E-commerce Lokal: Mengembangkan platform digital untuk memasarkan produk unggulan desa (pertanian, kerajinan, wisata) secara online, menghubungkan petani dan UMKM desa ke pasar yang lebih luas.
- Inkubator Bisnis Digital: Memberi dukungan teknis dan operasional bagi warga desa/kel yang ingin memulai usaha online.
3. Masyarakat Desa/Kel
Masyarakat adalah Objek, Subjek, dan Penerima Manfaat utama dari program ini.
- Partisipasi Aktif: Berpartisipasi dalam program Padat Karya Tunai Digital dan menghadiri pelatihan literasi digital.
- Adopsi Teknologi: Bersedia menggunakan layanan digital desa (pelayanan publik, e-commerce) dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas mereka (misalnya Smart Farming).
- Kontrol Sosial: Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program desa, termasuk akurasi data kemiskinan dan penggunaan Dana Desa/Kel (prinsip transparansi digital).
4. Sektor Swasta dan Akademisi
Pihak eksternal yang berperan sebagai Penyedia Teknologi dan Pengetahuan.
- Perusahaan Teknologi/Telco: Berperan dalam penyediaan akses internet, perangkat lunak, dan aplikasi pendukung BUMDes/Kel dan Kopdes.
- Startup/Inovator Lokal: Menciptakan solusi digital yang spesifik dan relevan dengan potensi desa (misalnya aplikasi untuk rantai pasok pertanian).
- Akademisi/Perguruan Tinggi: Melakukan penelitian, pendampingan, dan menyelenggarakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik untuk meningkatkan literasi digital dan keterampilan teknis bagi perangkat desa/kel dan masyarakat.
G. KARANG TARUNA PILAR DESA/KEL DIGITAL BEBAS MISKIN
Karang Taruna, sebagai organisasi kepemudaan di tingkat desa/kelurahan, memiliki peran sentral sebagai pilar sosial yang efektif dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan pengentasan kemiskinan di lingkungan desa/kelt. Karang Taruna didorong untuk menjadi pelopor dan agen perubahan yang nyata dalam menangani masalah sosial, khususnya kemiskinan, dengan memanfaatkan potensi kreatif, energi, dan semangat juang generasi muda.
Berikut adalah beberapa peran kunci Karang Taruna dalam konteks pengentasan kemiskinan:
1. Pemberdayaan Ekonomi Pemuda dan Masyarakat
Karang Taruna menjadi motor penggerak untuk menciptakan peluang ekonomi di tingkat lokal melalui:
- Pelatihan Keterampilan: Mengadakan pelatihan kerja, kewirausahaan, dan keahlian lain (seperti menjahit, kerajinan, digital marketing) bagi pemuda dan warga yang belum bekerja atau kurang terampil, sehingga meningkatkan daya saing dan peluang mereka untuk mendapatkan penghasilan.
- Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) atau Usaha Ekonomi Produktif (UEP): Mendorong dan memfasilitasi pembentukan usaha-usaha mikro yang dikelola bersama oleh pemuda, sehingga dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan keluarga.
- Akses Permodalan dan Pemasaran: Membantu anggota dan masyarakat rentan untuk mengakses sumber permodalan dan memfasilitasi pemasaran produk lokal mereka.
2. Pengawasan dan Pengawalan Program Sosial
Karang Taruna berperan sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat, serta ikut mengawal program-program pengentasan kemiskinan:
- Pendampingan Program Bantuan Sosial (Bansos): Membantu memastikan data penerima bantuan sosial (seperti PKH atau BPNT) tepat sasaran dan mengawasi penyaluran di tingkat desa/kelurahan.
- Advokasi Sosial: Melakukan pembelaan atau memberikan informasi kepada warga yang berhak namun belum menerima layanan atau bantuan sosial dari pemerintah.
3. Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Sosial
Dengan fokus pada generasi muda, Karang Taruna berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai modal utama pengentasan kemiskinan:
- Pendidikan dan Pelatihan: Mengadakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran sosial, pendidikan, dan kesehatan.
- Rehabilitasi Sosial: Turut serta dalam penanganan permasalahan sosial di lingkungan sekitar, seperti membantu rehabilitasi kelompok rentan agar mereka kembali produktif.
- Membangun Solidaritas: Menciptakan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan dalam masyarakat untuk saling membantu warga yang kurang mampu.
H. PROGRAM UNGGULAN KEMISKINAN DARI KEMENSOS
Kementerian Sosial (Kemensos) saat ini memiliki beberapa program unggulan dan prioritas yang fokus pada upaya pengentasan kemiskinan, khususnya untuk mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem pada tahun 2026 dan target 5 persen kemiskinan biasa pada tahun 2029 .
Program-program ini dirancang dengan pendekatan yang terintegrasi, (triguna) yaitu antara
- Perlindungan sosial (bantuan)
- Pemberdayaan (kemandirian)
- Asistensi Sosial, dengan beberapa fokus utama
1. Bantuan Sosial Tepat Sasaran dan Graduasi
Meskipun program bantuan sosial (Bansos) merupakan perlindungan sosial, fokus Kemensos saat ini adalah memastikan Bansos benar-benar tepat sasaran dan menjadi jembatan menuju kemandirian.
- Bansos Utama: Meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Kartu Sembako, dan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK).
- Strategi Tepat Sasaran: Menggunakan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai basis data tunggal untuk semua program bansos dan intervensi kemiskinan, sehingga data lebih akurat dan tepat sasaran.
- Graduasi Mandiri: Kemensos berupaya mendorong Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk “naik kelas” melalui pemberdayaan ekonomi dan pelatihan keterampilan agar mereka bisa mandiri dan keluar dari daftar penerima Bansos (graduasi). Slogan yang digunakan adalah: “Bantuan Sosial Sementara, Pemberdayaan Selamanya.”
2. Pemberdayaan Sosial Ekonomi (Program Kewirausahaan –Prowira)
Program ini berfokus pada peningkatan kapasitas dan kemandirian ekonomi keluarga miskin dan kelompok rentan.
- Penyediaan Modal Usaha: Memberikan stimulan modal usaha atau peralatan bagi KPM yang memiliki potensi untuk berwirausaha.
- Pelatihan dan Pendampingan: Melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi, pilar-pilar sosial (seperti Karang Taruna), dan mitra lainnya, Kemensos menyediakan pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja lokal (misalnya kerajinan, pertanian, perikanan).
- Pembangunan Kampung Sejahtera: Mengembangkan model desa/kel atau kawasan yang fokus pada pemberdayaan sosial dan ekonomi, seperti yang pernah dilakukan pada Kampung Nelayan Sejahtera di Indramayu.
3. Sekolah Rakyat (SR)
Ini merupakan program unggulan yang bertujuan untuk memutus rantai kemiskinan melalui jalur pendidikan dan perlindungan sosial terpadu.
- Tujuan: Memberikan pendidikan yang berkualitas, jaminan perlindungan sosial, dan kesehatan kepada anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, sehingga mereka memiliki masa depan yang lebih baik dan tidak mengulang kondisi ekonomi orang tuanya.
- Intervensi: Meliputi pendidikan gratis, pemberian makan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, hingga pembangunan rumah yang layak huni bagi keluarga siswa (3 juta rumah).
- Program Atensi
Program ATENSI bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial, kemandirian, dan kualitas hidup PPKS (12 PAS), dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak mereka.
ATENSI mencakup berbagai kelompok rentan yang memiliki permasalahan kesejahteraan sosial, antara lain:
- Anak (termasuk anak terlantar dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus).
- Penyandang Disabilitas.
- Lanjut Usia (Lansia).
- Korban Kekerasan, Eksploitasi, dan Diskriminasi.
- Korban Bencana Alam dan Sosial.
- Kelompok yang mengalami kemiskinan dan ketelantaran.
- Kelompok tuna sosial dan penyimpangan perilaku (misalnya pengemis, gelandangan, dan eks-napiter).
- Layanan ATENSI bersifat holistik, multifungsi, dan multilevel intervensi, yang berarti bantuannya tidak hanya berupa uang tunai, tetapi intervensi yang menyeluruh:
| Bidang Layanan | Deskripsi Bantuan |
| Pemenuhan Kebutuhan Dasar | Dukungan nutrisi, sandang, dan jaminan tempat tinggal sementara (misalnya di Sentra/Balai). |
| Dukungan Keluarga & Perawatan Sosial | Bantuan alat bantu (kursi roda, alat dengar, kaki/tangan palsu), dukungan pengasuhan anak, dan bimbingan psikososial bagi keluarga. |
| Peningkatan Keterampilan Vokasional | Pelatihan kerja dan kewirausahaan yang disesuaikan dengan minat dan kemampuan penerima manfaat, seperti pelatihan menjahit, kuliner, kerajinan, atau bengkel. |
| Dukungan Kewirausahaan | Pemberian stimulan atau modal usaha berupa barang atau peralatan untuk memulai usaha produktif agar penerima manfaat menjadi mandiri. |
| Bimbingan Mental Spiritual | Memberikan penguatan motivasi, konseling, dan dukungan psikologis agar penerima manfaat mampu menghadapi masalah dan kembali produktif. |
I. MODEL DESA/KEL DIGITAL BEBAS MISKIN (DKSBM)
Konsep Proyek Desa/Kel Digital Bebas Miskin (DKDBM) atau percepatan pengentasan kemiskinan di tingkat desa/kel yang didorong sinergitas 3 K/L yaitu Kementerian Sosial (Kemensos) dan kementerian/lembaga terkait lainnya Kemendes PDTT dan Badan Penanggulangan Kemiskinan/BP Taskin) umumnya melibatkan pendekatan terpadu yang melalui beberapa tahapan utama. Proyek Desa/Kel Digital bebas miskin menggeser paradigma dari sekadar memberi bantuan (charity) menjadi sebuah upaya terstruktur yang menggabungkan data yang valid, intervensi sosial dasar yang lengkap, dan pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun detail pelaksanaannya bisa berbeda di setiap daerah percontohan (pilot project), berikut adalah tahapan umum yang membentuk model proyek Desa/Kel Digital Bebas Miskin (DKDBM):
1. Tahap Satu : Asesmen dan Pemetaan Sosial (Penetapan Sasaran)
Tahap ini berfokus pada pengumpulan data yang akurat dan penetapan desa/kel serta keluarga yang menjadi sasaran utama.
- Penetapan Lokasi Percontohan: Pemerintah Pusat (Kemensos/Kemendes dan BP Taskin/Kemkop-UMKM) bersama Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota menentukan desa-desa dengan tingkat kemiskinan ekstrem dan Kemiskinan Biasa tertinggi untuk dijadikan pilot project.
- Validasi Data Akurat: Menggunakan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang mengintegrasikan berbagai sumber data (Regsosek, P3KE), untuk memastikan data kemiskinan (termasuk desil 1-4) adalah tunggal dan tepat sasaran.
- Asesmen Kebutuhan Keluarga: Pekerja/Pendamping Sosial/Karang Taruna melakukan asesmen komprehensif di lapangan untuk mengetahui penyebab kemiskinan setiap keluarga (misalnya masalah kesehatan, pendidikan anak, kondisi rumah, atau ketiadaan mata pencaharian).
2. Tahap Dua: Intervensi Holistik dan Sinergi Program
Setelah data dan kebutuhan Individu/ Keluarga/Kelompok dan Komunitas diketahui, dilakukan intervensi yang terpadu dan melibatkan berbagai pihak (holistik).
- Intervensi Perlindungan Sosial: Memastikan keluarga miskin ekstrem dan Kemiskinan Biasa mendapatkan hak-hak dasar berupa Bantuan Sosial (Bansos) secara tepat, seperti PKH, Kartu Sembako, PBI-JKN, serta bantuan permakanan bagi lansia dan disabilita dengan Kartu Sejahteras.
- Intervensi Infrastruktur Dasar: Mengatasi masalah hunian dan lingkungan. Bantuan perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan penyediaan akses air bersih/sanitasi seringkali diintervensi dengan sinergi dana dari Kemensos, Dana Desa, atau program pemerintah daerah.
- Intervensi Pendidikan (Sekolah Rakyat): Mengimplementasikan program unggulan seperti Sekolah Rakyat untuk anak-anak KPM. Tujuannya adalah memutus rantai kemiskinan melalui gizi, pendidikan, dan jaminan kesehatan gratis bagi anak.
3. Tahap Tiga: Pemberdayaan dan Peningkatan Kapasitas (Kemandirian)
Tahap ini menjadi kunci untuk mewujudkan “bebas miskin” melalui peningkatan ekonomi individu/keluarga./komunitas dengan kartu usaha agar terjadi graduasi (keluar dari status penerima Bansos).
- Pelatihan Vokasional: Keluarga atau anggota keluarga yang produktif diberikan pelatihan keterampilan (misalnya pertanian, perikanan, menjahit, kuliner) yang sesuai dengan potensi lokal desa.
- Bantuan Modal Usaha (UEP): Setelah pelatihan, KPM diberikan Bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP), baik berupa modal usaha, peralatan, atau sarana produksi.
- Pendampingan dan Akses Pasar: Pendamping sosial atau kolaborator (Lembaga Kesejahteraan Sosial/Perguruan Tinggi) mendampingi KPM dalam mengelola usaha, membuat pembukuan, hingga membuka akses pemasaran produk (misalnya melalui inkubasi bisnis desa).
- Penguatan Kelembagaan Desa/Kel: Menguatkan peran Badan Usaha Milik Desa/Kel (BUMDes) dan Kopdes atau kelompok usaha bersama (seperti KUBE) untuk menopang dan menampung hasil usaha KPM, menciptakan ekosistem ekonomi lokal yang berkelanjutan.
4. Tahap Empat : Pembuatan Aprikasi Digitalisasi Desa/Kel (Desa/Kel-Ku)
- Pembuatan aplikasi KPM (KPM-Ku)
Untuk pendataan secara geospasial untuk pemetaan dan katagori penduduk kemiskinan untuk mendapat data mana yang miskin dan mana yang tidak miskin berdasarlan kreteria local dan kesepatan warga.
- Pembuatan Aplikasi Aset/Sumber Daya (Asetku)
Untuk pendataan asset terutama 5 asset utama desa/kel yaitu asset alam, asset manusia, asset fisik, asset keuangan, dan asset sosial
- Pembuatan Aplikasi Pilar Sosial (Pilarku)
Untuk pemetaan pilar sosial dan kelembagan sosial juga adat yang ada di desa/kel seperti PSM-Karang Taruna, Tagana, LKMD, LKK, KOPDes LKS dan lainnya
- Pembuatan aplikasu kewirausahaan (prowiraku)
Untuk pendataan secara geospasial untuk memetakan jenis usaha dan sektor usaha bagi penduduk yang sudah memiliki usaha dan belum memiliki usaha.
- Pembuatan Aplikasi Kelompok Usaha (Kelompoku)
Untuk pendataan secara geospasial untuk memetakan kelompok usaha bagi penduduk yang sudah memiliki usaha dan belum memiliki usaha. Seperti usaha kambing (kambingku) usaha ikan (ikanku) usaha kerajinan (kerajinanku) dan lainnya.
- Pembuatan Aplikasi Cummunity Centre (Centerku)
Untuk pendataan secara geospasial semua usulan permintaan serta keluhan dan pelayanan rujukan desa/kel secara daring dan digital.
5 Tahap Lima : Monitoring, Evaluasi, dan Replikasi
Tahap akhir ini memastikan keberlanjutan program dan menjadi model yang bisa dicontoh desa/kel lain.
- Graduasi Mandiri: Melakukan verifikasi dan validasi secara berkala (Verivali) untuk mengeluarkan KPM yang sudah mandiri dan berhasil meningkatkan kesejahteraannya dari daftar penerima Bansos.
- Evaluasi Dampak: Mengukur penurunan angka kemiskinan ekstrem dan Kemiskinan Biasa di desa/kel percontohan dan mengevaluasi efektivitas sinergi program antar kementerian/lembaga.
- Replikasi Model: Desa/Kel yang berhasil mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem dan 5 persen kemiskinan biasa dijadikan model atau best practice untuk direplikasi dan diterapkan di desa/kel lain di tingkat kabupaten/provinsi.
Dr.Bambang Rustanto.M.Hum, Penulis adalah Dosen Poltekesos Bandung


