Amerika Serikat dikenal sebagai dedengkotnya negeri kapitalis. Sebaliknya, Indonesia selalu mengklaim diri negara Pancasilais yang sistem ekonominya berorientasi kepada keadilan sosial. Nyatanya, kebijakan Presiden Amerika Serikat jauh lebih Pancasilais dibandingkan Indonesia. Dalam hal pajak kepada orang kaya, misalnya.
Baru-baru ini, Presiden Joe Biden mengajukan proposal kebijakan kenaikan pajak sebesar 39.6 persen untuk capital gain jangka panjang dan dividen. Ditambah dengan pajak federal sebesar 3,8 persen, orang-orang kaya di Amerika akan membayar pajak capital gain dan dividen sebesar 43,4 persen.
Pajak capital gain adalah pajak yang dikenakan pada peningkatan nilai yang diperoleh dari penjualan asset, misalnya dari penjualan saham. Sementara pajak dividen dibebankan kepada keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham setiap tahun.
Saat ini, pajak capital gain dan pajak dividen di AS sebesar 29.2 persen, menempatkannya di urutan ke-9 tertinggi di antara negara-negara yang memberlakukan pajak capital gain, dan urutan ke-12 dalam hal pajak dividen. Jika angka 48,6 persen disetujui kongres maka Amerika Serikat akan berada di urutan 1 dunia dalam hal besarnya pajak capital gain dan dan urutan ke-2 (di bawah Irlandia) dalam pajak dividen.
Ada hampir 30 negara di dunia yang menerapkan pajak capital gain di atas 10 persen. Negara-negara di Eropa Barat umumnya menerapkan pajak capital gain di atas 30 persen. Sementara untuk dividen terdapat sekitar 40 negara yang membebankan pajak di atas 15 persen.
Pajak Capital Gain dan Dividen di Indonesia
Di Indonesia, transaksi penjualan saham tidak dikenakan pajak capital gain. Yang ada adalah PPh terhadap penjualan saham bruto, nilainya 0,1 persen. Tetapi nilai 0,1 persen itu sudah terhitung sebagai fee jual saham.
Dengan demikian, jika seorang menjual saham dan membayar fee sebesar 0,1% dari nilai brutto, ia melaporkan penjualan tersebut di dalam SPT tahunan tetapi tidak perlu membayar lagi sebab sudah termasuk di dalam fee penjualan saham.
Begitu pula dengan pajak dividen. Sebenarnya, mengacu pada UU No. 36 tahun 2008, dividen yang diterima orang pribadi di dalam negeri dikenakan PPh pasal 4 ayat 2, yang bersifat final, sebesar 10 persen. Akan tetapi omnibus law cipta kerja rezim Jokowi membuka celah penerima dividen orang pribadi bebas dari kewajiban tersebut.
Sebagai turunan omnibus law Cipta Kerja, pemerintah menerbitkan PP 9/2021 tentang tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha. Menkeu Sri Mulyani kemudian menjabarkannya lebih rinci di dalam PMK-18/PMK.03/2021.
Peraturan Menteri Keuangan yang terbit Maret 2021 itu berisi mekanisme pembebasan dividen dari pajak penghasilan. Syaratnya mudah. Cukup investasikan lagi dividen yang diterima ke berbagai instrumen investasi selama 3 tahun. Instrumen investasinya pun tidak rumit-rumit, bahkan termasuk membiarkan begitu saja dividen di dalam rekening tabungan.
PMK bebas pajak dividen ini membuat wacana Sri Mulyani menaikkan pajak penghasilan (dari 30 persen mejadi 35 persen) kepada orang kaya berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun jadi tidak lebih dari omong kosong. Apanya yang mau dipajaki jika penghasilan orang kaya yang umumnya berupa dividen itu sudah dibebaskan dari pajak?
Indonesia Butuh Pajak Berkeadilan
Sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah prinsip yang paling jauh panggang dari api dibandingkan keempat sila lainnya. Ketimpangan kesejahteraan di Indonesia sangat besar. Segelintir orang yang jumlahnya cuma 1 persen menguasai hampir separuh total kekayaan nasional; 10 persen orang terkaya menguasai 75,3 persen total kekayaan penduduk.
Keadilan sosial akan terwujud jika kekayaan orang-orang superkaya, para oligark itu diredistribusikan, diambil Negara sebagian lalu dibagikan kepada rakyat dalam beragam bentuk program pembangunan, jaring pengaman sosial, dan bantuan sosial.
Jalan yang tepat untuk meredistribusikan kekayaan demi keadilan sosial adalah dengan memberlakukan pajak kekayaan dan menerapkan pajak penghasilan yang berkeadilan. Kekayaan dan penghasilan orang-orang kaya harus dipajaki secara progresif proporsional, kian besar kekayaannya, kian tinggi pula porsi yang dipajaki, tidak bisa dibiarkan seperti kondisi saat ini. Sebaliknya golongan rakyat biasa perlu diberikan keringanan.
Hal mendesak yang patut dibiayai penerimaan pajak terhadap orang kaya adalah industrialisasi nasional. Melalui Industrialisasi nasional, Indonesia bisa membebaskan diri dari problem current account deficit yang selama pemerintahan Jokowi berada di dalam kondisi terburuk. Melalui industrialisasi nasional pula, tingkat pengangguran terbuka dapat ditekan.
Hanya dengan jalan inilah, keadilan sosial dapat terwujud. Hanya dengan jalan inilah Pancasila sungguh ditegakkan.
Sekali lagi, PRIMA mengajak Presiden Joko Widodo dan elit-elit kekuasaan untuk berani menangkan Pancasila demi memujudkan masyarakat adil-makmur.
FARHAN ABDILLAH DALIMUNTHE, Juru Bicara Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid