Aleng Sugiono (63), Suwadi (40), dan Maju (63) merupakan petani di Desa Kinjil, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Beberapa waktu lalu ditahan dengan tuduhan telah mencuri buah Sawit di lahan Perkebunan Sawit milik PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA) hingga menyebabkan perusahaan tersebut mengalami kerugian sebesar 2,9 juta.
Kasus Aleng dan kawan-kawan ini bermula dari PT BGA yang mengajak masyarakat di sekitar konsesi seperti di Desa Kinjil, Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah untuk bermitra dalam skema plasma pada tahun 2005. Perjanjian awal antara pihak perusahaan dan masyarakat akan ada bagi hasil 50:50.
Akan tetapi, setahun kemudian Aleng dan kawan-kawan menemukan keganjilan dari lahan yang telah dihitung sebagai skema inti-plasma. Saat itu, Aleng memberikan 8,3 hektar lahannya namun yang dihitung sebagai skema inti-plasma hanya 0,3 hektar. Seharusnya dari tanah 8,3 hektar, Aleng mendapatkan bagi hasil empat hektar tanah. Sebab itulah Aleng dan kawan-kawan merasa keberatan sehingga mereka melakukan protes dan meminta untuk dikeluarkan dari skema inti plasma.
Sudah berbagai macam cara yang mereka tempuh untuk bisa menyelesaikan persoalan ini, termasuk mengajak Roundtable on sustainable palm oil (RSPO). Tahun 2020, RSPO menyatakan tanah yang disengketakan di luar kapasitas mereka karena berada di luar HGU Perusahaan. Atas dasar itulah Pemerintah Desa mengeluarkan surat pernyataan yang menyebutkan bahwa tanah tersebut dikembalikan ke pemilik aslinya: Aleng dan Kitab, yang juga mempermasalahkan skema inti-plasma yang dijalankan oleh PT BGA.
Setelah ada keputusan dari Pemerintah Desa, Aleng dan kawan-kawan mulai mengolah kembali tanah mereka. Pada saat mereka sedang merawat Sawit yang mereka tanam di lahan yang sudah dikembalikan dan membersihkan Sawit yang ada sebelum ditanam perusahaan di lahan tersebut, tiba-tiba pihak PT BGA menjadikan hal ini sebagai dasar bahwa Aleng dan kawan-kawan yang berada di lahan yang sudah diserahkan tersebut sebagai pencuri buah Sawit perusahaan. Akibatnya Aleng dan kawan-kawan ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir April lalu. (www.mongabay.com, 2023).
Sidang Aleng dan kawan-kawan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada Senin, 1 Agustus 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya, yang menjadi penasehat hukum Aleng, Maju, dan Suwandi menyebut bahwa tiga orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang merupakan perwakilan PT BGA tidak berhasil membuktikan kepemilikan tanaman sawit yang hasilnya disebut telah dicuri oleh tiga petani asal Desa Kinjil itu.
Direktur LBH Palangka Raya, Aryo Nugroho Waluyo menjelaskan bahwa para saksi dalam persidangan tersebut tidak mampu menunjukkan alat bukti yang sah berupa dokumen resmi berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) sebagai dasar tanaman Sawit yang dipanen Aleng dan kawan-kawan merupakan tanaman Sawit milik PT BGA. Selain pihak saksi dari PT BGA tidak bisa membuktikan kepemilikan tanaman Sawit di Blok H24/H25 sebagai locus delicti, Aryo melanjutkan, saksi Jauhari juga menyampaikan dalam persidangan bahwa Aleng pernah menunjukkan kepada dirinya surat keterangan tanah miliknya sebagai dasar klaim. Sedangkan saksi lainnya yaitu Musthofa dan Andri Ardianto menyampaikan, 50 janjang Sawit dengan berat total 1.290 Kg yang merupakan barang bukti dalam kasus ini, mereka ketahui dari keterangan penyidik kepolisian. Tentu saja hal ini sangat berbeda jauh dengan surat dakwaan yang dibuat oleh JPU.
Aryo menambahkan keterangan lainnya yang juga berbeda dengan berita acara pemeriksaan bahwa pada tanggal 27 juli 2023, saksi Jauhari mendapatkan laporan dari Musthofa bahwa telah terjadi pencurian di Blok H24/H25, namun pada saat pemberian keterangan di persidangan Musthofa menerangkan melaporkannya kepada Sahata bukan kepada Jauhari. Menurut Aryo, pada persidangan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh JPU tersebut penuh keterangan saksi yang tidak berkesesuaian antara satu dan lainnya.
Hal ini semakin menguatkan keyakinan penasehat hukum bahwa kasus ini memang bernuansa kriminalisasi yang didasari oleh sengketa tanah. Aleng merasa keberatan jika dikatakan sebagai pencuri karena buah Sawit yang ia ambil berasal dari tanahnya sendiri. (btahita.id, 2023).
Kasus Aleng dan kawan-kawan menggambarkan kondisi kehidupan petani di Indonesia. Mereka menjadi salah satu contoh bagaimana kejamnya pemilik modal mengriminalisasi petani. Para pemilik modal dengan mudahnya mengeksploitasi Sumber Daya Alam di setiap daerah tanpa memikirkan kesejahteraan masyarakat dan petani.Pemerintah seakan menutup mata apabila terjadi konflik perampasan lahan antara pihak perusahaan dan petani, bahkan terang-terangan berpihak kepada pemilik modal. Kesejahteraan dan keadilan semakin jauh dari kehidupan masyarakat dan petani.
Sejatinya petani berharap dalam pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit pihak perusahaan harus tetap menjamin kesejahteraan para petani. Secara umum, petani tidak menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit atau penghentian operasi. Akan tetapi, harapan petani dengan hadirnya Perkebunan Kelapa Sawit, mereka dapat merasakan manfaat dari perkebunan tersebut. Contoh kecilnya pembagian keuntungan dari skema inti-plasma harus merata sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara pihak perusahaan dan petani.
Pihak perusahaan juga harus tetap memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya, dengan memberdayakan masyarakat lokal dengan memberikan peluang kerja dan memanajemen buruh yang lebih baik. Apabila perusahaan menjalankan poin-poin tersebut, tentu akan mengurangi konflik-konflik dengan masyarakat ataupun petani.
(Febi)