Fakta-Fakta Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Tanggal 20 Mei 1908, hari lahirnya Boedi Oetomo (BO), ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Dasar penetapannya merujuk pada dua Keputusan Presiden: Keppres, Nomor 316 tahun 1959, Keppres Nomor 1 Tahun 1985, dan Keppres Nomor 18 Tahun 2002.

Sementara Henk Schulte Nordholt dkk dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia (2008) menyebutkan, Sukarno menetapkan hari lahirnya BO sebagai Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1948.

Berikut fakta-fakta tentang Hari Kebangkitan Nasional.

#1

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional pertama dilakukan pada 20 Mei 1948. Saat itu, posisi Republik sedang terpojok. Di satu sisi, ada agresi militer Belanda pada 1947. Di sisi lain, di dalam tubuh Republik terjadi konflik politik, terutama kiri dan kanan.

Saat itu, dalam situasi Republik yang terjepit, butuh sebuah momentum simbolik untuk menyatukan berbagai kekuatan nasional. Dan pilihannya: menjadikan hari lahirnya Boedi Oetomo sebagai hari nasional.

Karena itu, jelang 20 Mei 1948, Sukarno menugaskan Ki Hajar Dewantara untuk menyelenggarakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Saat itu masih disebut “Hari Kebangunan Nasional”.

Dalam risalah Dari Kebangunan Nasional sampai Proklamasi Kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara menyebut inisiatif peringatan Kebangkitan Nasional itu datang dari Sukarno. 

“Hari itu (20 Mei 1908) menurut beliau adalah hari yang patut dianggap hari mulia oleh bangsa Indonesia, karena pada hari itu perhimpunan kebangsaan yang pertama, yaitu Boedi Oetomo, didirikan dengan maksud menyatukan rakyat, yang dulu masih terpecah-belah, agara dapat mewujudkan suatu bangsa yang besar dan kuat,” tulisnya.

Peringatan Harkitnas pertama ini digelar di Ibukota Republik Indonesia kala itu: Yogyakarta. Tetapi versi lain menyebut peringatan Harkitnas pertama dilakukan di kota Solo.

#2

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang pertama melahirkan dokumen yang disebut Dokumen Kesatuan Nasional. Semacam deklarasi atau fakta kesepakatan bersama antar berbagai kekuatan politik dan organisasi sosial, seperti partai, serikat buruh, organisasi petani, organisasi pemuda, organisasi perempuan, dan lain-lain.

Inti dokumen itu adalah kesediaan semua partai politik dan organisasi sosial untuk bekerjasama dalam menjaga keselamatan Republik Indonesia dari berbagai ancaman, baik kolonialis maupun perpecahan dari dalam.

#3

Penetapan resmi Hari Kebangkitan Nasional baru sebagai hari nasional yang diperingati setiap tahunnya baru terjadi pada 1959 lewat Keppres nomor 316 tahun 1959.

Meski begitu, pada masa Orba, keputusan tentang Harkitnas diperkuat lagi dengan Keppres baru: Keppres Nomor 1 Tahun 1985.

Pada Keppres baru itu, Orde Baru menugaskan Kementerian Penerangan sebagai ujung tombak perayaan Harkitnas dengan melibatkan partisipasi masyarakat. 

Jadi, selain upacara-upacara di kantor pemerintah, ada kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk mempertebal rasa nasionalisme versi orde baru.

#4

Penetapan hari lahirnya Boedi Oetomo sebagai hari kebangkitan nasional menuai gugatan. Salah satunya: Harsja W. Bachtiar. Pada 1977, Guru Besar Universitas Indonesia itu menggugat hari lahirnya Boedi Oetomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Alasannya masuk akal. Boedi Oetomo bukan bertujuan untuk kesatuan Indonesia, melainkan melainkan cara untuk menaikkan taraf hidup orang Jawa dan Madura.

Gugatan lainnya dari sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Menurut Pram, Boedi Oetomo tak lebih dari organisasi priyayi Jawa dengan orientasi kebangsaan yang sempit: nation Jawa. 

Sudah begitu, sejak pendiriannya hingga melebur ke dalam Partai Bangsa Indonesia/Parindra pada tahun 1935, Boedi Oetomo tak pernah keluar dari bingkai organisasi sosial yang disubsidi oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Bagi Pram, kebangkitan nasional justru sudah dimulai dua tahun sebelum kelahiran Boedi Oetomo. Pelopornya adalah seorang mahasiswa Dokter Jawa (Stovia), Tirto Adhisorjo. Pada 1916, Tirto mendirikan organisasi pribumi pertama, Sarekat Prijaji. Meski menghimpun priyayi, tetapi cita-citanya ingin membangunkan rakyat Hindia-Belanda untuk mengejar kemajuan.

#5

Tetapi Bung Hatta punya pendapat lain. Dalam risalahnya di majalah Star Weekly, tanggal 17 Mei 1958, Bung Hatta menulis: “apabila diukur dengan pengertian sekarang tentang apa yang disebut perjuangan politik dan pergerakan kebangsaan, Boedi Oetomo memang belum memenuhi syarat untuk diberi nama Pergerakan Nasional. Akan tetapi, ditinjau dari suasana masa itu, Boedi Oetomo sudah mengandung kecambah semangat nasional. Organisasi itu dapat dipandang sebagai pendahulu dari pergerakan kebangsaan yang muncul pada 1912 dan 1913 dengan lahirnya Nationale Indische Partij dan Sarekat Islam. (P SWANTORO, Boedi Oetomo dan Nagazumi, 2008).

#6

Boedi Oetomo didirikan atau dideklarasikan pada hari Rabu, 20 Mei 1908, pukul sembilan pagi. 

Deklarasi Boedi Oetomo dihadiri oleh puluhan pemuda: Soetomo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, R Angka Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, R Mas Goembrek, Soeradji Tirtonegoro, dan Soewarno.

Selain siswa-siswa STOVIA, hadir juga siswa-siswa dari sekolah lain, seperti sekolah pertanian (landbouw school) dan kehewanan (veeartsnij school) di Bogor; sekolah pamongpraja (OSVIA) di Magelang dan Probolinggo; sekolah menengah petang (hogere burger school) di Surabaya; dan lain-lain.

Deklarasi dilakukan di sebuah gedung di STOVIA. Beberapa sumber menyebut, pertemuan di gelar di salah satu aula STOVIA. Dan karena kegiatan itu, Soetomo sempat diancam mau dikeluarkan dari sekolah.

Pada 3-5 Oktober 1908, Boedi Oetomo menggelar kongres pertamanya di Yogyakarta. Kongres itu menghasilkan susunan Pengurus Besar Boedi Oetomo, Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) serta penentuan tempat kantor pusat.

#7

Meski Soetomo disebut sebagai pendiri Boedi Oetomo, tetapi gagasan dan cita-citanya sudah diperjuangkan oleh seorang alumnus Stovia: Dokter Wahidin Soedirohoesodo.

Saat itu, di awal abad ke-20, dokter Wahidin terbangunkan oleh kebangkitan gerakan Turki Muda dan pergerakan kaum nasionalis Tiongkok.

Awalnya, dia berseru-seru lewat sebuah koran bernama Retnodhoemilah. Namun, seruannya kurang terdengar, sehingga dia memutuskan untuk melakukan kunjungan berkeliling Jawa.

Dia mengunjungi pembesar-pembesar Jawa, dari Bupati hingga kaum priyayi terpelajar, lalu mengajaknya berorganisasi. Sayang, hasilnya juga nihil.

Hingga, pada 1906, Wahidin bertemu dengan anak-anak muda di Stovia. Gagasannya bersambut. Anak-anak muda itu, seperti Soetomo, Goenawan, Tjipto, dan Tirto Adhisuryo, menjadi bersemangat untuk mendirikan organisasi bagi kaum bumiputera.

#8

Tahun 1918, bertepatan dengan 10 tahun berdirinya Boedi Oetomo, sekelompok pemuda di negeri Belanda berusaha membuat peringatan.

Pencetusnya adalah Soewardi Soerjaningrat, yang kelak mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Saat itu, dia  menulis artikel di Nederlandsch-Indie Oud & Nieuw terbitan tahun ketiga, 1918-1919. Di awal artikelnya ia menulis: “Tanpa ragu kini saya berani menyatakan bahwa tanggal 20 Mei adalah Hari Indisch-nationaal (Indisch-nationale dag).”

#9

Ada usulan agar Kebangkitan Nasional merujuk pada kelahiran partai politik pertama: Indische Partij. Partai ini resmi berdiri pada 23 Desember 1912, lewat sebuah rapat umum (vergadering), di Bandung. Duduk di kepengurusan pusat (Hoofdbestuur): Ernest Douwes Dekker sebagai ketua dan Tjipto Mangkukusumo sebagai wakil.

Berbeda dengan Boedi Oetomo dan organisasi-organisasi sosial sebelumnya, Indische Partij mengambil jalan yang benar-benar radikal: kemerdekaan Hindia. Slogannya: Hindia untuk orang Hindia. Slogan lainnya: Indie los van Holland (Hindia lepas dari Belanda).

Karena cita-citanya itu, yang terang-terangan ingin memerdekakan Hindia dari Belanda, dianggap cita-cita politik paling maju kala itu. 

#10

Pada 1958 diadakan perayaan Kebangkitan Nasional yang sudah berusia setengah abad. Acara besarnya dilakukan di Istana Negara.

Dalam pidatonya, Sukarno berpesan:

“Memang benar, Boedi Oetomo adalah satu serikat jang ketjil. Tudjuannja pun belum djelas sebagai tudjuan kita sekarang ini. Tetapi Saudara-saudara, marilah kita tindjau terbangunnja Boedi Oetomo itu dari sudut jang lain…. Benar 20 Mei 1908 sekedar satu “kriwikan” kata orang Djawa-dan belum “grodjogan”. Jang kita peringati ialah bahwa 20 Mei 1908 itu berisi kemenangan satu azas, kemenangan satu beginsel. Tidak ada satu bangsa jang tjukup baik untuk memerintah bangsa lain. No nation is good enough to govern another nation.

MAHESA DANU

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid