Untung Wiyono: “Ora Obah, Ora Mamah”

JAKARTA: Bupati Sragen Untung Wiyono, yang sudah dua periode menjabat sebagai bupati, bisa dikatakan sebagai bukti bahwa masih ada peluang untuk melakukan perubahan besar di Indonesia.

Berbicara di rumah perubahan, Rabu (21/7) Untung menjelaskan secara panjang lebar mengenai pengalaman dan perjuangan berat untuk membangun daerah kampung halamannya, bumi Sukowati Sragen.

Ketika baru dilantik sebagai bupati, Untung Wiyono menjelaskan, ia berhadapan dengan situasi yang sangat sulit, seperti angka kemiskinan yang sangat tinggi, jumlah pengangguran yang besar, dan masyarakat yang hampir kehilangan harapan.

“Sebelum menjadi Bupati, kami mendatangi setiap rakyat secara door to door, untuk mengetahui persoalan-persoalan mereka, dan memotivasi mereka untuk bergerak dan berjuang bersama,” ujarnya.

Untung mengaku, untuk memotivasi rakyat supaya bergerak, ia memasang spanduk bertuliskan “orah obah, orah mamah”—“tidak mau bergerak, tidak makan”, disamping melakukan gerakan budaya untuk membangkitkan partisipasi rakyat.

Dia pun memprioritaskan pembangunan tahap pertamanya pada tiga hal, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Untuk pembangunan ekonomi, Untung Wiyono melakukan sejumlah gebrakan, antara lain, membangun jalan-jalan dan jembatan yg menghubungkan desa-desa dengan perkotaan, mengubah lahan tidak produktif menjadi produktif, dan menyalurkan kredit bagi rakyat.

Sejumlah terobosan yang digulirkan Untung selama menjadi bupati, antara lain, pelayanan perizinan satu atap dengan pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu (KPT), program e-government (sistem online antarsatuan kerja, kecamatan, desa). “Jika persyaratan sudah lengkap, pengurusan KTP kurang dari 5 menit dengan biaya resmi Rp.  3000,” katanya.

Di bidang pendidikan, karena sangat penting untuk mengangkat SDM, maka anak putus sekolah pun menjadi perhatian utama. Ia menggalakkan program “Homeschooling”, dimana si anak tidak harus datang ke sekolah, tapi cukup membaca modul yg bisa di download ke Cellphone ataupun lewat komputer di kantor kelurahan.

Dalam mengoptimalkan anggaran untuk rakyat, ia mendasarkan pengalokasian anggaran berdasarkan tiga kriteria, yakni sustainable, multiple effect, dan ada added value. Dengan begitu, menurut keyakinannya, tidak ada lagi pemborosan anggaran yang hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Untuk mendorong minat rakyatnya pada teknologi, Bupati yang pandai mendalang ini telah membangun Technopark, sebuah kawasan terpadu yang mengintegrasikan kegiatan pelatihan kerja, penerapan teknologi mutakhir  yang dapat memacu kegiatan perekonomian masyarakat.

Sragen memiliki 208 desa dan 20 kecamatan. Setiap desa minimal memiliki dua komputer dengan kamera plus satu laptop. Dengan Internet, semua desa itu bisa memangkas biaya telepon karena menggunakan voice over Internet protocol (VoIP).

Selain itu, Bupati yang pernah berkunjung ke proyek alternatif Kerala, India, ini juga banyak melakukan terobosan lain, misalnya berhasil mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), mendorong proses industrialisasi, terutama industri kecil dan menengah, dan meningkatkan pendapatan perkapita penduduknya.

Menariknya, dari berbagai proses pembangunan ekonomi yang besar-besaran itu, Bupati Sragen ini tetap memperhatikan kelestarian alam. “Di Sragen, orang tidak boleh memaku pohon hanya untuk memasang poster atau spanduk,” katanya.

Di akhir pembicaraan, Untung Wiyono mencoba menumbuhkan kepercayaan bahwa bangsa Indonesia bisa melakukan perubahan yang lebih baik, asalkan ada kemauan untuk melakukan perbaikan di segala bidang dan rasa kecintaan terhadap negeri ini.

[post-views]