Sosialisme Adalah Upaya Menuju Masyarakat Demokratis Sepenuhnya

Marta Harnecker diwawancarai oleh Edwin Herrera Salinas untuk suratkabar Bolivia, La Razón. Diterjemahkan oleh Yoshie Furuhashi dari MRZine.

Edwin Herrera Salinas: Apa karakteristik kaum kiri Amerika Latin saat ini?

Marta Harnecker: Dua puluh tahun lalu, ketika Tembok Berlin runtuh, sejauh mata memandang tidak terlihat akan ada revolusi. Namun, tidak lama kemudian mulai terdapat proses di Amerika Latin dengan Hugo Chavez. Kami telah membentuk pemerintahan-pemerintahan yang programnya anti-neoliberal, walaupun tidak semuanya mempraktekan ekonomi neo-liberal.

Kami telah menciptakan kekuatan kiri baru. Mayoritas kemenangan tidak disebabkan oleh partai politik, kecuali pada kasus Partai Pekerja di Brasil. Umumnya, kemenangan disebabkan oleh tokoh-tokoh karismatik yang mencerminkan sentimen kerakyatan yang menolak sistem yang ada, atau, dalam banyak kasus, gerakan-gerakan sosial yang muncul dari perlawanan terhadap neoliberalisme dan yang menjadi basis dari pemerintahan2 baru tersebut.

Pemerintahan yang paling berupaya menjamin berlangsungnya proses perubahan menuju masyarakat alternatif merupakan pemerintahan yang didukung oleh rakyat-rakyat terorganisir, karena korelasi kekuatan yang ada tidaklah ideal. Kami memiliki musuh-musuh sangat penting yang masih jauh dari takluk. Ia disibukkan oleh perang Irak, tapi kekuatan imperium sangat kuat dan ia berupaya menahan proses yang tampaknya tak terhentikan.

Dan apa yang terjadi dengan pemikiran politik?

Yang terjadi adalah renovasi pemikiran sayap kiri. Ide-ide revolusi yang biasa kita perjuangkan pada tahun 1970an dan 1980an, dalam prakteknya tidak terwujud. Jadi, pemikiran sayap kiri harus membuka dirinya lagi kepada realitas baru dan mencari interpretasi-interpretasi baru. Ia harus mengembangkan kefleksibelan yang lebih untuk memahami bahwa proses-proses revolusioner, contohnya, dapat dimulai dengan sekedar memenangkan kekuasaan administratif.

Transisi yang kita lakukan bukanlah transisi yang klasik, di mana kaum revolusioner merebut kekuasaan negara dan menciptakan sekaligus mengulangi segalanya dari situ. Kini kita mula-mula menguasai administrasi dan melangkah maju dari situ.

Apa menurut Anda kita sedang menunggangi gelombang revolusioner?

Saya rasa demikian, ya, kita sedang dalam proses semacam itu. Bahwa akan terjadi pasang surut, itu pun juga benar. Menarik melihat situasi di Chile. Di situ kita kalah, tapi itu merupakan salah satu proses yang paling tidak maju. Chile selalu menjaga hubungannya dengan Amerika Serikat; kaum kiri sosialis tidak mampu memahami hubungan penting yang kita miliki untuk merebut wilayah ini dan justru bertaruh pada kesepakatan2 bilateral.

Dalam era [kediktatoran] Augusto Pinochet, industri nasional dilucuti, dan kaum kiri tidak tahu bagaimana bekerja dengan rakyat. Kaum kiri berjalan sendiri untuk meraih kepemimpinan, ruang2 politik, kelas politik, sementara kaum kanan justru bekerja di tengah-tengah rakyat.

Menurut Anda apa peran Bolivia dalam konteks ini?

Saya di Bolivia setahun setengah yang lalu. Situasinya benar-benar berbeda saat itu: rakyat dalam perjuangan dan terdapat pertempuran-pertempuran lokal. Kini saya rasa Anda telah mencapai kemajuan besar, dalam hal menguasai ruang-ruang kekuasaan administratif.

Korelasi kekuatan dalam Majelis Legislatif Plurinasional, kekuatan-kekuatan separatisme yang terkalahkan, dan keberhasilan kebijakan-kebijakan ekonomi yang moderat dan cerdas telah mendemonstrasikan kepada rakyat bahwa, dengan nasionalisasi sumber daya alam dasar, adalah mungkin membangun program sosial dan membantu sektor-sektor yang paling tak terlindungi.

Ada juga faktor budaya, moral. Rakyat Bolivia seringkali merupakan mereka yang tidak muncul dalam statistik: rakyat yang merait harkat-martabanya. Di sini, itu seperti Kuba, saat banyak wartawan berharap untuk melihat keruntuhan sosialisme Kuba melalui efek domino, yang ternyata tak terjadi karena persoalan martabat lebih penting bagi rakyat Kuba dibandingkan pangan.

Saya mendengar perbaikan-perbaikan di Bolivia, namun masih terdapat kantong-kantong kemiskinan yang besar. Walau begitu, bahkan warga yang termiskin merasa bermartabat berkat tipe pemerintahan yang harus memahami, melihat gayanya Evo Morales, bahwa kekuatannya terletak pada rakyat terorganisir.

Bagi saya, itu menyimbolkan apa yang harus dilakukan pemerintahan kita saat menghadapi kesulitan. Bukannya berkompromi dan membalikan proses menuju pengambilan keputusan dari atas-ke-bawah (top-down), pemerintahan mendapat dukungan dari kekuatan rakyat terorganisir yang memberikan kekuatannya untuk terus melangkah maju. Kita harus memahami bahwa tekanan rakyat dibutuhkan untuk mentransformasikan negara, yang artinya kita harus tak boleh takut terhadap tekanan rakyat, kita tidak boleh takut hanya karena terkadang ada serangan terhadap penyimpangan birokratis oleh negara.

Lenin, sebelum wafatnya, mengatakan bahwa penyimpangan birokratis oleh negara telah sedemikian rupa sehingga gerakan rakyat berhak untuk melancarkan pemogokan untuk melawannya, demi menyempurnakan negara proletariat. Jenis tekanan-tekanan ini berbeda dari pemogokan destruktif. Gerakan sosial harus memahami peran konstruktif mereka dan, bila mereka berkeputusan untuk melancarkan tekanan, itu dilakukan untuk membangun, bukan untuk menghancurkan.

Anda meyakini bahwa rakyat Bolivia dapat memenangkan kekuasaan, bukan sekedar administrasi?

Saya yakin bahwa mereka akan seperti itu, sejalan dengan kemenangan-kemenangan mereka dan, yah, kekuasaan juga ada di tangan rakyat terorganisir. Sosialisme yang kita hendaki, yang dapat disebut sosialisme, komunitarianisme, kemanusiaan sepenuhnya, apa pun itu, merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat demokratis sepenuhnya, di mana individu dapat mengembangkan dirinya, di mana perbedaan dihargai, di mana, melalui praktek perjuangan, melalui transformasi, budaya-pikiran akan berubah.

Salah satu problem terbesar adalah kita berupaya membangun masyarakat alternatif yang mewarisi budaya individualis dan klientelis. Bahkan kader-kader terbaik kita dipengaruhi oleh budaya ini. Jadi, itu merupakan proses transformasi budaya. Manusia merubah dirinya melalui praktek, bukan oleh perintah.

Adalah perlu menciptakan ruang-ruang, atau mengenali ruang-ruang yang sudah ada, untuk partisipasi, karena problem besar sosialisme yang gagal adalah rakyat tidak merasakan diri mereka sebagai pembangun masyarakat baru. Mereka menerima hibah, pendidikan, layanan kesahatan dari negara, tapi mereka tidak merasa bahwa mereka sendiri sedang membangun masyarakat tersebut.

Kelemahan apa yang Anda lihat dalam proses Bolivia?

Salah satu problem itu tercermin dari kepemimpinan kader yang biasa berpikir seperti ini: ketika kita meraih jabatan, kita akan berubah. Kita demokratis saat bekerja dalam gerakan, tapi ketika kita meraih jabatan, kita menjadi otoriter. Kita tidak memahami bahwa, dalam masyarakat yang hendak kita bangun, negara harus menggalakkan protagonisme rakyat (rakyat sebagai tokoh utama), bukannya mengubah begitu saja pengambilan keputusan yang mereka lakukan. Sering terjadi di beberapa pemerintahan sayap kiri: pejabat pemerintah berpikir bahwa tergantung kepada mereka lah segala upaya memecahkan masalah rakyat, bukannya memahami bahwa mereka harus memecahkan masalah bersama-sama rakyat.

Kalau pejabat pemerintahan kita bijaksana, mereka harus didorong oleh inisiatif rakyat agar rakyat dapat merasakan bahwa mereka sendiri lah melakukannya. Paternalisme negara, dalam membangun sosialisme, pada awalnya mungkin membantu, tapi kita harus menciptakan protagonisme rakyat.

Mungkinkah kelemahan ini berasal dari ketiadaan kader?

Tentu bisa. Dalam buku saya yang terbaru, gagasan ini dikembangkan dalam bab terakhir yang berjudul “El instrumento político que necesitamos para el siglo XXI” (Alat politik yang kita butuhkan untuk abad ke-21). Ide di balik istilah “alat politik” selalu tampak menarik bagi saya. Saya menekankan pada tahun 1999 agar kita menggunakan istilah “alat politik” karena “partai” dalam banyak kasus merupakan istilah yang terlalu banyak digunakan. Kita hendak menciptakan suatu agensi yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat baru, bukannya menjiplak skema2 milik partai2 yang sudah usang.

Partai, dalam pengertian klasik, merupakan sekelompok kader yang, pada dasarnya, berupaya mempersiapkan diri untuk mengambil alih jabatan politik, memenangkan pemilu, dengan metode2 kerja yang kita jiplak dari Partai Bolshevik, yang demokratis, bukannya klandestin. Kita secara mekanis menerjemahkan struktur itu.

Hasil renovasi dari apa yang biasa menjadi partai politik kita, atau gerakan sosial yang berpartisipasi dalam konstruksi politik ini, kini merupakan alat yang dimiliki oleh gerakan sosial, seperti Gerakan Menuju Sosialisme (MAS) [di Bolivia] atau Pachakutik di Ekuador, yang merupakan alat-alat yang diciptakan sendiri oleh gerakan sosial.

Alat yang terdepan bukanlah partai — ini beragam seperti halnya situasi yand ada — melainkan front nasional kerakyatan. Tidak boleh dilupakan bahwa kita berasal dari suatu proses yang mana kaum kiri merupakan oposisi, bukannya dalam pemerintahan, dan salah satu hal yang kita pelajari, dengan tiap kemenangan pemilihan lokal atau nasional, adalah bahwa menjadi kiri dalam oposisi adalah suatu hal dan menjadi kiri dalam pemerintahan adalah hal yang lain.

Maka kita berpikir bahwa alat politik, apakah mereka front atau apa pun itu, harus merupakan kesadaran krisis terhadap proses yang ada. Apa yang sering terjadi, atau hampir sering, adalah muncul fusi antara kader di pemerintahan dan kader di partai. Ini disebabkan oleh kurangnya kader. Kita, sebagai suatu kelompok, di Venezuela sedang menggalakkan perlunya kritik publik yang menjadi peringatan. Bila terjadi penyimpangan, kita harus diberi kesempatan untuk mengritiknya.

Terdiri dari apa saja menurut pendapat Anda kritik publik itu?

Bahkan belum lama ini, kaum kiri, termasuk saya sendiri, berpikir bahwa kita harus mencuci pakaian kotor di rumah saja [menyembunyikan persoalan dari publik, pen.]. Di Kuba, contohnya, itulah yang selalu terjadi, dan ketika kita berbicara ke pers, dikatakanlah: “Dengar, hati-hatilah, jangan mengatakan hal-hal yang memberikan amunisi kepada musuh.” Yang terjadi pada kenyataannya adalah penndidikan politik sangat terancam, bahkan di Kuba. Dengan kata lain, negara, wewenang politik, akan korup bila tidak ada yang mengontrolnya.

Maka, saya sangat yakin pada komunitas-komunitas yang menjalankan kontrol. Tanpanya maka kemudahan memperoleh uang dan pejabat pemerintah, dengan berbagai rasionalisasinya, mulai berjalan terpisah, apakah itu menerima upah lebih besar, yang tidak sering terjadi, atau menerima banyak hibah.

Dalam wawancara Ignacio Ramonet dengan Fidel, Cien horas con Fidel Castro (Seratus jam dengan Fidel Castro), mantan presiden Kuba tersebut berkata: “Di negeri kami kritik dan oto-kritik dipraktekan dalam kelompok-kelompok kecil, namun itu telah melempem. Kita membutuhkan praktek kritik di ruang-ruang kelas, alun-alun publik… Musuh akan memanfaatkan itu, tapi revolusi akan diuntungkan darinya melebihi musuh.

Saya yakin bahwa pejabat pemerintah kita harus melihat kritik publik sebagai sesuatu yang sehat. Pastinya, norma-norma kritik harus diperjelas juga: contohnya, harus ada hukuman serius bagi kritik yang tanpa substansi, karena di Venezuela tuduhan korupsi digunakan terhadap musuh politik mana pun, banyak orang dihancurkan tanpa ada bukti.

Yang dibutuhkan adalah kritik yang fundamental, kritik yang memberikan proposal. Mudah saja mengritik, tapi apa proposalmu sendiri? Tiap individu yang mengritik harus memiliki proposal. Kalau tidak, apa gunanya? Juga, ruang-ruang internal harus digunakan sepenuhnya terlebih dahulu. Bila pemerintah terbuka dalam mendengar kritik dan mampu bertindak dengan segera, maka perlu untuk membawanya ke publik.

Harus ada kesadaran yang jelas di negeri kita bahwa, bila kau tidak berperilaku baik, seseorang akan membuka perilaku burukmu. Itu seperti tekanan moral. Sejarah kita menunjukan bahwa menjadi kiri tidak membuat kita jadi orang suci. Kita punya kelemahan, kita bisa melenceng.

Rakyat harus waspada, dan pemikiran intelek yang kritis sangat penting. Intelektual tidak mampu menengahi korelasi kekuatan: mereka memiliki skema mereka dan kadang utopia pada saat ini, walau demikian, mereka mencerminkan kemungkinan, dan sejarah sering menghasilkan itu. Kita berada dalam dunia informasi, dan tidak ada hal yang bisa disembunyikan. Kalau kita tahu seperti apa keadaan kita yang sesungguhnya, begitu pun dengan musuh.

Lebih baik bila kita lah yang menciptakan solusi terhadap problem; dengan begitu, kita melucuti senjata yang dapat digunakan musuh. Tampak oleh saya bahwa kritik publik baik buat kita, dan para pejabat kita harus lebih memahami bahwa, juga, karena terkadang mereka tak memahaminya; kritik publik akan sangat membantu proses yang ada, ia akan sangat manjur memerangi korupsi dan birokratisme. Siapa yang lebih mampu menyaksikan apakah sesuatu berjalan baik atau buruk selain pengguna jasa itu sendiri?

Contohnya, di suatu pabrik roti, siapa yang lebih baik menjadi pengawas (watchdog)selain orang-orang yang memakan rotinya dan mengetahui bagamana kerja pabrik roti. Dengan kata lain, rakyat harus memiliki suara dan kesempatan untuk membuat keputusan-keputusan lokal.

Adakah kesempatan untuk membicarakan isu kritik publik ini dengan pejabat pemerintah kami?

Saya belum bisa bicara dengan Evo. Saya akan berbicara mengenai itu dengannya sesegera mungkin. Bagaimana pun apa yang saya katakan ada dalam buku terakhir saya. Di Venezuela, saya ambil bagian dalam suatu kelompok yang berupaya menuju arah ini. Kami tidak begitu dipahami oleh banyak orang, tapi kami paham bahwa presiden harus memahaminya.

Kami sepakat dalam hal kritik publik, walau pun terdapat saat di mana seakan-akan kepala kita bisa copot. Kini tampaknya mereka memahami kami dan memberikan kami kemungkinan lain, dan saya rasa ini penting. Sosialisme abad ke-21 yang hendak kita bangun adalah masyarakat yang sangat demokratis sehingga tidak takut akan kritik.

Kami mengajukan kritik publik atas jerih payah, bukan atas kebencian atau kehendak untuk menghancurkan. Kami melakukannya karena kami menghendaki suatu masyarakat di mana proses revolusioner menang, dan ketika kami melihat kekurangan2, itu menyakiti kami, karena kami hendak membangun sesuatu yang lebih baik. Ini tidak sama dengan kritik sayap kanan yang mencari-cari kelemahan kita untuk menghancurkan kita. Tidak. Kita mengritik untuk menjadi konstruktif, untuk memecahkan persoalan.

Hal paling luar biasa yang terjadi pada kami adalah, ketika kami melakukan kritik publik di Venezuela, rakyat merasa benar-benar diwakili oleh kami, sekelompok kritikus, karena itulah yang mereka rasakan namun tidak tahu bagaimana mengekspresikannya.

Siapa yang diuntungkan dari kritik publik?

Ketika saya menjabat editor jurnal politik Chile Hoy (Chile hari ini), saya melakukan semacam kritik publik. Kadang2 kritik intelektual atau wartawan tak disukai karena kami terkadang sedikit arogan. Tapi di Chile Hoy, kami berikan mikrofon kepada rakyat terorganisir dan mengomunikasikan apa yang mereka lihat sebagai sesuatu yang melenceng dari proses. Jurnal kami juga memuat komunike pemerintah, tapi semangat saya adalah mengangkat opini para buruh tambang tembaga dan organ-organ kekuasaan buruh (cordones industriales).

Jadi, saya bahagia saat mendengar Evo Morales mengatakan, dalam wawancaranya dengan Walter Martinez dari TeleSur, bahwa adalah penting untuk belajar mendengar, karena terkadang pejabat pemerintahan tidak mendengar atau mendengar hanya dari mereka yang di sekelilingnya, yang dapat menyebabkan pejabat pemerintah mendapatkan gambaran salah tentang negeri itu.

Saya tak tahu apa ini terjadi di negeri ini, tapi di Venezuela, ketika Chavez mengumumkan bahwa ia akan mengunjungi suatu tempat, mereka mempercantik jalanan dan rumah-rumah yang akan dilalui presiden, atau menyalakan AC di sekolah2 yang akan ia kunjungi, dan kemudian, di keesokan harinya, mereka datang lagi untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Hanya rakyat terorganisir dan suatu masyarakat yang terbuka akan kritik yang dapat menghentikan hal-hal seperti ini.

Apakah kritik publik bisa diterima?

Saya senang berargumen dalam topik ini. Tapi bila ada kawan-kawan yang berpikir bahwa ini salah, saya senang mendengar dari mereka kenapa begitu. Tapi saya tahu pengalaman sejarah. Anda tahu Mao Zedong, selama hidupnya, kuatir dengan penyimpangan birokratis dan korupsi. Ia mengorganisir enam atau tujuh kampanye yang tidak membuahkan hasil karena orang-orang yang memimpinnya berasal dari aparat partai. Mereka birokrat yang mencoba melakukan sesuatu tanpa mendapat kritik.

Kemudian datanglah Revolusi Budaya, yang menjadi bukaan bagi kritik publik; tapi kemudian ada sebuah buku yang ditulis oleh seorang Tionghoa yang menjalani Revolusi Budaya kemudian pergi ke AS dan kembali lagi ke Tiongkok. Buku itu memiliki analisa tentang bagaimana sektor-sektor dalam partai mengambil kata-kata pimpinan secara ekstrim, mengkarikaturkan pemikirannya, dan memungkinkan itu ditolak. Mereka melakukan hal-hal yang mengerikan, seperti memotong rambut orang-orang. Merekalah yang hendak menghancurkan proses.

Inilah mengapa harus ada norma-norma yang jelas: kita tak boleh melakukan kritik anarkis, yang destruktif. Saya belajar dari kelompok komunitas Venezuela yang mengundang saya untuk suatu pertemuan, ketika mereka mengatakan kepada saya: “Tidak seorang pun berhak untuk bicara atau mengajukan usulan kecuali orang tersebut bertanggung jawab terhadap proposal itu. “Ini mengenyahkan pembual-pembual yang senang bicara terus menerus dalam rapat namun tidak pernah melakukan apa pun.

Sifat mulia yang dimiliki Che, melebihi perang gerilyanya dan keberaniannya di hadapan imperialisme, adalah kekonsistenan antara pikiran dan tindakan. Dan itu, contohnya, adalah yang membuatnya menarik bagi pemuda-pemudi di Eropa. Saya terkesima ketika pergi ke Eropa untuk peringatan Che tahun 1987, melihat betapa ia begitu digemari oleh kaum muda. Rahasianya bukanlah karena mereka senang menjadi gerilyawan juga, tapi kekonsistenan antaran pikiran dan tindakan yang dimiliki Che.

[Marta Harnecker Cerdá, lahir di Chile, ialah seorang sosiologis dan pendidik kerakyatan. Ia telah menerbitkan lebih dari 80 buku. Fokus dari karya2nya saat ini adalah sosialisme abad-21 dan mengorganisir rakyat berkuasa. Bukunya yang paling banyak dibaca adalah Los conceptos elementales del materialismo histórico (Konsep Fundamental Materialisme Historis). Pada 2008, ia menulis buku tentang Gerakan Menuju Sosialisme (MAS-IPSP) yang ada di Bolivia, alat politik yang dipimpin Evo Morales, yang muncul dari gerakan sosial. Sejak 1960an, ia telah berkolaborasi dengan gerakan sosial dan politik di Amerika Latin. Kini ia menjadi penasehat untuk pemerintah Venezuela. Wawancara aslinya berjudul “‘Hay que tomar en cuenta la crítica pública, conviene y ayudaría al proceso'” diterbitkan olehLa Razón pada 28 Maret 2010.

[Diterjemahkan oleh Yoshie Furuhashi untuk MRZine. Lalu, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Data Brainanta]

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid