Miris, setidaknya 19 orang (sumber lain menyebut 31 orang) pekerja jembatan dibunuh. Penyebabnya, lantaran ada pemotretan terkait acara doa pada 2 Desember 2018. Kok, gegara foto-foto berdampak pada banyaknya korban jiwa. Masuk akal kah?
Hingga Rabu (5/12/2018), menurut keterangan Kodam XVII/Cendrawasih, jumlah pekerja PT Istaka Karya saat kejadian adalah 25 orang. Dari 25 orang itu, 4 orang berhasil kabur, 2 orang masih hilang, dan 19 orang dipastikan meninggal dunia.
Tragis nan misterius. Sebab, begitu mudahnya nyawa puluhan orang dalam sekejap tewas di hari yang sama. Pembunuh berdarah dingin sekalipun, tak mungkin melakukan pembunuhan sebanyak itu. Apalagi, mereka yang tertuding melakukan penyerangan tersebut, pasti punya maksud dan rencana terselubung?
Papua: Diantara Upaya Membuka Isolasi dan Masalahnya
Presiden Jokowi menegaskan, kejadian di Nduga, Papua, tidak membuat pemerintah takut. Dia tetap bertekad meluaskan pembukaan akses didaerah terisolir tersebut.
Pernyataan tersebut merupakan keberanian sekaligus menjawab pesimistis sebagian orang Papua yang tertanam di otak mereka bahwa Jakarta (pemerintah pusat) “cenderung setengah hati ketika membangun Papua”. Membuka isolasi Papua dari sektor fisik berupa jalan, layanan publik, dan memberi rasa aman di negeri ini, merupakan suatu tantangan tersendiri. Tentu, maksud baik tersebut selalu saja dihalangi oleh berbagai cara dan reaksinya. Harus ada keberanian dan ketegasan untuk mewujudkan keadilan di Tanah Papua.
Jelang 1 desember 2018, penulis berasumsi bahwa bakal tidak ada kehebohan di Papua. Sebab, di saat bersamaan, publik sedang fokus untuk Pemilu 2019. Bahkan, di pusat Ibukota Negara, acara Reuni Alumni 212, sehingga insiden apapun di tanggal keramat Papua, pasti tertutup oleh acara tersebut maupun hiruk-pikuk Pilpres. Toh, prediksi saya itu melesat jauh. Dan lagi, Nduga membara.
Papua, jika setahun tak ada konflik, itu bukan Papua. Negeri ini semacam jejaring konflik yang telah terlilit sejak lama, sewaktu-waktu diledakkan semaunya. Bom waktu konflik, talingkar sana sini, serumit membuka keterilosasian sebagian negeri ini. Jika tak berani, jangan ambil resiko urus Papua. Apalagi hendak mewujudkan keadilan disini? Sesuatu yang mahal harganya. Trausah bantu orang Papua supaya sejahtera, aman dan merasa bagian dari NKRI, sebab negeri ini bukan milik siapapun, hanya milik konsensi.
Nduga, Lanny Jaya, Paniai, Timika (areal freeport), Puncak Jaya, deretan wilayah yang timbul tenggelam konflik, tapi para pelakunya jarang sekali ke meja pengadilan. Bola salju Konflik tersebut selalu endingnya hanya memelihara nama OPM sebagai biang kerok masalah. Jarang sekali, publik dikasitau darimana mereka dapat senjata, peluru dan celah lainnya? Jarak antar wilayah yang sering timbul konflik tersebut tak mudah didatangi. Perlu daya dan dukungan besar untuk menggapainya. Bagaimana bisa ada senjata dan peluru bisa dipakai oleh mereka yang melakukan teror? Kenapa makin bertambah amunisi mereka, bukannya berkurang dan habis?
Harus berani tuntaskan ketidakadilan di Bumi Cenderawasih
Kepada para korban, saya ikut berduka cita yang mendalam. Kalian berani meninggalkan keluarga anda demi bekerja menerobos keterisolasian negeri ini. Siapapun pelakunnya, semoga perbuatan mereka diampuni oleh Tuhan mereka.
Betapa rumitnya konflik berganti konflik selama negosiasi freeport. Pengusiran warga sekitar akibat konflik perang terbuka di areal freeport. Kejadian teror BOM oleh para teroris justru santer disaat masa-masa sulit ngeosiasi pemerintah dengan freeport. Tantangan membuka akses ke Nduga pun, bertubi-tubi dihalau dengan teror. Penyerangan bandara kenyam jelang pilkada serentak. Pindah lagi penyerangan terhadap tim survey PLN di Paniai. Nestapa jembatan Nduga menyeruak disaat situasi waspada disini.
Terus lurus mengatasi daerah Papua yang 3T (terisolir, terluar dan termiskin). Tegakkan keadilan sosial hingga merata.
Teror adalah makanan sehari-hari, ketika wilayah ini hendak dibuka, diperhatikan dan dilayani dengan jujur dan bermartabat.
Papua hanya butuh keberanian dan komitmen untuk menuntaskan persoalan ketidakadilan, negara harus berani hadir walau dibawah bayang-bayang teror. “Harus benar-benar tunjukan tak lagi setengah hati perhatikan Papua”. Bawalah negeri ini ke terang, jauh dari kegelapan, hidupkan nuansa kebangsaan, kita semua adalah sama. Tak lagi ada daerah yang dianak-tirikan.
Indonesia telah menekan korporasi sekelas freeport. Sekarang, kerja selanjutnya adalah membuka daerah 3T yang kini dikebut. Nestapa jembatan Nduga harus diakhiri. Jangan lagi ada tragedi kemanusiaan yang timbul tenggelam tanpa penegakan hukum yang sesuai dan adil.
Arkilaus Baho, Mantan Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid